All Chapters of Diary Istri CEO: Chapter 71 - Chapter 80
105 Chapters
Sekretaris Baru
Tiga bulan berlalu. Rahman masih menyikapi kecelakaan Shelin dengan kepala dingin. Meski dalam hatinya ingin segera untuk melumpuhlan lawannya yang sembunyi di balik senyuman.             Siang itu saat Rahman menghadiri rapat tertutup tanpa sengaja dia bertemu dengan Dimas. Keduanya saling pandang. Kedua mata saling beradu, Rahman menganggap bukan kebetulan bisa bertemu dengan Dimas.             “Rahman, sudah kamu temukan dalam yang menyebabkan kecelakaan itu?”             Langkah kaki Rahman pun berhenti saat mendengar Dimas bertanya seperti itu. Rahman membalikkan badan dan menatap Dimas penuh tanya. Rasa penasaran mulai mengganggu pikirannya.             “Apa yang kamu ketahui?” Rahman balik tanya.     
Read more
Mencari
Pov Aisyah               Satu tahun kemudian.             Semua perjalanan hidup yang telah kulalui di ibukota ini tidaklah seindah impian.Lika-liku perjuangan untuk mempertahankan dengan apa yang telah dicapai ternyata tidak mudah. Mertuaku, kembali ke Singapura untuk melanjutkan kehidupannya di sana. Sedangkan aku terus belajar untuk mendampingi suamiku mengurus perusahaan dan juga rumah tangga, yang tentunya masih setia mbok Darsih.             Kedua anak kami tumbuh dengan sehat tanpa kekurangan suatu hal apa pun. Bilal dan Kuat sama-sama mendapatkan kasih sayang yang rata. Aku dan Rahman, sudah berdiskusi untuk membicarakan masa depan Kuwat. Jika mbok Darsih sudah tidak lagi kuat bekerja, maka kami akan tetap merawat Kuwat dan juga mbok Darsih dengan baik.   &nb
Read more
Keusilan Suamiku
Pov Aisyah             Ku atur napas setelah sampai di atas. Sambil berjalan menuju ke posisi dimana Bilal sedang duduk anteng bermain dengan mainannya. Kubalikkan badan sedikit melototi wajah suamiku yang kelihatan tidak berdosa.            “Mas, kamu manggil aku ada apa?” tanyaku serius.            “Ini sudah habis ya, sayang?” Rahman melihatkan botol minyak telon.            Tatapannya juga begitu aneh atau hanya aku yang overreacting. Akupun menarik napas lebih panjang dan menghempaskan pelan. Aku kira terjadi sesuatu dengan Bilal. Botol yang kosong kuganti dengan yang baru.            Kucium badan Bilal, sudah wangi minyak telon. An
Read more
Sambal Teri Hijau
Pov Aisyah               Kusingkirkan wajah Rahman dari ciuman yang lekat tadi. Aku harus segera menyadarkannya. Jam sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Kami harus segera sampai di ruang meeting.             Aku berjalan di samping Rahman layaknya seperti seorang sekretaris. Pintu lift terbuka, kami pun masuk dan menekan tombol angka tujuh. Di dalam lift Rahman memegang tanganku. Terasa hanyat sekaligus dingin. Entah perasaanku saja atau ini hanya karena di dalam lift memang dingin.             “Mas, kamu siap kan untuk meeting?”             “Kan ada kamu sayang…”             “Tapi kamu CEO-nya, Mas.”      &
Read more
Ingin Kukatakan
Pov Rahman             Ingin kukatakan pada istriku. Namun aku terlalu takut. Kebenaran ini belum juga bisa kuterima dengan ikhlas. Mungkin ini adalah hukuman untukku dari Tuhan. Aku terlalu belum siap untuk jujur.            Selama ini Aisyah begitu tulus menerima setiap keburukanku. Dia ikhlas mencintaiku tanpa syarat. Meski awalnya dia ingin menyelematkan dirinya dari dosa. Aku yang membuatnya masuk ke lembah penuh dosa. Untuk menghindari itu semua, Aisyah rela untukku nikahi.            Awalnya aku tidak yakin untuk menikahinya. Bagimana bisa aku hidup menjadi ikatan pernikahan jika anak saja tidak akan kumiliki. Rasanya percuma. Namun istriku memberikan kepercayaan untuk ikhtiar. Kami jalani bersama.            Namun
Read more
Dia
Pov Rahman Kuamati istriku yang sudah sibuk bersama mbok Darsih menyiapkan sarapan. Sementara kedua anak-anak aku yang menjaganya. Tetapi tentu saja dengan bantuan baby sitter yang hanya bertugas membantu saja. Sebagai seorang suami tentunya aku tidak mungkin tega untuk membiarkan istriku terlalu kecapean.Bilal dan Kuwat yang hanya terpaut jarak tiga bulanan kelihatan tumbuh seimbang. Meski badan Bilal lebih kecil tapi aktifnya sama saja.“Mas, makan dulu…” panggil Aisyah.Aku pun membawa Bilal dan Kuwat ke meja makan.“Mamamama makan…”Kududukkan anak-anak ke kursi khusus untuk mereka. Dengan khidmat kami berdoa bersama. Saat sedang makan, Bayu masuk dari pintu dapur. Tatapan seperti penting namun dia urungkan melihat kami sedang makan. Sudah menjadi peraturan untuk pekerja di sini, di saat keluarga sedang makan jangan pernah diganggu.Bayu berdiri tegap di dekat pintu keluar dapur
Read more
Sebuah Awalan
Langit biru membentang di cakrawala biru. Sepanjang jalan menampakkan pesonanya. Menjadikan decak kekaguman pada hati yang kosong oleh perasaan. Hanyut dalam lebur kebimbangan.Waktu berjalan beriringan terus mengisahkan penambahan persoalan hidup. Ragam hati yang mudah terbolak balik oleh waktu. Mencari titik temu untuk kita bisa menyikapi lebih bijak. Bukan tentang perasaan saja melainkan keinginan.Dari sudut pandang ekor mata Rahman memperhatikan Bayu, bahkan bukan sakadar memperhatikan saja. Melainkan pelan-pelan sambil membaca sifat yang dimiliki body guard yang terbilang masih muda.Semakin waktu, Bilal juga bisa akrab dengan Bayu. Sepanjang sore, Bayu mengajak bermain Bilal dan Kuwat yang kedua kakinya sudah kokoh berlarian mendendang bola. Dengan kesibukan yang Rahman lakukan di balik meja terkadang membuat jeda hubungan antara ayah dan anak. Namun untuk kasih sayang, Rahman tidak pernah mengurangi sedikit pun. Selalu ada waktu dan tempat untuk mendenga
Read more
Dalam Hangat
Desiran deru napas semakin menyatu. Melekatkan dua tubuh menjadi selimut hangat malam. Sepertinya malam ini adalah benar-benar malam panjang yang telah dinantikan setelah sebulan menahan diri. Menahan diri dari keinginan yang akhirnya bisa tercurahkan. Decak jantung mengikuti irama napas. Saling mengunci dalam ikatan cinta.            Terkulai lemas setelah peluncuran puncak cinta membara. Menuju muara cinta untuk disematkan bibit-bibit doa. Bibir mengucapkan syukur alhamdulilah.            Aisyah mengambil baju dan menuju ke kamar mandi setelah kira-kira lima belas menit tadi membiarkan benih lebih menyatu dengan rahimnnya dan berharap bisa segera dibuahi.            Di dalam kamar mandi, Aisyah membersihkan diri. Menatap cermin dan melihat sayu matunya yang dari tadi menahan kantuk. Deraan malam
Read more
Dari Sketsa
Perputaran waktu seakan tidak sinkron. Perubahan yang mendadak membuat laju kaki terkendala. Pagi ini yang bagaikan rush hour menuju kantor. Rahman mempercayakan Bayu untuk menjadi supir pribadinya. Setelah trauma tentang pak Darto hilang secara perlahan. Waktu telah menyapu kenangan silam.             Kecelakaan yang membuat Shelin, adiknya harus meninggal setelah perjuangannya di meja operasi tidak bisa berhasil. Aisyah focus melihatkan gambar-gambar binatang dari flashcard. Dengan cara melihat gambar Bilal akan lebih mudah menangkap setiap kosa kata baru. Itu juga sangat bagus untuk tumbuh kembang anak.             Rahman focus dengan pandangan jalanan aspal hitam yang pekat. Kendaraan lain ada yang menyalip bahkan terkadang Bayu juga harus menyalip. Cara menjalankan mobil, Bayu lumayan diacungi jempol.        &nb
Read more
Dari Sketsa 1
Aisyah telah selesai urusan di dapur. Dia naik ke atas. Lampu kamar Bilal juga masih menyala. Aisyah melihat ke kamarnya, masih ada Rahman yang sedang membacakan dongeng di atas tempat tidur.            “Anak pintar belum tidur?”            “Mama, sini…”            Bilal menepuk kasur meminta Aisyah duduk di sampingnya. Rahman mengelus kepala Bilal sambil mengecup keningnya.            Bunyi suara handphone mengharuskan Rahman keluar dan menjawab panggilan. Aisyah tersenyum melihat suaminya yang mengelus pundaknya. Meski masih diam dalam membaca gestur gerak gerik Rahman.            Rahman berjalan ke teras kamar. Sambil memandang ke arah lang
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status