Semua Bab Cinta Untuk Dr. Saka: Bab 21 - Bab 30
109 Bab
Pilihan yang sulit
Saka tak berhenti menatap Arini yang begitu peduli pada keponakannya. Apa yang di katakan dokter Han memang benar, Arini bisa menjamin kesehatan keponakannya itu."Arini, ada hal yang ingin aku bicarakan padamu!" ujar Saka menatap Arini yang berdiri di sampingnya.Arini mendongak. Rasa penasaran kini mulai menghampiri dirinya. Ia mengernyit melihat wajah saka yang mulai lelah."Dokter baik-baik saja?" tanya Arini memastikan."Aku baik-baik saja," jawab Saka yang mulai menjauhkan diri dari keponakannya.Arini membantu. Dengan telaten ia mulai menyandarkan kepala Alya tepat di atas bantal yang tersedia."Arini, Alya membutuhkan perawat untuk menjaganya," tutur Saka yang mulai duduk di kursi sofa yang tersedia di sana."Kenapa harus membutuhkan perawat? Bukannya dia sudah memiliki mama yang akan siap menjaganya?" tanya Arini yang membuat Saka menghela nafas panjang. Apa yang ada di benaknya benar-benar terjadi. Beberapa pertanyaan mulai
Baca selengkapnya
Gadis penolong itu adalah Arini
"Iya. Kakek baik-baik saja?" tanya balik Arini seraya memegang kepalanya. Pandangannya mulai kabur, gelap danBukArini terjatuh kembali dan tak sadarkan diri."Nak, bangun!" Kakek Rendra bingung. Saka mulai berantri untuk mengambil obat untuk dirinya sendiri. Wajah tampan yang memikat hati membuat semua orang tak mampu berpaling darinya."Dokter saka!" teriak pegawai apoteker yang mengejutkan semua orang.Semua orang tak berhenti mengerjap. Pandangan mata mereka tertuju ke arah orang yang mereka kagumi adalah seorang dokter."Tampan sekali, dokter itu!""Iya. Ternyata semua dokter di sini ganteng-ganteng, ya!" ujar mereka saling menyahut.Saka mulai melangkah pergi meninggalkan mereka yang masih tercengang dengan apa yang terlontar dari mulut pegawai apoteker itu."Dokter saka bisa mengobatinya? Kalo dokter kesusahan, saya bisa membantu dokter!" harap pegawai apoteker itu seraya menyodorkan obat yan
Baca selengkapnya
Kakek Rendra kakeknya dokter Saka 2
Kakek Rendra tak berhenti mengerjap. Beliau seakan tak percaya jika gadis yang menolongnya, mempunyai nomor telepon cucunya."Mereka saling mengenal?" Saka mulai membuka korden yang menutupi tempat untuk pasien. Kedua matanya mengerling saat dokter Lukman ingin mendaratkan ciuman ke kening Arini. "Malam, dokter Lukman!" kata Saka yang menggagalkan aksi sang dokter. Dokter Lukman terkejut dan mendesah sebal. Dari dulu, Saka selalu menggagalkan rencananya untuk bersama dengan Arini."Sialan! Kenapa dia selalu ada di dekat Arini? gumam batin dokter Lukman  menghela nafas dan tersenyum ke arah Saka."Aku hanya merapikan rambut Arini," jawab dokter Lukman membelai rambut Arini.Saka tersenyum tipis. Jawaban dokter Lukman sama sekali tak berubah. Masih sama seperti dulu."Apa tak ada alasan lain untuk menjawab pertanyaanku itu?" tanya Saka menghampiri.Dokter Lukman terdiam. Kedua tangannya mengepal dan
Baca selengkapnya
Keputusan yang berat
Kedua matanya terpejam seakan ingin menenangkan detakan jantung yang berdetak begitu kencang. Suara deru mobil yang berdecit membukakan kedua matanya secara perlahan.Sesaat, sudut mata Arini mengerut melihat sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan rumahnya. Ia terkejut, terperangah melihat Farel kakaknya di seret oleh orang yang bertubuh besar dengan memakai setelan jas berwarna hitam."Kakak?"BukFarel jatuh tepat di hadapan Arini."Kakak," ucap Arini menolong kakaknya yang tersungkur. Arini mengerling saat melihat wajah tampan yang dimiliki kakaknya memudar akibat luka lebam yang  merata di kedua pipi. Tangan Arini yang penuh keringat mulai mendongakkan wajah Farel."Sakit, Arini!" keluh Farel menangkis tangan Arini."Itu belum seberapa, Farel!" ucap salah satu orang bertubuh besar tersebut yang membuat Arini seketika menoleh ke arah sumber suara tersebut."Saya akan pastikan kamu akan kumasukkan ke dalam rumah s
Baca selengkapnya
Hari pertama
"Arini, apa keluargamu baik-baik saja?" Pertanyaan Saka yang membuat Arini seketika melipat bibir. Dua manik bola matanya tak berhenti mengerjap. Sesekali ia menyeringai menatap Saka yang mulai curiga dengan dirinya."Arini, ada apa?" tanya Saka penasaran.Arini tersenyum simpul. Lesung pipit di wajahnya seakan menandakan kalo dirinya baik-baik saja."Kenapa sekarang dokter perhatian sama aku?" tanya balik Arini yang mengalihkan pembicaraan.Saka menghela nafas panjang dan memilih untuk tidak berdebat dengan Arini."Dokter tak usah khawatir! Aku dan keluargaku baik-baik saja, kok!" kata Arini menorehkan senyum manisnya.Saka menoleh dan memaksa untuk membalas senyum Arini.Apa aku akan baik-baik saja jika kamu tidak lagi menjadi asistenku? gumam batin Saka beralih menatap ke arah luar jendela mobil.Senyum Arini memudar. Bibirnya melipat seraya menahan rasa sesak di dada. Kata andai selalu terucap dalam hati kecilnya. Andai saj
Baca selengkapnya
Paman terbaik buat Alya
Arini hanya meringis.  Bisa-bisanya mereka rela menunggu berjam-jam demi mendapatkan pemeriksaan dari Saka.Sebenarnya pelet apa sih yang digunakan olehnya? Sampai-sampai semua orang selalu memuji dirinya. Nggak di Papua di Jakarta, semua menginginkan dia! gumam Arini menghela nafas panjang.Di ruang rawat AlyaAura terkejut saat melihat dua orang yang ia cintai secara bersamaan berjalan menghampiri dirinya. Wajah tampan, cool, telah melekat di diri mereka. Hanya saja, cara penampilan mereka yang berbeda. Saka lebih suka menggunakan baju santai sedangkan Devian lebih dominan mengenakan setelan jas kemana pun ia pergi."Sayang, akhirnya kamu datang!" kata Aura menghampiri Devian dan Saka.Saka mengernyit melihat mantan kekasihnya itu mencoba untuk memanas-manasi dirinya. Ia menghela nafas dan memilih pergi untuk meninggalkan mereka."Aura, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana bisa Alya terjatuh dari tempatnya? Bukankah kamu menjaganya?
Baca selengkapnya
Malam terakhir
"Arini, wanita yang kemarin?" tanya Aura memastikan.Aura tersenyum sinis saat Devian menganggukkan kepala. Ia tak habis pikir jika suaminya membiarkan Arini, orang yang begitu ia benci selalu bersama dengan mantan kekasihnya."Enak banget jadi Arini itu, mengasuh Alya sambil berduaan dengan saka," kata batin Aura menegak salivanya dengan paksa. Rasa tak rela di dirinya mulai meronta-ronta. Entah kenapa, ia sangat tak rela jika Arini menggantikan posisinya di hati Saka.Di kantin, Arini terdiam mengingat dan merenung kembali perkataan dari direktur rumah sakit kepadanya."Arini Ardelia, mulai besok kamu langsung bekerja untuk merawat Alya dan kamu tidak perlu datang ke rumah sakit ini lagi," tutur pak Grag, selaku direktur utama rumah sakit.Jika aku merawat Alya besok, berarti hari ini adalah hari terakhirku bekerja dengan dokter saka! kata batin Arini menatap ke arah kotak makan yang ada di depannya.Dokter saka, aku pasti akan merindukanm
Baca selengkapnya
Momen terakhir
"Apa kamu sadar? Tindakanmu itu bisa membuat dirimu celaka? Bagaimana kalo tidak ada aku? Kamu pasti akan terjatuh ke bawah. Mentang-mentang kamu bisa manjat, seenaknya kamu melakukan hal yang sangat berbahaya?" gerutu Saka mengomel tiada henti.Arini menyeringai dan dengan santainya menopangkan satu tangan di dada saka untuk menyangga dagunya.Saka mengernyit dan menahan sakit akan tumpulan siku tangan yang mengenai dadanya."Argh, aku pasti sangat rindu dengan omelan dokter ini?" tanya Arini menatap Saka dengan penuh arti. Saka tersenyum menatap wajah manis yang berada di depannya. Rambut hitam panjang yang terurai membuat Saka tak berhenti membenarkan rambut indah yang dimiliki asistennya tersebut."Aku juga akan rindu sama perawat bawel dan sok jago ini!" ucap Saka  tersenyum tipis.Arini mengernyit dan spontan memukul bahu Saka yang tertutup dengan seragam dokter. "Kenapa memukulku?"Saka memprotes dan ter
Baca selengkapnya
Penyesalan Ayah
Arini tersenyum dan meraih kedua tangan besar yang di miliki ibunya."Hari ini, Arini tidak ke rumah sakit, Bu!" tutur Arini yang membuat sang ibu bingung dengan apa yang terlontar dari mulutnya."Kamu ini bicara apa sih? Jangan bercanda deh!" tukas ibu memukul bahu putrinya."Aw, ibu ... kenapa ibu memukul Arini?" Bibir Arini memanyun. Dengan manjanya , ia mengusap bahu yang tertutup dengan kemeja putih yang ia kenakan."Makanya jangan bicara yang bukan-bukan. Kalo kamu tidak kerja di rumah sakit, bagaimana dengan masa depan kamu, Arini?"Arini menghela nafas panjang. Ia mulai berdiri dan memegang tangan sang ibu dengan belaian yang lembut.Perlahan, ia mulai menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya dengan pekerjaannya."Bu, mulai hari ini Arini bertugas menjaga dan merawat salah satu anak konglomerat di kota ini. Pihak rumah sakit juga sudah menyetujuinya," jelas Arini dengan senyum manisnya."Maksud kamu, kamu me
Baca selengkapnya
Lebih melelahkan
"Ehm, alangkah baiknya jika dokter yang membeli semua keperluan Alya," ucap Arini menyodorkan kembali uang tersebut.Saka mengernyit dan bingung dengan apa yang di maksud Arini."Kenapa? Apa kamu tak bisa melakukan hal kecil seperti ini?" tanya Saka.Arini menghela nafas panjang. Ia sudah tau jika pertanyaan itu aka terlontar dari mulut dokter yang bekerja bersamanya selama 7 tahun itu."Dokter saka yang tampan dan baik hati. Dokter apa lupa dengan keadaan keponakan dokter? Masa' iya, aku meninggalkan dia seorang diri di apartemen ini?" tanya Arini mengingatkan saka.Seketika, Saka menoleh ke arah Alya yang masih tertidur pulas di atas tempat tidur. Tubuhnya yang gendut terkulai lemas dengan sakit yang di derita."Dokter lupa?" tanya Arini membuyarkan lamunan Saka.Saka menyeringai. Meskipun saat ini mereka tidak bekerja sama lagi, tapi lagi dan lagi saka selalu kena semprot oleh mantan asistennya itu."Iya, aku lupa akan hal i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status