Semua Bab Possessive Wife: Bab 31 - Bab 40
40 Bab
Trauma
 "Tunggu ya bu, ibu harus dijahit dulu," ucap Bidan, dan wow.Aku tidak di bisu, jarum dan benang begitu saja rasanya menyayat-nyayat bagian bawahku, aku kesakitan, air mata netes gitu aja. "Bu, jangan ditanah begitu, susah jahitnya, nanti ibu bisa pendarahan," pekik bidan memarahiku.Sialan, bidan tidak berperikemanusiaan, ia tidak pernah dijarit apa begini, dijarit hidup-hidup, ini benar-benar sakit sekali, bahkan lama sekali tidak selesai-selesai, siapan. Aku mengumpat dalam hati, apa iya, orang habis melahirkan mau di jahit tidak dibius sih? Gerutuku lagi."Oke, sudah selesai, selamat istirahat bu," ucapnya meninggalkanku yang masih di ruang bersalinKok ga di bawa ke ruang rawat inap sih? Ini gimana sih? Belum lagi ruang bersalin lagi rame, banyak banget yang mau lahiran, pada teriak-teriak semua."Bun, anak kita sehat, dia cantik seperti bunda," ucap suamiku menghampiriku, ia baru saja melihat bayiku di ruang bayi.
Baca selengkapnya
Jengkel
Suamiku langsung ngelayap ke rumah tetangga setelah kami sampai di rumah, padahal belum juga masuk rumah, bahkan pintu rumah juga belom di buka. Ihh, ngeselin banget ga sih? Ke mana sih? Coba bukain pintu dulu deh, ga paham banget kalau istri capek."Ayah ke mana sih? Baru sampai bukannya buka pintu malah ke tetangga," gerutuku."Ya Tuhan, ayah ambil kunci, Sayang. Ini kunci kan di titip ke pak Robi, kemarin," jawabnya seraya membuka kunci gembok yang gedenya segenggaman tangannya."Hehehheh kirain ke mana," ucapku terkekeh malu.Ya Tuhan, aku masih ga percaya, di tanganku ada boneka hidup yang lahir dari rahimku. Ya ampun, yang lebih bikin aku ga percaya lagi. Aku yang melahirkan dia, tapi wajahnya 90 persen mirip ayahnya. Astaga, gadis kecilku yang lucu.Suami membuka pintu, baru saja hendak masuk, para tetangga sudah berhambur menghampiriku dan bayiku."Aduh, Bu Andra, sini saya gendong dulu si kecil, ayo ajak ke rumah dulu, biar Pak Andra bersih-bersih rumah dulu," ucap tetangga ya
Baca selengkapnya
Mery
 Suami mulai bertugas lagi di Polsek. Aku bersyukur, karena kita dekat. Dan aku nyaman ada yang membantuku mengurus Ara. Tap sepertinya perasaan yang berbeda dirasakan oleh suamiku. Ia seakan-akan tidak suka di pindahkan lagi ke Polsek. Aku sebagai istri jelas bisa membaca sedikit raut ekspresi di wajahnya.Pagi inix sebelum bayiku terbangun, aku bergegas masuk ke dapur. Membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan untuk aku masak.Aku dan suami sama-sama terdiam. Aku masih dengan emosiku sendiri, begitupun dengan suamiku.Tak butuh waku lama, setelah hidangan tersaji aku bergegas menuju kamar mandi. Aku membersihksn diriku, kemudian gegas berganti pakaian. Takut si kecil keburu bangun.Rambut masih acak-acakkan, tak sempat sisir rambut. Aku memberikan asi pada si kecil yang sudah mulai menggeliat dan menangis."Ayah ke kantor dulu," celetuk suami sesaat membuka pi
Baca selengkapnya
Bunda Macam Tuhan Saja
 4 Bulan kemudianTing, sebuah pesan whatsapp masuk ke ponsel suamiku yang memang sedang aku pegang. Ada pesan group dari kantornya. Aku bergegas membuka pesan itu. Sebuah surat perintah yang isinya adalah perihal penugasan. Jelas ku baca nama suami tertera disana. Ia di pindahkan lagi ke tempat sebelumnya."Ayah, gimana ini? Maksudnya apa? Kok ayah bisa dipindahkan lagi?" pekikku, aku mendelik menatap suamiku, aku percaya pasti dia sengaja minta pindah lagi."Eh, apa, Bun? Maksud Bunda apa? Siapa yang pindah?" "Ini, baca, apa maksudnya?" Aku menyodorkan ponselnya. Memintanya membaca pesan group yang baru saja aku baca."Kok bisa ayah dipindahkan lagi? Padahal udah enak di sini, ya kan, Bun?" tanyanya beralasan.Ya! Aku yakin itu hanya alibi, pasti suamiku yang minta pindah sendiri. Ia memang maunya tugas di sana. Ga paham apa yang membuatnya betah di sana. Bikin jengkel. Itu yang bikin aku ga yakin dia
Baca selengkapnya
Ayah Sayang Bunda
 Matahari mulai menelisik dari jendela kamarku. Aku terbangun setelah semalaman suntuk tidak bisa memejamkan mataku. Mungkin hanya beberala jam aku terlelap, itupun tidak nyenyak. Ku raih ponselku yang tak jauh dari posisiku. Sama sekali tidak ada pesan ataupun telepon dari suamiku. Aku menghela napas sesaat. Bisa-bisanya suamiku seperti ini.Hari ini aku memilih untuk memesan makanan jadi, posisi Ara suka tidur tak tenang yang tiba-tiba terbangun membuatku enggan meninggalkannya yang masih tertidur.Menghilangkan penat setelah aku sarapan, mandi dan mendanani Ara, aku memilih untuk menghibur diri. Ngobrol dengan beberapa tetangga sebelah rumah."Om Andra sudah nugas lagi ya bu?" tanya Bu Lucas."Sudah bu," jawabku singkat."Kok ibu ga ikut sih ke sana? Kalau saya jadi ibu, sudah minta ikut ke sana. Ga takut nanti suaminya kepincut ladis?" ujarnya."Saya percaya suami saya, bu." jawabku setenang mungkin. Walau pada
Baca selengkapnya
Anu
 Beberapa hari aku berada di sini, aku mulai akrab dengan beberapa tetangga. Aku bersyukur tinggal di sini. Para tetangga sangat ramah dan bersahabat. Kami sering bertukar makanan.Walau jaringan telepon begitu sulit bagiku itu bukanlah hal yang terlalu penting. Ada suami di sampingku adalah yang paling membuatku bahagia dan nyaman."Bunda, kita pergi ke market yuk?" Seorang ibu yang biasa ku panggil mama fitrah, memanggilku dari depan pintu.Aku panggil mama Fitrah, karena anaknya bernama fitrah. Ini pengalaman baru bagiku. Di Bali rasanya tidak ada yang seperti ini. Ah, jadi ingat Bali lagi. Entah kapan suami akan pindah tugas ke Bali agar kami bisa berkumpul dengan keluarga."Boleh Mama Fitrah, tunggu, saya ambil uang dulu." Aku bergegas masuk kembali ke dalam rumah. Mengambil 1 lembar uang berwarna merah kemudian menggendong putriku, Ara."Mama Fitrah, mau beli apa?" tanyaku sembari barjalan menuju arah market."Lihat-lihat
Baca selengkapnya
Mantan
 Hari ini aku duduk santai di depan mes, tepatnya di pospol yang kebetulan memang menjadi 1 dengan mes. Menemani si kecilku yang sudah pandai merangkak dan bermain. Andai saja ada jaringan, aku sudah pasti menghubungi keluarga di Bali. Aku sungguh rindu dengan mereka. Terutama dengan orang tuaku juga mertuaku.Andai saja ada keajaiban suami mutasi semudah membalikkan telapak tangan, sudah pasti suami tak menunggu lama lagi.Aku sering kali berselancar dengan pikiranku sendiri, mengkhayal kalau nanti sudah pindah ke Bali, aku akan jalan-jalan. Yang paling kuharapkan adalah melihat orang tua juga mertuaku menemani cucunya bermain.Betapa bahagianya jika waktu itu tiba. Aku rindu dengan makanan di Bali. Begitu jauh berbeda di bandingkan di sini. Jika di Bali berbagai macam dagang makanan tersedia, jika di sini, bahkan mencari sayur mayurpun susah.Bali, oh Bali. Kapan aku bisa kemBali. Ku seruput kopi panas yang menemani siangku sekalian nemenin
Baca selengkapnya
Perempuan Lain
 Tepat pukul 08.00 malam, terdengar suara mobil di depan mes. Aku tak bergegas membuka pintu. Aku memilih mengintip terlebih dahulu dari celah jendela depan. Masih teringat jelas pesan dari tetangga juga pesan dari suamiku. Jangan buru-buru membuka pintu saat orang datang. Lihat dulu dari jendela, takutnya orang mabuk.Yah, begitulah, suami tugas di sini sangat rawan. Orang mabuknya di sini sangat beda jauh dengan d Bali. Kalau di sini mabuk bisa bertindak kekerasan, bahkan sampai memb***h. Kalau di Bali, mabuknya macam orang-orang Korea, mengeluarkan isi hati, muntah lalu tidur.Oke, aku intip dari jendela, ternyata memang suami yang datang. Ia turun dari sebelah kursi kemudi. Ku bukakan pintu rumah seraya menggendong si kecil."Lihat sayang, siapa yang pulang? Ayah!" ucapku pada si kecil.Suami menenteng beberapa tas plastik, besar dan kecil. Ahh, memang suami idaman. Masih berpaka
Baca selengkapnya
Happy Birth Day Ara
 2 Tahun kemudianHappy Birth Day Ara, 2 Tahun.Tak terasa, kini usia putriku sudah menginjak angka 2 tahun. Ah, tak pernah terbayang sama sekali kalau perayaan ulang tahunnya masih berada di tanah Papua.Sama seperti 1 tahunnya, tak ada yang spesial. Hanya perayaan kecil yang kami rayakan bertiga saja. Kue tar bertemakan doraemon yang ia sukai. Di tambah buket snack yang di hiasi balon. Itu saja Ara kecilku sudah sangat bahagia."Selamat ulang tahun, Ara," ucapku dan suami menatap gadis kecilku yang begitu bahagia.Ahh, kesederhanaan ini yang memang kami tanamkan sejak kecil padanya. Aku tidak ingin kelak ia menjadi gadis yang penuh dengan keegoisan juga menang sendiri."Bunda, Ala suka balon. Kue Ala ada dolaemon, ada obita, ada suka, ada suneo, ada jayen." Ia sebutkan satu persatu tokoh doraemon yang terpasang di kue kecilnya itu.
Baca selengkapnya
Pindah Bali
 Desember 2021Desember ke 3 di tanah Papua. Harapan tinggal harapan. Entah sampai kapan lagi kami harus menunggu untuk hasil pindah sang suami. Aku merasa kosong, sepertinya harapan itu sia-sia. Biarlah, kita sudah berusaha, untuk hasilnya aku kembalikan kepada Tuhan."Bunda ... Bunda ...." teriak suamiku dari depan, kebetulan hari ini piket."Ada apa sih, Yah? Kok teriak-teriak jangan ribut, Ara lagi tidur, nanti dia terganggu." Aku menghampiri suamiku."Bunda, baca ini, Bun, baca, Bun!!" Ia menyodorkan ponsel yang telah terbuka 1 buah pesan Whatsapp di sana.Aku mengambil alih ponselnya, kemudian membaca baik-baik. Apa isinya, entahlah tanganku tiba-tiba gemetar, dadaku bergemuruh, aku terdiam sejenak. Aku terpaku. Aku tak tahu harus berbicara apa lagi kali ini. Air mata sudah mulai menetes membasahi kedua pipiku."Ayah, ini bener kan? Ini tidak b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status