“Amir, jangan dengarkan kakakmu. Kau tidak boleh durhaka kepada papah. Itu sangat berdosa!” Seru papah mencoba menggoyahkan keteguhan adikku.
“Tahu apa papah tentang dosa. Mencoba membunuh mamah itu lebih berdosa daripada tak berbakti kepadamu!”
“Diam Umar! Jangan pengaruhi adikmu untuk jadi penentang sepertimu!” papah menunjuk ke arahku. Ingin aku patahkan jari yang dengan seenak hati menunjukku.
“Amir, dengerin kakak. Saat ini kita berada di medan yang harus kita menangkan. Kalau kita kalah, kita akan meninggalkan orang-orang yang kita cintai. Tapi kalau kita menang, kita hanya akan kehilangan papah yang tidak berguna! Lihat mamah, dia harus segera mendapatkan pertolongan. Kalau terlambat, mamah dan juga calon adik kita bisa meninggal!” Kucoba terus untuk memompa semangatnya.
“Dengerin Om, kau tak harus membunuhnya. Kau hanya perlu melumpuhka
BALAS DENDAMPOV UMARAku masih memejamkan mata dan belum berani menatap ke arah papah. Jauh dari lubuk hati, aku merasakan sakit yang teramat sangat. Walau bagaimanapun, dia tetap orangtua yang harus dihormati dan di jaga keselamatannya, bukan sebaliknya. Aku juga bersalah dan ikut andil dalam keberanian amir untuk melesatkan timah panas ke arah papah.Oh Tuhan, maafkan aku. Sangat sulit untuk memilih. Keadaan yang memaksa kami untuk memilih salah satu di antara mereka. Kalau saja papah tak sekejam itu, kami pasti akan menjaga seumur hidupnya. Tanpa terasa buliran bening mengalir di pipiku. Jemariku tak bisa mengusap. Mungkin mamah juga tak terima kalau kami melakukan hal ini. Percayalan, kami melakukan ini demi keadilan untuk mamah.“Ha ... ha ... ha .... Lihat papahmu Umar, lucu sekali.” Om fajar terus tertawa.Aku merasa terganggu dengan tertawanya. Tega sekali dia tertawa di atas penderitaanku dan adik-adikk
MEMBALAS SATU PER SATU“Dasar anak bodoh dan tak berguna. Kau pasti akan kalah. Papahmu dan Om baron sangat mudah memusnahkanmu. Dengan menjentikkan jari mereka, kau sudah pasti lenyap!” seru nenek. Dasar nenek lampir, bisanya cuma ngomporin doang.“Nenek lihat saja kemampuan cucu pertamamu ini! Pertarungan akan selesai kalau bukan aku mereka yang akan mati, termasuk kau papah!” aku menunjuk ke arah papah.“Dasar anak kurangajar. Kau pasti akan aku hajar sampai mampus!” seru papah.“Baiklah. Kalau memang kalian terlalu percaya diri, katakanlah siapa yang telah menjambak rambut dan menarik tubuh mamah, dan yang berniat mengubur mamah hidup-hidup supaya aku tidak penasaran menghadapi kematianku!” seruku kembali.“Biar nenek yang jawab! Yang menjambak dan menarik tubuh mamahmu dengan berani adalah stefani. Bahkan dia dengan gagah berani menendang perut mamahmu supaya tak per
PEMBALASAN 1POV UMAR“Umar, tolong ampuni, papah. Papah mohon, bebaskan papah.” Papah menatapku dengan wajah sendu. Rasanya tak tega melihatnya. Walau dia telah menyakiti mamah, tetap saja dia ayahku. Tak seharusnya aku membalaskan dendam dan kebencian ini. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Terngiang nasihat mama, bahwa seburuk apapun papah, dia tetap orangtua yang harus dihormati dan juga disayangi. Kutarik kakiku lalu mensejajarkan diriku dengannya.“Aku penuhi permintaan papah dan bukan berati mengampunimu!” aku berdiri dan menatap ke arah nenek.“Nek, aku menghormati nenek sebagai ibunya papah. Tapi, karena nenek juga ada di sana dan tak menolong mamah, maka nenek juga harus mendapat hukuman. Akan kuberi dua pilihan, nenek yang harus menarik tubuh papah ataukah papah yang akan menarik tubuh nenek. Hukuman ini lebih ringan karena tak harus menarik rambut! Kalian har
PEMBALASAN 2“Baik, umar.” Jawab tante nia memotong pembicaraanku. Dia segera mendorong tubuh stefani dan menarik rambutnya. Berkali-kali tante meminta maaf kepada papah dan juga gadis nakal itu. Airmata mengiringi setiap langkah tugasnya. Aku tahu tante tak mau melakukannya, tapi dia lebih memilih menghukum stefani daripada dirinya. Itulah sifat egois setiap manusia. Pada saat keadaan terjepit, pasti akan memikirkan keselamatan diri sendiri.Stefani terus menjerit kesakitan. Dia meronta berusaha melepaskan diri dan memukuli tangan tante. Namun rasa sakit mengalahkan tenaganya. Berkali-kali berteriak meminta tolong kepada papah, tapi papah tak berdaya. Tubuhnya dikunci oleh om fajar. Papah hanya bisa menangis dan memakiku dengan sumpah serapah yang tak pantas diucapkan oleh seorang ayah.“Berhenti Nia! Atau mas akan menghukummu!” teriak papah.“Teruskan saja tante, atau aku akan meneruskan hukumannya k
PEMBALASAN KAKEKPOV UMAR“Lihat, mereka sangat ketakutan. Aku senang sekali, aku sangat menikmatinya ha ...ha ...ha ...” kakek tertawa puas.“Iya, sangat menggemaskan ha ... ha...” sahut Om fajar. Mereka berdua terlihat sangat bahagia.Berbeda dengan Amir yang mungkin punya perasaan yang sama sepertiku, tak menginginkan hal ini terjadi. Bagaimanapun mereka tetap saudara kami.Kakek terlihat sangat bahagia. Sepertinya kakek sangat menginginkan hal ini terjadi dan sudah merencanakannya dengan matang. Kenapa kakek tidak membicarakannya dulu denganku. Dan kapan kakek menaruh bom itu di dalam mobil. Apa sewaktu kami berangkat tadi kakek sudah memasangnya. Rasanya tidak mungkin karena kakek selalu bersamaku dan tak ada gerak gerik yang mencurigakan. Daripada aku penasaran, lebih baik kutanyakan saja padanya.“Kakek, kenapa kakek tak membicarakannya dulu denganku?” tanyaku k
4O. KONDISI MIRANTIPOV UMAR“Sudah saya cek, tidak ada,” Ucap salah satu polisi.“Coba lebih teliti, pak. Saya yakin pasti ada. Orangtua itu tadi yang bilang kalau dia sudah memasang bom rakitan pada mobil. Saya tidak bohong pak,” Jawab papah yang tetap yakin dengan ucapannya.“Apa bapak meragukan kami?”“Bukan begitu, pak. Tapi ....”“Sudahlah, ayo ikut kami.” Polisi membawa papah menuju mobil.“Arya memang tukang ngibul. Dia Cuma mau merusak nama baik saya saja pak,” Jawab kakek santai. “Jelas saja tak ditemukan apapun, orang saya cuma becanda kok ha ...ha...ha...” kakek tertawa puas melihat kekesalan papah. Aku juga tak menyangka kalau kakek berbohong.Kulihat papah menatap ke arah kakek dengan tak bersahabat. “Awas kau orangtua, akan kubalas nanti!” seru papah kepada kakek.“Aku tunggu, Arya ha..ha..ha...”
ANAK MIRANTI MENINGGAL“Om, bagaimana keadaan mamah?”Aku dikejutkan oleh suara amir. Kulihat Amir, umar, kakek dan neneknya berjalan menuju ke arahku.“Om belum tahu. Dokter masih berada di dalam ruang operasi. Belum ada statement apapun.” Jawabku. “Apa kalian sudah diambil darahnya?” tanyaku kembali.“Sudah Om. Aku dan kakak juga nenek. Darah kakek berbeda golongan dengan mamah.” Jawab amir kembali.Belum sempat mengambil posisi duduk, kami dikejutkan oleh dua orang perawat yang membawa bayi mungil. Kami menghentikan suster dan melihat bayi perempuan yang sangat cantik seperti mamahnya.“Suster, bisa saya menggendongnya? “ tanya tante parwati, neneknya umar dengan wajah berseri.“Maaf, bayi ini sudah meninggal. Kami harus segera memandikan jasadnya,” Jawab suster yang menggendong bayi.“Gak mungkin.” Tante parwati menan
SEMBUHPOV FAJARSetelah memakan waktu sekian lama, operasi selesai dan berjalan dengan lancar. Walau tadi keadaan Miranti sempat kritis, tapi tetap terselamatkan. Karena kondisi yang belum stabil dan tidak sadarkan diri, dokter memutuskan untuk membawa ke ruang ICU. Jika dalam dua belas jam dia masih bertahan, artinya masa kritisnya terlewati. Jika dalam dua puluh empat jam belum tersadar juga, berarti dalam keadaan koma. Hanya keajaiban Tuhan yang bisa menyembuhkan. Dokter sudah berusaha melakukan yang terbaik.Lututku gemetar dan terasa lemas laksana tak bertulang. Hati terasa rapuh dan tak ingin kehilangan Miranti. Aku harus selalu berada di sampingnya dan menemani di masa-masa tersulit dalam hidupnya.Aku menunggu Miranti seorang diri. Om dan yang lainnya mengurus pemakaman sang bayi . Sedih yang kurasakan seolah mewakili perasaan si mawar jelek. Ku genggam erat jemarinya, lalu membisikan kata-kata penyemangat hidupnya.