Semua Bab MEMBALAS SUAMI DAN MADUKU: Bab 31 - Bab 40
90 Bab
31. ANAK DAN AYAH BERHADAPAN SEBAGAI MUSUH
ANAK DAN AYAH BERHADAPAN SEBAGAI MUSUHPOV FAJAR“Jangan kurangajar kamu sama orangtua, Amir! Hormati papah!”  jawab Arya tegas. Dia masih berusaha menampilkan sosoknya sebagai orang tua yang ingin dihormati.“Kau tidak pantas untuk dihormati sebagai orang tua, Arya!” ucapku dengan senyum penuh penghinaan.“Jangan mencampuri urusanku, Fajar!” teriak Arya dengan lantang kepadaku. Enak aja, dia pikir kupingku budek apa, ngomong keras banget.“Apa pantas, Amir memanggil papah setelah apa yang papah lakukan kepada mamah?”Kulihat bibir Amir gemetar. Anak itu memang lebih melow daripada kakaknya. Dia tak tahan melihat mamahnya yang sering disakiti oleh papahnya. Bahkan orang yang telah mengandung dan melahirkannya selama sembilan bulan telah dianiaya dan terbujur lemas.Umar melangkah menuju mamahnya. Namun dihalangi oleh Arya.“Jangan menghalangi, atau aku a
Baca selengkapnya
32. KEGILAAN ARYA
KEGILAAN ARYA“Amir! Lagi-lagi kau menghancurkan rencana papah!” teriakan Arya membuatku kesal.“Gak waras kamu Arya! Anakmu bisa mati kalau cangkul tadi mengenainya! Kau ingin membunuh Umar? Dia itu darah dagingmu! Lo yang bikin!” aku berteriak kencang. Rasanya tak percaya ada seorang ayah yang tega menyuruh orang lain untuk membunuh putranya.“Aku tak peduli! Siapapun yang menghalangi rencanaku, harus bersiap untuk mati!” Arya berteriak seperti kesetanan.“Benar-benar gila kamu! apa sebenarnya yang membuatmu jadi buta seperti ini? Kau tak bisa membedakan mana musuh. mana istri dan juga anak-anakmu!” teriakku dengan kesal. Aku kembali menunjuknya dengan kasar.“Itu karena Miranti sudah menantangku! Dia juga sudah mempermalukanku di depan karyawanku. Kalau aku menghabisinya, dia tak akan menggangguku lagi. Semua harta kekayaannya akan jatub ke tanganku!” jawab Arya
Baca selengkapnya
33. MEMOMPA KEBERANIAN AMIR
MEMOMPA KEBERANIAN AMIRPOV UMARKulihat tangan Amir gemetar. Adikku yang satu itu pasti tak berani melakukannya. Dia orang yang sangat ngeri dengan perkelahian. Pernah suatu hari aku memaksanya untuk ikut latihan ilmu beladiri, dia menolak mentah-mentah tawaranku. Kami memang kembar, tapi bukan berati punya keinginan yang sama.Amir lebih pandai dalam pelajaran di sekolah. Dia sangat cerdas. Otaknya selalu bekerja sempurna, sangat berbeda denganku yang hanya mengandalkan fisik semata tapi agak keteter di sekolah. Makanya adikku lebih memilih untuk latihan memanah, berkuda dan juga menembak.“Amir! Cepat kau pukul mereka! Ayo, tunggu apalagi!” aku berteriak kencang. Kalau saja aku tak menahan tubuh mamah dalam gendonganku, sudah kupatahkan leher orang yang mengunci tubuhku dan juga Om Fajar.“Ayo, Amir. Lawan papah!” papah berdiri di hadapanku. Dia membusungkan dada dan menepuk-nepuknya. Papah sangat
Baca selengkapnya
34. AMIR MULAI MENENTUKAN SIKAP
AMIR MULAI MENENTUKAN SIKAP“Amir, jangan dengarkan kakakmu. Kau tidak boleh durhaka kepada papah. Itu sangat berdosa!” Seru papah mencoba menggoyahkan keteguhan adikku.“Tahu apa papah tentang dosa. Mencoba membunuh mamah itu lebih berdosa daripada tak berbakti kepadamu!”“Diam Umar! Jangan pengaruhi adikmu untuk jadi penentang sepertimu!” papah menunjuk ke arahku. Ingin aku patahkan jari yang dengan seenak hati menunjukku.“Amir, dengerin kakak. Saat ini kita berada di medan yang harus kita menangkan. Kalau kita kalah, kita akan meninggalkan orang-orang yang kita cintai. Tapi kalau kita menang, kita hanya akan kehilangan papah yang tidak berguna! Lihat mamah, dia harus segera mendapatkan pertolongan. Kalau terlambat, mamah dan juga calon adik kita bisa meninggal!” Kucoba terus untuk memompa semangatnya.“Dengerin Om, kau tak harus membunuhnya. Kau hanya perlu melumpuhka
Baca selengkapnya
35. BALAS DENDAM
BALAS DENDAMPOV UMARAku masih memejamkan mata dan belum berani menatap ke arah papah. Jauh dari lubuk hati, aku merasakan sakit yang teramat sangat. Walau bagaimanapun, dia tetap orangtua yang harus dihormati dan di jaga keselamatannya, bukan sebaliknya. Aku juga bersalah dan ikut andil dalam keberanian amir untuk melesatkan timah panas ke arah papah.Oh Tuhan, maafkan aku. Sangat sulit untuk memilih. Keadaan yang memaksa kami untuk memilih salah satu di antara mereka. Kalau saja papah tak sekejam itu, kami pasti akan menjaga seumur hidupnya. Tanpa terasa buliran bening mengalir di pipiku. Jemariku tak bisa mengusap. Mungkin mamah juga tak terima kalau kami melakukan hal ini. Percayalan, kami melakukan ini demi keadilan untuk mamah.“Ha ... ha ... ha .... Lihat papahmu Umar, lucu sekali.” Om fajar terus tertawa.Aku merasa terganggu dengan tertawanya. Tega sekali dia tertawa di atas penderitaanku dan adik-adikk
Baca selengkapnya
36. MEMBALAS SATU PER SATU
MEMBALAS SATU PER SATU“Dasar anak bodoh dan tak berguna. Kau pasti akan kalah. Papahmu dan Om baron sangat mudah memusnahkanmu. Dengan menjentikkan jari mereka, kau sudah pasti lenyap!” seru nenek. Dasar nenek lampir, bisanya cuma ngomporin doang.“Nenek lihat saja kemampuan cucu pertamamu ini! Pertarungan akan selesai kalau bukan aku mereka yang akan mati, termasuk kau papah!” aku menunjuk ke arah papah.“Dasar anak kurangajar. Kau pasti akan aku hajar sampai mampus!” seru papah.“Baiklah. Kalau memang kalian terlalu percaya diri, katakanlah siapa yang telah menjambak rambut dan menarik tubuh mamah, dan yang berniat mengubur mamah hidup-hidup supaya aku tidak penasaran menghadapi kematianku!” seruku kembali.“Biar nenek yang jawab! Yang menjambak dan menarik tubuh mamahmu dengan berani adalah stefani. Bahkan dia dengan gagah berani menendang perut mamahmu supaya tak per
Baca selengkapnya
37. PEMBALASAN 1
PEMBALASAN 1 POV UMAR “Umar, tolong ampuni, papah. Papah mohon, bebaskan papah.” Papah menatapku dengan wajah sendu. Rasanya tak tega melihatnya. Walau dia telah menyakiti mamah, tetap saja dia ayahku. Tak seharusnya aku membalaskan dendam dan kebencian ini. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Terngiang nasihat mama, bahwa seburuk apapun papah, dia tetap orangtua yang harus dihormati dan juga disayangi. Kutarik kakiku lalu mensejajarkan diriku dengannya.“Aku penuhi permintaan papah dan bukan berati mengampunimu!” aku berdiri dan menatap ke arah nenek.“Nek, aku menghormati nenek sebagai ibunya papah. Tapi, karena nenek juga ada di sana dan tak menolong mamah, maka nenek juga harus mendapat hukuman. Akan kuberi dua pilihan, nenek yang harus menarik tubuh papah ataukah papah yang akan menarik tubuh nenek. Hukuman ini lebih ringan karena tak harus menarik rambut! Kalian har
Baca selengkapnya
38. PEMBALASAN 2
PEMBALASAN 2“Baik, umar.” Jawab tante nia memotong pembicaraanku. Dia segera mendorong tubuh stefani dan menarik rambutnya. Berkali-kali tante meminta maaf kepada papah dan juga gadis nakal itu. Airmata mengiringi setiap langkah tugasnya. Aku tahu tante tak mau melakukannya, tapi dia lebih memilih menghukum stefani daripada dirinya. Itulah sifat egois setiap manusia. Pada saat keadaan terjepit, pasti akan memikirkan keselamatan diri sendiri.Stefani terus menjerit kesakitan. Dia meronta berusaha melepaskan diri dan memukuli tangan tante. Namun rasa sakit mengalahkan tenaganya. Berkali-kali berteriak meminta tolong kepada papah, tapi papah tak berdaya. Tubuhnya dikunci oleh om fajar. Papah hanya bisa menangis dan memakiku dengan sumpah serapah yang tak pantas diucapkan oleh seorang ayah.“Berhenti Nia! Atau mas akan menghukummu!” teriak papah.“Teruskan saja tante, atau aku akan meneruskan hukumannya k
Baca selengkapnya
39. PEMBALASAN KAKEK
PEMBALASAN KAKEK POV UMAR“Lihat, mereka sangat ketakutan. Aku senang sekali, aku sangat menikmatinya ha ...ha ...ha ...” kakek tertawa puas.“Iya, sangat menggemaskan ha ... ha...” sahut Om fajar. Mereka berdua terlihat sangat bahagia.Berbeda dengan Amir yang mungkin punya perasaan yang sama sepertiku, tak menginginkan hal ini terjadi. Bagaimanapun mereka tetap saudara kami.Kakek terlihat sangat bahagia. Sepertinya kakek sangat menginginkan hal ini terjadi dan sudah merencanakannya dengan matang. Kenapa kakek tidak membicarakannya dulu denganku. Dan kapan kakek menaruh bom itu di dalam mobil. Apa sewaktu kami berangkat tadi kakek sudah memasangnya. Rasanya tidak mungkin karena kakek selalu bersamaku dan tak ada gerak gerik yang mencurigakan. Daripada aku penasaran, lebih baik kutanyakan saja padanya.“Kakek, kenapa kakek tak membicarakannya dulu denganku?” tanyaku k
Baca selengkapnya
4. KONDISI MIRANTI
4O. KONDISI MIRANTIPOV UMAR“Sudah saya cek, tidak ada,” Ucap salah satu polisi.“Coba lebih teliti, pak. Saya yakin pasti ada. Orangtua itu tadi yang bilang kalau dia sudah memasang bom rakitan pada mobil. Saya tidak bohong pak,” Jawab papah yang tetap yakin dengan ucapannya.“Apa bapak meragukan kami?”“Bukan begitu, pak. Tapi ....”“Sudahlah, ayo ikut kami.” Polisi membawa papah menuju mobil.“Arya memang tukang ngibul. Dia Cuma mau merusak nama baik saya saja pak,” Jawab kakek santai. “Jelas saja tak ditemukan apapun, orang saya cuma becanda kok ha ...ha...ha...” kakek tertawa puas melihat kekesalan papah. Aku juga tak menyangka kalau kakek berbohong.Kulihat papah menatap ke arah kakek dengan tak bersahabat. “Awas kau orangtua, akan kubalas nanti!” seru papah kepada kakek.“Aku tunggu, Arya ha..ha..ha...”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status