All Chapters of Wanita Masalalu Suamiku: Chapter 31 - Chapter 40
91 Chapters
31. Bebas
Bunga yang disusun, kelopak yang berjatuhan, matahari yang menyengat dengan perasaan damai kurasakan di tempat ini. Perutku semakin membesar dengan status baru. Kini aku resmi menjanda. Ada rasa bahagia sekarang lebih memilih melepaskan apa yang membuatku terpuruk dan sakit. Sebulan yang lalu ketika hakim mengetuk palu tanda aku dan mas Aldi bercerai, sepulangnya dari Pengadilan mungkin aku masih menyempatkan diri untuk menangis. Bagaimanapun, dia memiliki andil besar di hidupku. Kami tetap pernah merasakan bahagia bersama sampai akhirnya kami saling menyakiti. Mobil Harrier mas Aldi dijadikan harta gono gini karena memang itu ada andil uangnya juga. Aku masih ingat betapa senang dan histeris kegembiraan dari Wulan yang memekik ketika palu diketuk menandakan aku resmi bercerai. Hatiku akan pulih, hatiku akan bahagia, meski tidak dalam waktu beberapa bulan kedepan. Fais juga berkali-kali meminta maaf karena rumah tanggaku hancur kar
Read more
32. Menghabiskan senja dengan Risjad
Aku kembali menginjakkan kakiku di Ibu Kota. Kembali menjalankan rutinitas seperti biasa. Kali ini aku ingin ke Supermarket milikku untuk memantau kinerja para karyawan. Aku bosan terus menerus di rumah tanpa mengerjakan apapun, jadi lebih baik aku kesini saja. Baru membolak-balikkan lembar demi lembar yang harus ku cek. Priska, salah satu karyawanku tergesa-gesa menghampiriku yang kini tengah duduk di sofa santai dalam ruangan ber-AC itu. “Maaf, Bu! Ada pak Aldi di bawah!” terangnya, membuatku langsung menegakkan dudukku. “Saya nggak salah dengar, Pris? Ngapain, kalau mau belanja, layani saja seperti yang lain.” sahutku. “Nggak, Bu. Pak Aldi mengambil beberapa buah dan mie instan, pak Aldi mencoba kabur tanpa membayar. Dia hanya berteriak kalau Ibu sudah mengizinkan.” terangnya lagi membuatku geleng-geleng kepala. Aku langsung meminta Priska untuk membawaku ke tempat di mana Aldi me
Read more
33. Pernyataan Risjad
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, walaupun hari ini adalah hari minggu. Aku ingin berjalan-jalan disekitaran komplek, karena kata mamaku, bagus untuk ibu hamil. Setelah selesai bermunajat, aku memilih menuju dapur untuk membuat susu. Aku beruntung, karena kehamilanku tidak terjadi mual yang cukup parah. Aku hanya mual pada trimester awal saja. Jadi sekarang, aku malah akan mual kalau telat makan. Tita--dokter kandungan sekaligus tetanggaku mengatakan memang lebih banyak mual muntah dijumpai pada trimester pertama, tapi tak jarang ada yang sampai 9 bulan pun masih merasakannya. Aku melihat pantulan wajahku di cermin bulat dengan ukiran unik disetiap pinggirannya itu yang ku letakkan di ruang tamu. Aku amati wajahku, kemudian terkekeh sendiri. Rasanya sangat lucu melihat wajahku yang sekarang. Ternyata menjadi gendut tidak terlalu buruk. Aku menikmati perubahan ini. Setelah menenggak habis susu hamil rasa strawberry, aku berjalan melewati rumah-
Read more
34. Perayaan
Alunan musik klasik memenuhi seantero rumahku yang di dominasi cat berwarna putih. Aku memilih duduk dengan bantal yang menopang bagian belakang tubuhku. Pinggangku sudah sangat pegal sekali kalau duduk tidak menyandar pada apapun. Kini aku tengah menanti kelahiran anakku, karena usia kehamilanku sudah memasuki 9 bulan. “Nduuk, ini buahnya.” aku mengangguk sambil menerima piring kecil berisi buah-buahan dari Mbok Nah. Rasanya damai sekali saat seperti ini. Hanya alunan musik, aroma terapi yang menenangkan, suasana yang bagus. Hmm, aku suka ini. Ting.. Tong.. Bel rumah berbunyi, aku berusaha bangun dari dudukku. Namun dicegah oleh Mbok Nah. Dengan cekatan wanita itu menuju pintu bercat biru tua dan membukanya. Aku tersenyum hangat pada seseorang yang baru saja duduk dan membelai perutku. Aku yakin pipiku bersemu merah sekarang. “Kamu nggak ngantor? Kok, malah kesini,“ tanyaku padanya,
Read more
35. Melahirkan
Jam menunjukkan pukul 3 dinihari. Namun, perutku terasa mulas dan nyeri yang sangat hebat dibagian pinggang, rasanya panas sekali. Keringat sudah membanjiri tubuh, sedangkan nafasku sudah tak beraturan. Aku mencoba turun dari ranjang menuju pintu dan membukanya. Setengah mati aku merasakan perutku yang nyeri luarbiasa. “Mbook, Mbook,” panggilku lirih. Ku gigit bibirku untuk menahan rasa nyeri pada bagian perut dan pinggang. Aku memilih duduk dibibir tangga dan menelpon Risjad. Panggilan ketiga, lelaki itu baru mengangkatnya.“Ssshh, Ris ... Ka-mu b-bisa kesini ng-ngak, Ris ...” ucapku terengah-engah. “Kamu kenapa Sayang?! Iya, aku kesana sekarang. Tunggu aku!” Sambungan telpon terputus dan aku masih berusaha memanggil Mbok Nah. Beruntung, karena dari bibir tangga aku bisa melihat wanita itu tengah menapaki tangga dengan sedikit mempercepat langkah. “Ya Allah
Read more
36. Katya Lyubov Oxana
Rumah yang semula ramai berganti menjadi sunyi, sepi. Apa lagi anak semata wayang ku tidur. Aku beruntung memiliki seorang bayi yang terus terlelap sepanjang malam. Jadi, aku bisa istirahat dan menyusuinya 2 jam sekali. Mataku enggan terpejam meskipun novel tebal sudah habis kubaca. Pikiranku gelisah tentang Aldi yang mau ke rumah menengok putriku yang ku beri nama “Katya Lyubov Oxana” terserah kalau nanti dia memprotes namanya. Ini bayiku, anakku dan aku lebih berhak atasnya. Aku pandangi wajah mungil kemerahan di sampingku. Untuk saat ini, wajah mungil itu memang mendominasi wajah Aldi. Tapi kata sebagian orang, bayi akan berubah seiring bertambahnya usia dan aku berharap, Katya akan semakin mirip denganku. Apa aku harus mempertimbangkan permintaan Risjad yang meminta pernikahan dipercepat? Jujur saja, aku belum siap. Aku masih trauma menjalani rumah tangga. Tapi kalau aku mau menjalani rumah tangga dengannya, pasti Aldi akan lebi
Read more
37. Satu bulan menikah?
“Kenapa kamu bilang begitu, Ris?!” hatiku masih dongkol dengan ucapannya yang baru saja memberi lampu hijau pada mantan suamiku untuk leluasa menemui Katya. “Apa yang salah, Re? Katya adalah anaknya. Kamu tidak bisa lepas dari itu semua walaupun aku juga tidak suka kamu masih bertemu dengan lelaki itu. Tapi ikatan darah tidak bisa hilang begitu saja Re,” jawabnya dengan suara lembut. “Meskipun Katya adalah anaknya, aku tetap tidak rela, Ris! Aku tetap tidak setuju kalau dia mengunjungi anaknya dengan mudah setelah dia mengabaikan aku saat aku tengah mengandung anaknya!” sentakku tajam sambil menaikan volume suaraku. Katya menangis. Mungkin karena suaraku yang telah mengagetkannya. “Tenang dulu, Re ... Maaf kalau kata-kata ku tadi tidak kamu sukai. Tapi bukankah salah kalau kamu berusaha menjauhkan anakmu dengan Papanya--”“Dan mengenal Wulan sebagai Ibu Tirinya, begitu?!&
Read more
38. Siapa, Rosalind?
Keesokan harinya, aku kembali pada rutinitasku. Ke Supermarket dan menengok Restoran. Sudah sebulan aku memilih bersantai dan menikmati peran ini. Setelah aku bersiap, aku titipkan Katya pada babysitter yang baru malam tadi sampai di rumahku. Babysitter yang menurutku wajahnya tidak begitu asing. Namun, aku tetap tidak tahu dia siapa. Ku lajukan mobil sport berwarna merah milikku. Kali ini yang menjadi tujuanku adalah Supermarket milikku  yang terletak disebuah Mall dan sudah ada beberapa cabang dengan orang-orang kepercayaanku yang membantu mengelolanya. Sesampainya di sana, aku tidak langsung masuk kedalam ruanganku. Namun, aku ingin melihat dulu para karyawan yang mulai sibuk menata barang, dan mengecek ketersediaan barang yang lain. Semua karyawan mengangguk hormat dengan senyum manisnya padaku dan tentu saja kubalas dengan sebuah senyuman manis pula. Saat aku sedang berbicara dengan karyawanku di meja Kasir, netraku menan
Read more
39. Bercerai karena perjanjian?
Wajahnya yang sempurna memucat kala mendengar kata-kataku barusan. Semudah itu aku mengatakannya, tidak merasa terbebani, meski dalam hatiku sedikit terasa perih. Hanya sedikit. “Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Rose, Re! Dia kekasih Erick saat di Aussie. Dan memang, wanita itu pernah menyatakan cinta padaku sampai menyusulku ke Kanada.” terangnya. “Aku tidak percaya secepat itu kalau sudah mendengarnya langsung dari mulut Erick juga Rose. Pergilah. Suasana hatiku sedang tidak bagus.” Sedetik kemudian, lelaki itu memelukku erat. Menghirup dalam-dalam aroma parfum yang tertinggal di leherku. “Sudahlah, Ris. Kalau memang benar, kamu tidak perlu takut kehilangan aku.” Pelukannya mengurai, ditangkupnya wajahku dengan kedua tangannya yang besar terasa seperti membingkai wajah. Kemudian mengecup sekilas pipi kiri dan kananku. “Apapun itu. Aku tidak mau kehilangan kamu untuk yang
Read more
40. Bertemu Rosalind. Benarkah anak Risjad?
Lelaki itu membuang pandangan agar tidak terlibat kontak mata langsung denganku. Aku tahu, Aldi masih mencintaiku. “Sudah aku bilang, aku benar-benar tidak pantas untukmu, Rena.” ucapnya masih memandang kearah lain. “Baiklah Di, setelah ini aku tidak akan menanyakan apapun lagi. Tapi, tolong pandang aku, lihat mataku Di,” pintaku, dan lelaki itu memandangku dengan sorot mata terluka. Setidaknya itu yang aku lihat. “Apa benar kamu tidak mencintaiku lagi Di?” ucapku lirih sambil memegangi wajah putih itu. “Lihatlah, Re! Aku tidak mencintaimu!” sentaknya membuatku terkejut. Lelaki itu pergi menjauh dari Cafe dan aku merasa benar-benar dia telah menjauhiku. Mungkin disinilah, aku memang tidak perlu berharap memiliki keluarga harmonis dengannya. Mulai hari ini, aku harus bisa mengalihkan semuanya pada Risjad. Dengan langkah berat, aku pergi menjauhi bangunan Cafe.
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status