All Chapters of Suddenly We Got Married (Series 4): Chapter 11 - Chapter 20
71 Chapters
BAB : 11
“Ternyata manis juga, ya,” ujar Ziel tersenyum, sesaat setelah Karel memaksa ciuman itu terlepas.“Kamu jahat, Kak,” berengut Karel dengan wajah kesal langsung bangkit dari posisinya yang masih berada di atas badan Ziel. Dengan cepat langsung menyambar tas sekolahnya dan berlalu pergi begitu saja.Ziel malah tersenyum puas saat melihat aksi cemberut Karel atas sikapnya.“Dia ngambek,” ujarnya bangun.Menyambar kunci mobil dan ponselnya di meja. Kemudian segera berlalu menyusul Karel yang sudah lebih dulu menuju mobil.Waktunya sudah mepet, jika menunggu taksi, bisa bisa ia beneran telat nyampe sekolah. Alhasil, rasa kesalnya pada Ziel akan ia tahan untuk beberapa menit perjalanan.“Kamu kenapa, sih?” tanya Ziel tak langsung melajukan mobilnya.“Jangan banyak nanya. Buruan jalan ... nanti aku telat,” responnya masih dengan nada kesal.Dia pikir sikapnya tadi bisa dilupa
Read more
BAB : 12
“Dia masih di rumah,” ujar Arland saat turun dari mobil bersama Kiran.“iya,” sahut Kiran membenarkan perkataan suaminya, karena mendapati kendaraan milik Leo masih ada di halaman.Keduanya mengetuk pintu utama, hingga seseorang terdengar dengan langkah cepat mengarah ke pintu ... hingga akses masuk itu terbuka lebar.“Tuan, Nyonya,” ujar Bibik yang menyambut keduanya.“Leo mana, Bik?”“Ada di dalam, Tuan,” jawab wanita paruh baya itu mengarahkan.Arland dan Kiran langsung saja masuk, berjalan menemui Leo yang mereka dapati sedang duduk di ruang keluarga. Yang membuat keduanya kesal adalah ... putrinya kabur dari rumah, sedangkan dia masih sibuk mengurus pekerjaan.Memang benar tebakan Ziel, jika orang tuanya sedang berbohong perihal tujuan keduanya. Buktinya, saat ini ... sebelum menuju ke kantor, ia mampir di kediaman Leo karena curiga.Memarkirkan kendaraannya di lu
Read more
BAB : 13
Ziel segera berlalu dari kediaman Leo dengan langkah cepat. Rasanya begitu panas terus berada dihadapan laki laki yang bahkan tak memiliki perasaan sama sekali.Setengah perjalanan, rasa hatinya masih saja tak tenang ... hingga akhirnya menghentikan laju kendaraannya. Mengambil sebuah botol kaca berukuran kecil di samping kursi dan mengeluarkan beberapa butir pil di dalamnya. Setidaknya ia merasa sedikit tenang dengan benda benda ini.Ponselnya berdering, saat ia lihat ternyata mamanya lah yang menelepon. Apalagi kalau bukan mempertanyakan tentang sikapnya tadi.“Ya, ma?”“Ziel, kamu di mana? Kita perlu bicara.”“Aku mau ke kantor. Nanti saja bicaranya di rumah, Ma.”“Tapi ini ...”“Daah, Ma.”Langsung saja menutup percakapan di ponsel, kemu
Read more
BAB : 14
Seperti yang ia katakan tadi pagi, kalau hari ini akan ada pelajaran tambahan. Yap, tepat saat jam menunjukkan pukul 5 sore barulah kelas usai. Tak semua kelas, hanya saja terkhusus untuk siswa dan siswi kelas 3.Raut murung tercetak di wajah Karel saat keluar dari kelas. Sebuah amplop di tangannya, jadi masalah yang sedang ia pikirkan saat ini.Kebingungannya sedikit tersentak saat rengkuhan lengan Rena mencapai pundaknya.“Lo bawa mobil?” tanya Rena.“Gue tadi diantar, soalnya mobil lagi bermasalah,” jawabnya memberikan alasan.“Gue anter, ya,” ujar Puja.Tadinya ingin berkata tidak, tapi surat undangan di tangannya membuat pikirannya kembali berubah.“Oke,” jawabnya akan ajakan Puja.Jadilah, ia diantar oleh Puja. Seperti biasa, Puja paling berani hanya sekadar mengantar sampai pagar jika sore begini. Karena dia tahu, jika di waktu ini papanya ada di rumah.Puja dan Kare
Read more
BAB : 15
Segera membawa Karel kembali pulang ke rumah. Jujur saja, hatinya begitu terasa teriris jika mendapati gadis ini terus menangis tanpa henti. Tak ada ada yang terucap dari bibir itu, hanya air mata dan isakan tangis yang jadi perantara.Turun dari mobil dan membawa gadis itu masuk. Yap, tatapan sendu, bahkan bulir air mata itu terus saja turun bergelinding di pipinya.Arland dan Kiran yang mendapati keduanya datang, segera menghampiri dengan raut cemas. Ya, cemas karena dari tadi keduanya menghubungi Ziel dan Karel, mereka bahkan tak menjawab panggilan telepon satupun.“Karelyn, kamu kenapa, Nak. Apa yang terjadi?” tanya Kiran cemas dan khawatir karena mendapati gadis itu datang dalam keadaan menangis. Bahkan matanya sembab.Tak mendapat jawaban dari Karel, kini pandangan Arland dan Kiran terarah pada Ziel.“Ada apa, Zi?”“Om sama Tante selama ini tahu, kan ... kenapa Papa mengabaikanku?”“Maks
Read more
BAB : 16
Sudah satu jam ia menunggu kedua orang tuanya kembali, tapi belum ada tanda tanda mereka akan pulang. Mencoba menelpon pun justru keduanya tak ada yang merespon sama sekali.Ziel berjalan menuju dapur, menghampiri Bibik yang sedang beberes.“Bik.”“Ya, Den?”“Aku mau nyusul Mama Papa. Karel udah tidur, kalau ada apa apa langsung hubungi aku, ya,” jelasnya.“Baik, Den,” sahut wanita paruh baya itu paham.Ziel segera bergegas untuk pergi, tapi ketika hendak memasuki mobil, niatnya terhenti mendapati sebuah mobil yang memasuki area rumah. Ya, kendaraan milik orang tuanya.Mengurungkan niatnya dan menunggu di teras.“Papa sama Mama dari mana?”Tak mendapatkan jawaban, tapi melihat wajah mamanya, ia yakini jika wanita paruh baya itu habis mennagis. Matanya masih tampak merah.“Mama nangis?”“Ada sesuatu yang ingin papa bicarakan sama k
Read more
BAB : 17
Matanya masih terpejam, saat jantungnya terasa berdetak tak karuan. Kejadian barusan, seakan benar-benar sudah berada di depan matanya.Sebuah sentuhan di kepalanya, membuat fokusnya langsung beralih. Membuka matanya dan kaget saat dihadapkan pada seseorang yang terlihat kesakitan dihadapannya.Ringisan itu membuatnya langsung kaget dan segera beranjak dari posisinya yang ternyata ia sadari berada di dekapan Ziel.“Kak Ziel, Kakak ... Kakak kenapa? Kakak baik-baik saja, kan,” tangisnya langsung pecah, apalagi saat mendapati darah segar mulai mengalir dari arah belakang kepala cowok yang tengah berada dalam pangkuannnya itu. “Jangan seperti ini, aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, ku mohon.”Menangis sejadi jadinya ketika genggaman tangan Ziel di tangannya terasa semakin mengerat. Dia batuk, diiringi oleh darah yang keluar dari mulutnya hingga perlahan tangan itu melemah dan benar-benar tak sadarkan diri.“Ka
Read more
BAB : 18
Dokter memberikan izin untuk bisa menemui Ziel di ruang ICU. Hanya saja tak boleh berbarengan, alias harus gantian. Kiran mendapat giliran yang pertama kali masuk dan menemui putranya. Lanjut dengan Arland dan hingga akhirnya Karel.Ragu, itulah yang dirasakan Karel saat hendak melangkah masuk menemui cowok itu. Tapi ia ingin benar benar memastikan terlebih dahulu, bagaiamana kondisi Ziel saat ini.“Sayang, kamu masuk dulu, ya. Om sama Tante mau menemui dokter,” ujar Kiran pada Karel saat gadis itu hendak masuk.“Iya, Tante.”               Setelah mendapatkan ijin dari dokter, ia masuk diantar oleh seorang suster jaga. Tangannya gemetar, hawa dingin dan aroma obat-obatan yang makin kuat seakan menyerangnya.  Saat melangkah masuk, hingga pintu ruangan itu terbuka ... suara monitor mulai terdengar di indera pendengarannya. Ya, suara yang menurutnya menak
Read more
BAB : 19
Kiran mengarahkan pandangan pada Arland, seakan bingung mau menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ziel. Seketika kembali menatap putranya sambil tersenyum.“Ziel, kamu masih lemah. Jangan banyak bicara dulu,” respon Kiran mengalihkan pertanyaan Ziel.“Dia nggak terluka, kan?” Menahan rasa sakit di kepalanya, tapi saat pertanyaannya perkara Karel tak mendapatkan jawaban, itu justru lebih menyakitkan. “Dia di mana?”“Zi, kamu tenang dulu,” sahut Arland berusaha menenangkan Ziel. Ia tak ingin jika kondisi putranya malah kembali buruk saat tahu kondisi sebenarnya. “Karel nggak kenapa-kenapa. Dia nggak terluka, karena kamu sudah berhasil menyelamatkann dia. Sekarang kamu tenang dan jangan banyak berpikir dulu.”Papanya bilang Karel tak kenapa-kenapa, tapi dia di mana? Kenapa dia tak ada di sini? Apa mereka berbohong.Ingin beranjak sebenarnya dari posisi ini, tapi rasanya benar-benar belum kuat.
Read more
BAB : 20
 Ziel hendak bangun dari posisi tidurnya, tapi Kiran melarangnya untuk bangun.“Jangan banyak bergerak, kondisimu masih lemah, Nak. Jangan membuat Mama cemas lagi.”Ya, kepalanya benar-benar terasa sakit. Sakit, hingga rasanya tak tertahan. Tapi jika menyangkut Karel, rasa sakit itu bisa ia abaikan.Ziel kembali ke posisi tidurnya, ketika mamanya melarang untuk bangun. Menatap fokus pada mamanya, bahkan ia seolah menelisik jauh ke dalam manik mata wanita paruh baya yang ada dihadapannya ini.“Mama sedang berbohong padaku?”“Maksud kamu apa, Zi?”“Mama yang bilang, kalau kebohongan akan berdampak lebih besar jika diteruskan. Jika mama membohongiku satu kali, lain aku nggak bisa lagi memberikan kepercayaan pada mama tentang hal apapun juga.”Peringatan yang diberikan Ziel seakan menghantam hatinya. Ya, benar. Bahkan ia sendiri yang berulang kali mengatakan dan
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status