All Chapters of Suddenly We Got Married (Series 4): Chapter 51 - Chapter 60
71 Chapters
BAB : 51
Mendapati Ziel yang tiba-tiba masuk begitu saja dan menghampirinya. Mungkin dia sudah mempersiapkan emosi dan juga kemarahan untuknya. Terlihat jelas di wajah dia, ada rasa kesal.Karel tak buka suara, ia tetap fokus pada lukanya. Hendak membersihkan luka itu, tiba-tiba Ziel menahan niatnya.“Ku bilang, kan … aku akan selalu ada untukmu kapanpun dan dalam situasi apapun. El, sekarang kamu nggak butuh aku lagi?”Pertanyaan yang diucapkan oleh Ziel, entah kenapa seolah menyerang jantungnya secara mendadak hingga rasanya terasa sesak.“Kak …”“Kamu nggak tahu, kan … seperti apa pikiranku dari tadi siang karena nggak mendapatkan kabar darimu? Aku nggak tenang, tapi kamu paham nggak apa yang ku rasakan itu?”“Aku nggak berniat begitu.”“Aku minta Davian untuk menjemputmu, agar aku yakin jika kamu benar-benar aman. Tiba-tiba kamu pulang gitu aja dan ponsel kamu nggak aktif. Aku tahu jika kamu sengaja agar aku nggak menghubungimu, kan. Tapi, yang kamu lakukan justru membuatku makin khawatir.
Read more
BAB : 52
Mungkin kisaran dua puluh menit berlalu, dokter dan seorang suster kembali menghampiri Arland, Kiran dan Ziel yang menunggu hasil pemeriksaan.“Maaf, ini barang-barang milik pasien,” ujar suster menyodorkan barang-barang milik Karel yang berupa dua buah cincin, kalung, anting-anting dan jam tangan. Karena saat pemeriksaan semua benda-benda asing yang dikenakan pasien harus dilepas.Ziel menerima semua itu dan mengucapkan terimakasih pada suster. Harus diketahui, semua hal ini adalah pemberian darinya. Sekarang justru harus dilepas dan kembali berada di tangannya.“Bagaimana hasilnya, dok?” tanya Kiran. “Semua baik-baik saja, kan … nggak sesuai dengan apa yang kita takutkan tadi?”Bahkan ia merasa takut harus mendengar hasilnya sekarang. Feeling nya benar-benar tak baik, hingga untuk menebak saja ia tak mau.Dokter menatap ketiganya bergantian. Ada rasa tak enak hati untuk memberikan hasil pemeriksaan, tapi tentu saja ini memang harus ia lakukan.“Maaf, seperti yang sudah saya infokan
Read more
BAB : 53
Davian datang dengan langkah yang tampak bergegas, kemudian segera menghampiri Ziel yang duduk di kursi tunggu.“Sorry, gue kejebak macet,” ujarnya langsung saat sampai. “Karel gimana?”“Udah sadar, kok. Sekarang lagi sama mama di dalam.”“Apa tangannya yang luka sakit lagi?”“Bukan,” jawab Ziel. “Tapi, ada yang lain.”Mendengar perkataan Ziel, Davi malah memasang raut bingung.“Dokter bilang ada masalah dengan jantungnya. Penyebabnya adalah foktor genetik. Karena dalam keluarganya dia ada beberapa yang mengalami, termasuk almarhumah mamanya.”“Ya ampun,” respon Davian.Karel itu tipe cewek agresif, heboh dan nggak bisa diem. Tiba-tiba malah sakit yang mengharuskan dia untuk bisa mengontrol emosi dan perasaan. Bahkan untuk aktifitas pun dia akan mengalami sebuah aturan … karena dilarang untuk beraktifitas terlalu berat.“Tapi sekarang kondisinya gimana? Maksud gue, tingkat keparahannya.”“Syukurnya cepat ketahuan. Masih berada di level awal, hingga bisa menghentikan perkembangan sakit
Read more
BAB : 54
Padahal tak berniat bangun, tapi obrolan beberapa orang yang terdengar samar-samar memaksa matanya untuk terbuka lebar. Sedikit menyipitkan matanya saat cahaya matahari dari jendela luar menyerang. Kemudian beralih ke arah lain. Tampak Ziel yang sedang bicara dengan seorang dokter.Beberapa saat kemudian, dokter berlalu pergi keluar dari sana. Sedangkan Ziel berbalik badan dan menghampiri Karel.“Sudah bangun,” ujar Ziel lembut, tersenyum dengan satu tangannya yang mengusap pipi Karel.“Sudah siang, ya? Tapi kenapa mataku masih ngantuk, ya,” gumam Karel dengan suara serak.“Masih pagi. Kamu bangun karena keganggu saat aku bicara dengan dokter barusan, ya.”Karel tak menjawab, ia melakukan pergerakan, tapi terhenti saat tak mendapati jarum infus di pergelangan tangannya.“Wah, udah dibuka ya.”“Iya,” jawab Ziel. “Dokter bilang kondisi kamu sudah mendingan. Hanya perlu istirahat yang cukup. Tapi setelah ini kamu mungkin merasa sedikit tak mengenakkan dengan serangkaian tes kesehatan yan
Read more
BAB : 55
“Kenapa?” tanya Karel melihat reaksi kaget Ziel. “Nggak masalah, kan?”Ziel sampai bingung harus memberikan balasan, reaksi ataupun komentar seperti apa.“Yakali aku nggak nyentuh kamu setelah nikah, belum nikah aja kamu bisa ku kekepin,” berengut Ziel seolah tak terima dengan permintaan Karel.Karel hendak tertawa mendengar perkataan Ziel, tapi ia coba untuk tahan. Karena maksud dari perkataannya itu bukan sebuah sentuhan yang biasa, tapi justru hal sakral bagi hubungan pasangan suami istri.“Lebih tepatnya, kamu harus janji. Meskipun kita udah nikah, jangan sampai sikapmu lepas kendali padaku. Harus ingat, jika aku masih sekolah.”Ziel menatap serius pada Karelyn. “Kalau aku nggak bisa menahannya?”Mata Karel dibuat membola, menatap Ziel dengan tatapan takut. “Ih, kok gitu.”“Kan aku cuman bilang ‘kalau’, Sayang. Sebagai seorang laki-laki normal, dihadapkan pada sesuatu yang membuat naluriku sebagai laki-laki muncul, ya aku harus apa? Masa iya mau nyari mangsa di luar. Padahal ada k
Read more
BAB : 56
Tadinya mau istirahat seperti apa yang dipesankan oleh Ziel padanya, sembari menunggu orang-orang yang diminta untuk mengurus semua hal tentang acara nanti sore. Ya, karena sore ini adalah waktu yang dipilih untuk melakukan akad.Menyenderkan punggungnya di sandaran tempat tidur, sambil terus berpikir. Ya, banyak sekali sekarang yang ada dalam pikirannya. Tapi setidaknya sedikit tercerahkan karena sikap yang ia terima dari papanya tadi.Ponselnya berdering, pertanda sebuah pesan masuk. Menyambar benda pipih yang ia letakkan di nakas samping tempat tidur, kemudian mengecek isi pesan.“Kamu baik-baik saja, kan? Apa ada yang sakit atau yang bikin kamu nggak nyaman?”Karel sampai tersenyum simpul mendapatkan pertanyaan itu yang nyatanya dari Ziel.“Ya, aku baik-baik saja.”Tak menunggu balasan, Karel lagi mengirim pesan pada Ziel.“Kakak jadi tadi mampir ke rumahnya Puja?”“Iya. Aku sudah menjelaskan semua pada dia dan meminta untuk datang ke rumah.”“Baguslah. Makasih. Love you.”“Aku te
Read more
BAB : 57
“Gue terharu,” ujar Giska berdiri dihadapan Karel yang sudah selesai make-up, lengkap dengan stelan kebaya yang sudah membalut tubuh dia.“Pengin nangis nggak, sih,” tambah Puja ikut-ikutan memasang wajah mewek. Ingin memeluk Karel, tapi karena takut merusak dandanan sobatnya, akhirnya ia malah memeluk Giska. Jadilah, keduanya saling berpelukan.“Gue nggak diajak pelukan?” tanya Karel. Padahal ia sudah bersiap menyambut, tapi malah tak diajak.Giska dan Puja malah terkekeh.“Takut make-up lo kena. Udah cantik, udah rapi, ntar malah berantakan lagi,” ujar Giska.“Tapi beneran, El … lo cantik banget. Asli. Busana ini pas dan cocok banget sama elo. Sebagai sesama cewek, gue aja pangling. Gimana kalau Kak Ziel yang liat, auto mengsalting dia,” terang Puja.Stelan kebaya dengan atasan berwarna putih dan bawahan rok batik, membuat tampilan Karel benar-benar terlihat elegan. Maklum saja, darah chinese yang masih mengalir di dalam tubuh dia, membuat wajah oriental itu terlihat begitu manis. D
Read more
BAB : 58
Selesai acara, termasuk sesi foto-foto yang entah berapa kali jepretan. Saking banyaknya ia merasa pipinya berasa tegang, karena harus senyum lagi dan lagi. Belum lagi dengan kebaya yang membuat badannya seperti dipress. Ini bukan sempit tapi karena ngepress badan, jadinya bergerak pun rasanya nggak leluasa.“Hai, semua! Kami datang!”Sebuah suara tiba-tiba datang dari arah pintu masuk. Pandangan terfokus ke arah sana, pun dengan Karelyn. Yang tadinya merasa capek, bosan … seketika senyuman merekah tercetak di bibirnya.“Tante!”Ingin berlari menghampiri dua orang wanita yang datang itu, tapi keburu Ziel menahan niatnya.“Yakin mau lari?” tanya Ziel menunjuk ke arah kaki Karel.Karel melupakan jika sedang mengenakan hels, yakali berlari bebas begitu, pun dengan kebaya ini.“Gara-gara kamu ini, aku nggak bisa lari, kan,” gerutunya pada Ziel dengan tampang cemberut. Tapi dia malah tersenyum sebegitu manisnya menanggapi ocehannya.“Ya ampun ponakan kita udah gede, Zy. Udah nikah dong,” u
Read more
BAB : 59
Setelah bicara pada Karelyn dan pamit pada keluarga sahabatnya itu, Giska segera berlalu pergi keluar meninggalkan tempat acara. Kemudian bergegas menuju arah pinggir jalan.Ponselnya kembali berdering, terlihat jika yang meneleponnya adalah papanya sendiri.“Kamu di mana?!”“Ini aku lagi di jalan mau pulang.”“Kalau kamu nggak pulang juga, papa pastikan kamu nggak akan bisa masuk rumah ini untuk mengambil barang-barang kamu!”“Sudah ku bilang kan aku lagi di jalan. Papa bisa dengar apa yang ku katakan, kan!”Langsung, percakapan di telepon terputus ketika papanya yang memutus sambungan telepon itu.“Ini gila! Maunya apa sih dia!”“Aku antar.”Giska langsung balik badan saat mendengar perkataan itu. Ia dapati Davian di depannya.“Apa?” tanyanya memastikan perkataan Davian barusan.“Aku antar kamu pulang.”“Ngga usah,” tolak Giska. “Ada taksi.”“Udahlah, yang pati-pasti saja. Tunggu di suni, aku ambil mobil bentar.”Davian bergegas menuju ke arah parkiran di mana kendaraannya berada. K
Read more
BAB : 60
Semua acara sudah selesai. Mungkin orang-orang akan merasa deg-deg an saat berada dalam satu kamar dengan seorang cowok, tapi Karel seolah biasa saja. Bukan karena sering satu kamar sama cowok, tapi lebih tepatnya karena terbiasa bersama Ziel, jadi bawaannya tak takut sama sekali.Kiran, Linzy dan Lauren sudah membantu karel melepaskan pernak pernik di rambut hingga kebaya yang sedari tadi siang membungkus badannya.“Demi apa rasanya lega,” ujarnya bernapas panjang setelah benda itu lepas dari badannya. Hingga meninggalkan tanktop berwarna putih.“Nggak sempit, kan?” tanya Kiran.“Enggk,” jawabnya. “Cuman mungkin baru kali ini pake kebaya, bawaannya kesal aja. Gerah dan pokoknya begitulah,” jelas Karel.“Btw, Ziel mana?” tanya Lauren.“Katanya mau nelepon Kak Davian,” jawab Karel. “Mungkin di kamarnya.”“Mungkin di kamarnya? Aduh, Karelyn … ponakanku tersayang, tercinta, tercantik. Kamarnya Ziel itu ya kamarmu juga sekarang. Udah nikah, kan, kalian.”Kiran sampai tertawa mendengar pen
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status