Semua Bab Pelakor Harus Mati: Bab 81 - Bab 90
139 Bab
BAB 84 - End Session 1
PLAK!“BIANCA!” Indra ternganga tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.Sheila tertunduk, tangannya menyentuh pipi kanan yang terasa perih karena tamparan Bianca. Ini adalah kali pertama Bianca pernah menamparnya. Bahkan tidak peduli sebesar apa kekacauan yang pernah Sheila lakukan, Bianca tidak pernah marah kepadanya.Namun sekarang, wanita itu tampak begitu berbeda.Sia-sia Sheila menahan genang air mata yang berkumpul di pelupuk. Tamparan Bianca tidak terlalu keras, pipinya hanya sedikit perih, tapi hatinya remuk seketika.“A… aku minta maaf, Kak.”Napas Bianca berderu marah. Kedua tangannya terkepal begitu erat. “Kamu, kamu menjual dirimu sendiri?”“Bianca.” Indra mencoba menenangkan wanita itu. “Duduk dulu.”Bianca menepis genggaman tangan Indra. Matanya terus menatap Sheila yang semakin tertunduk di hadapannya.“JAWAB, SHEI!”
Baca selengkapnya
(Season 2) - Prolog - Perjanjian dengan Iblis
“Bukankah ini yang Anda butuhkan? Sebuah pernikahan tanpa cinta.” Langkah tegap pria berkemeja hitam itu berhenti sejenak, tapi tidak menoleh. “Saya akan pastikan menjadi istri yang sesuai dengan apa yang Anda butuhkan.” “Apa kamu sedang menjual dirimu sendiri?” Pertanyaan itu bagai sambaran petir untuk Sheila. Mati-matian ia menyembunyikan kenyataan itu, tapi dengan lugasnya pria itu mengatakannya. “Apa kamu sedang menjual dirimu sendiri demi setumpuk uang?” Tersirat nada cemooh dari suaranya. Andai itu adalah Sheila yang dulu tentu ia sudah melemparkan selayang tamparan. Berani-beraninya seseorang merendahkan Peruka seperti itu. Namun sekarang, ia bahkan tidak bisa mengangkat wajahnya. “Saya sedang menawarkan bisnis kepada Anda.” Dengusan sinis terdengar dari mulut pria itu. “Lalu apa untungnya untukku?” “Anda akan mendapatkan boneka pengantin yang Anda butuhkan.” “Kamu pikir menikah denganku akan menjadi jalan singkat yang mudah?” Tidak. Sheila tau itu tidak akan pernah m
Baca selengkapnya
(Season 2) BAB 1 - Patahan Cinta Pertama
Apakah kita pasti bisa bahagia? Apakah pasti bisa? Apakah selalu ada terang di setiap gelap? Apakah pada akhirnya, setiap kisah memiliki satu titik terindah di lembar terakhir? Apakah aku juga akan menemukan kebahagiaan itu jika bertahan sedikit lebih lama? Apakah aku harus bertahan jika mati terasa lebih mudah? Pertanyaan-pertanyaan itu kian hari kian menumpuk. Seperti gulungan salju yang lambat laun semakin besar dan akhirnya merobohkan apa pun yang dilewatinya. Aku berdiri sambil tertunduk. Sengatan tamparan itu meremang nyeri di pipi, tapi ternyata rasanya tidak separah sesak yang terasa di dalam dadaku. Kau pernah tenggelam? Kau tau bagaimana sesaknya menggapai udara saat yang kau temukan hanya berkubik-kubik air? Kau tau rasa sakit dari sesaknya? Sekarang aku tau, meski tidak pernah tenggelam. “JAWAB, SHEI! KAMU MAU JUAL DIRI, HAH?!” Itu tuduhan yang sangat kejam, tapi aku bahkan tidak bisa membantah. “KAMU PIKIR KAKAK NGGAK MAMPU PERTAHANKAN PERUSAHAAN KITA?! KAMU PIK
Baca selengkapnya
(Season 2) BAB 2 - Pria yang Tidak Mencintai
“Dia h*moseksual, kan?” Haruskah aku terkejut dengan pertanyaan frontal itu? Di hari pernikahanku, di ruangan tempatku mengenakan gaun putih terindah, pertanyaan itu terlontar tanpa belas kasih. Kutatap dua wajah yang muncul di cermin. Kekecewaan menyatu bersama kemarahan, tapi apa lagi yang bisa mereka lakukan? “Itu alasan dia nggak pernah menikah sampai sekarang kan, Shei? Dia penyuka sesama jenis.” Pernyataan itu menyatu dengan sebuah pernyataan yang lain. Tidakkah takdir sedikit terasa terlalu kejam. Bagaimana mungkin mereka mengatakannya tepat di hari pernikahanku? “JAWAB, SHEI!” bentak Leslie, salah satu sahabatku. Ia sudah mengenakan gaun satin berwarna merah muda dan riasan yang sempurna. Di tangannya, sebuah buket cantik tersemat indah. Ia salah satu pengiring pengantinku, tapi sekarang ia juga yang menyuarakan kemarahan karena pernikahan itu. Air mata sangat tidak sesuai dengan gaunnya, tapi ia tetap menangis. “JAWAB AKU, SHEILA!” Ia sudah berdiri di belakangku, memi
Baca selengkapnya
(Season 2) BAB 3 - Apa Kau Menyesal?
“Perempuan nggak tau malu. Jangan-jangan dari awal itu memang rencananya.” “Pastinyalah! Perempuan kaya dia tau apa sih soal bisnis?! Dia pasti syok banget karena tiba-tiba bangkrut, dan satu-satunya hal yang dia bisa lakuin ya jual badannya.” “Cih! Padahal orang-orang di luar sana terus-terusan banggain Bianca Peruka, nggak taunya mereka cuma bermodal badan sama muka aja. Otaknya kosong!” Kupikir, etika membicarakan orang lain adalah dengan membuat pembicaraan itu tak terdengar. Namun sekarang, orang-orang sama sekali tidak ragu-ragu mengeraskan suaranya saat membicarakanku, seakan aku tuli dan buta atas apa yang mereka katakan. Sayangnya, aku bahkan tidak memiliki hak untuk marah. Secara harfiah, yang mereka katakan adalah sebuah kebenaran yang berkali kuingkari. *** “Kamu yakin nggak apa-apa, Shei?” Untuk kesekian kalinya, Leslie menanyakan hal yang sama di telepon. Aku menarik napas panjang. “Aku nggak apa-apa. Kalian tenang aja,” jawabku, yang sadar Leslie tidak sendiri. Di
Baca selengkapnya
(Season 2) BAB 4 - Malam Pertama Yang Menyakitkan
Saat pertama kali memasuki kamar, hal pertama yang kupikirkan adalah betapa sia-sianya seluruh hiasan khusus kamar pengantin yang indah itu. Namun, demi sebuah penipuan yang sempurna, bahkan kelopak-kelopak mawar tak bersalah itu juga harus bekerja sama. Malam yang indah, mawar yang harum, sampanye yang manis, bahkan gaun malam yang seksi melengkapi malam pertama untuk pasangan pengantin, kecuali diriku. Tak ada perasaan lain saat aku mengenakan lingerie berwarna putih itu. Aku menggunakannya hanya karena tidak ada pilihan pakaian lain di kamar hotel, dan bagiku, tidak peduli setipis apa helaiannya, ia hanya serupa piyama yang kugunakan di rumah. Sampai pria itu datang dan menghancurkan malamku. Ia berdiri dengan tubuh telanjangnya. Jubah mandi jatuh menumpuk di kakinya. “Kalau begitu, jelaskan kenapa dia bisa sekeras ini?” Tubuhku membeku seketika. Secepat mungkin aku berpaling dari pemandangan asing itu. Wajahku mulai terasa memanas, ia adalah orang paling gila yang pernah kute
Baca selengkapnya
(Season 2) BAB 5 - Pagi Yang Tak Pernah Diharapkan Datang
Siapa pun yang berkata jika bercinta adalah hal yang indah, tentu ia seorang pendusta yang keji. Mataku terbelalak lebar, menatap kosong langit-langit kamar hotel yang asing. Lelehan air mata jatuh tanpa diminta. Tidak ada isakkan, tidak terdengar raungan, tapi seluruh tubuhku remuk dalam nyeri. Tubuhku terasa begitu menjijikan, sampai kuharap aku bisa menghentikan laju waktu saat ini juga. Kuharap pagi tidak pernah datang untukku. Aku berharap, aku benar-benar mati malam itu. Sekali lagi, hidupku hancur berantakan, seakan pernah utuh sekali saja. Tidak peduli apakah aku memejamkan atau membuka mata, bayangan kejadian keji semalam terus berputar tanpa ampun, seakan noda di tubuhku belum cukup untuk membuatku merasa hina. Dan yang paling menyakitkan adalah fakta bahwa aku tidak bisa menyalahkan siapa pun. Bahkan tidak juga kepada mahluk buas yang mengoyak tubuhku. Karena, aku sendiri yang datang menghampirinya, merangkak di bawah kakinya, untuk menolongku keluar dari jurang itu.
Baca selengkapnya
(Season 2) BAB 6 - Bertemu Adik Ipar
Keterkejutan masih memenuhi benakku. Sejujurnya, aku juga tidak pernah berniat memiliki anak bersamanya. Aku bahkan tidak pernah membayangkan jika kami harus berbagi ranjang bersama. Namun, saat mendengar Aria mengatakan intruksi terakhirnya, aku tidak bisa mengelak dari rasa nyeri. Rasanya seperti mendapat penolakan, padahal aku tidak menyatakan cinta sama sekali. “Baik,” jawabku singkat. Tidak ada gunanya mempertanyakan alasan intruksi itu dibuat. Meski mungkin ia membutuhkan penerus untuk mewarisi kekayaannya, tapi jelas ia tidak menginginkan anakku. “Saya akan menyiapkan sarapan.” Aria menutup jadwalnya. Aku menggeleng. “Ayo kita langsung berangkat. Saya akan sarapan di luar.” Karena rasanya, aku akan segera mati sesak jika tetap berada di kamar ini. Aria tidak membantah, ia menelepon seseorang, memberikan intruksi pelan, lalu membuka pintu kamar lebar-lebar. Membiarkanku keluar dari sangkar emas yang diciptakan pria itu, tapi tetap menggenggam tali kekang leherku dengan erat
Baca selengkapnya
(Season 2) BAB 7 - Dia Istriku
BAB 7 PRIA YANG TIDAK JATUH CINTA “Amara.” Deg. Ruangan itu hening seketika. Aku bisa melihat tubuh Amara membeku, lalu ia langsung memperbaiki duduk, dan merapikan pakaiannya. Di ambang pintu, Hanna Misaki berdiri anggun. Tatapannya seperti tatapan seorang Ibu yang menangkap basah kelakuan nakal anaknya. Aku ikut menelan ludah susah payah. “Kak Hanna.” Ketika Amarah berdiri, aku mengikuti. Kak Hanna memberikan tatapan tajam kepada Amara, tapi melembut kepadaku. “Selamat datang, Sheila.” Ia tersenyum anggun. Senyuman yang kupikir hanya akan kutemukan di layar televisi. Aku yakin dia semacam reinkarnasi putri kerajaan atau sesuatu sejenisnya. Cara wanita itu berdiri, mengangguk, bahkan berkedip, semuanya terasa lembut dan anggun. Terlebih caranya berpakaian. Sekarang aku mulai mengerti pilihan pakaian yang disiapkan pria itu. “Maaf karena terlambat,” katanya, yang langsung membuatku mengerjap bingung. Amara sedikit mendekat, lalu berbisik, “Orang Jepang itu gila waktu,” katany
Baca selengkapnya
(Season 2) BAB 8 - Pria Yang Tidak Jatuh Cinta
“Jaga ucapan kamu, Riana. Dia istriku.” Deg. Jantungku hampir saja berhenti berdetak saat mendengar suara berat di belakang punggung kami. Ia, dengan tubuh berbalut jas sehitam malam, berjalan tegas ke arah kami, lalu berhenti di sampingku yang masih ternganga tak percaya. Bukankah Aria mengatakan jika hari ini ia sangat sibuk, dan memintaku datang sendiri ke acara makan siang itu? Dan, meski aku tau ia hanya sedang menjalankan perannya daam pernikahan kontrak kami, tapi mendengarnya memanggilku sebagai istri, membuatku merasa mendapat sedikit perlindungan. “Ka-kak Ang-gara.” Terbata, Riana terlihat sedikit salah tingkah. Namun aku masih bisa melihat wajahnya yang sedikit merona. Ia menyelipkan helai rambutnya ke balik telinga, lalu tersenyum malu-malu. Ini pasti lelucon, kan? Apa Riana menyukai pria itu? “Kakak datang?” tanya Riana penuh harap. Ekspresi dinginnya tidak berubah, tapi ia mengulurkan tangannya untuk merangkul pinggangku. “Ya, aku harus datang bersama istriku.” A
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status