All Chapters of Love of My Life: Chapter 11 - Chapter 20
48 Chapters
Chapter 11
Mahater ragu-ragu antara ingin membangunkan Pandan atau menelepon Lautan saat mereka telah tiba di pintu gerbang kediaman Aditama Perkasa. Sebenarnya kalau mau dirunut-runut, keluarga besarnya masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengan keluarga Aditama Perkasa, walaupun bukan digariskan melalui hubungan darah. Ibu Pandan adalah adik angkat ayahnya dan mereka dibesarkan bersama sebagai kakak adik. Namun lama kelamaan perasaan cinta persaudaraan mereka berubah rasa menjadi cinta asmara antara seorang laki-laki dan perempuan. Hanya saja karena satu dan lain hal mereka berdua tidak berjodoh. Ibu Pandan akhirnya menikah dengan Revan Aditama Perkasa sementara ayahnya menikahi anak salah satu karyawannya yang bernama Suci Melati, ibunya. Karena masa lalu mereka yang saling terkait satu sama lain, menjadikan hubungan kekeluargaan mereka merenggang. Om Revan tidak menyukai ayahnya begitu juga sebaliknya. Ayahnya selalu mengatakan kalau Om Revan itu tukang tikung. Sementara Om Revan juga me
Read more
Chapter 12
"Sini kopinya, biar saya saja yang bawa," Bu Fenita, sekretaris baru Pak Arsene, meraih baki yang sedianya akan diantarkan oleh Pandan ke ruangan atasannya. Pandan dan Mbak Nanik saling berpandangan. Tumben sekali Bu Fenita mau bersusah payah mengantarkan kopi untuk tamunya Pak Arsene. Biasanya setelah mengintruksikan ini itu, Bu Fenita segera berlalu dari pantry. Namun kali ini ada sesuatu yang berbeda. Setelah memesan kopi, Bu Fenita menunggu dengan sabar dan sekarang ingin mengantarkan minumannya sendiri. Namun tak urung Pandan memberikan juga bakinya pada Bu Fenita yang segera berlalu dengan langkah bergegas menuju ruangan Pak Arsene.  "Jiwa kepo gue mendadak meronta-ronta penasaran ngeliat sikap mencurigakan Bu Lemper ini, Ndan. Sebentar ya, gue nyari info dulu. Siapa sih sebenernya tamu Pak Arsene ini sampe Bu Lemper semangat banget nyari perhatiannya?" Mbak Nanik bergegas mengekori langkah Bu Fenita.  Pandan hanya menggeleng
Read more
Chapter 13
"Saya sudah selesai, Pandan." Ujar Bu Intan seraya menjejalkan beberapa dokumen lagi ke dalam tas besarnya. "Oh sudah ya, Bu. Mari Bu," Pandan mempersilahkan Bu Intan keluar terlebih dahulu agar ia bisa mengunci pintu. Mendekati ambang pintu, Bu Intan mengeluarkan ponsel dan menekan beberapa nomor. Sambil mengunci pintu dalam gerakan yang ia lambat-lambatkan, Pandan menajamkan pendengarannya. "Hallo... saya hanya ingin mengingatkan. Tidak masalah buat saya kalau kamu mau menjual informasi-informasi itu kepada Arsene. Hanya saja, saya tidak mau kalau nama saya disangkutpautkan dalam project-project kalian setelahnya. Hubungan masalah pekerjaan kita berdua sudah selesai. Jangan pernah membawa-bawa nama saya lagi dalam hal apapun. Mulai hari ini saya sudah tidak kenal lagi dengan kamu. Titik." Bu Intan kemudian menutup teleponnya.  Pandan yang tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengorek keterangan, buru-buru menah
Read more
Chapter 14
Sepulang dari tempat kantor, Pandan terus mengurung diri di dalam kamar. Ia tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Bayang-bayang ia akan dihabisi oleh ke dua orang tua dan kakaknya begitu mencekam jiwanya. Ia gentar. Hamil di luar nikah itu konotasi aib yang tidak termaafkan di negara yang paham ketimurannya masih sangat kental. Lain ceritanya kalau ia tinggal di belahan negara barat sana. Masalahnya bukan hanya ia yang akan menanggung malu. Tetapi yang paling disalahkan oleh orang-orang tentu saja kedua orang tuanya. Mereka akan dicap sebagai orang tua yang gagal dalam mendidik anak perempuan mereka. Hal itulah yang paling ia sedihkan. Ia telah mencoreng arang hitam di wajah kedua orang tuanya dan keluarga besarnya. Pandan gamang dan gentar. Terdengar suara ketukan pintu berikut kepala kakaknya yang muncul diambang pintu. "Kamu nggak mau makan, Dek? Bu Isah masak rendang jengkol dan kepiting saus Padang kesukaan kamu tuh." "Iya, nan
Read more
Chapter 15
"Ndan, lo tolong bawain teh anget sama kopi ini ke ruangan Pak Arsene ya? Gue kebelet nih." Mbak Nanik memberikan baki pada Pandan dan langsung ngacir ke toilet. Mbak Nanik tadi ikut-ikutan sarapan lontong Medan pedas. Padahal setahu Pandan, Mbak Nanik itu tidak bisa sarapan pagi makanan yang berlemak dan bersantan. Tetapi si Mbak memaksakan diri karena katanya sayang kalau makanan sudah dibeli malah di buang-buang. Pandan memang membeli dua bungkus karena tidak enak kalau hanya makan sendiri. "Jadi Ibu mengizinkan kalau bapak menikah lagi dengan mantan sekretarisnya yang tidak tahu diri itu? Kenapa Ibu dari dulu selalu saja nrimo kalau diperlakukan semena-mena oleh bapak? Sesekali berontak dong, Bu?" Pandan menghentikan langkahnya di depan pintu. Tidak sopan rasanya ia masuk saat Pak Arsene sedang berbicara dengan ibunya. Apalagi pembicaraannya cukup sensitif. "Ibu merasa bersalah pada bapakmu, Sene. Bapakmu kan menikahi Ibu karena terpaksa
Read more
Chapter 16
"Bagaimana keadaannya selama tiga hari ini? Ia sudah sembuh atau masih sakit?""Tiga hari ini Bu Pandan baik-baik saja. Beliau tetap bekerja seperti biasanya. Hanya saja kesehatannya sepertinya belum benar-benar pulih. Bu Pandan sering muntah-muntah akhir-akhir hari ini."Bu Pandan ke kantor naik apa selama tiga hari ini?""Selama tiga hari ini, Bu Pandan naik taksi online dua kali dan naik ojek online satu kali. Bu Pandan tidak pernah membawa mobil sendiri lagi. Sepertinya ia takut kalau penyamarannya ketahuan.""Baik. Saya masih sibuk sampai lusa. Kalian awasi terus dan jaga Bu Pandan hari hal-hal yang membahayakannya. Apakah Bu Pandan ehm, masih keluar masuk hotel?""Selama tiga hari terakhir ini Bu Pandan tidak ke mana-mana, Pak. Saya mengikutinya terus sejak ia keluar rumah di
Read more
Chapter 17
"Eh udah... udah... jangan pada ribut di sini ya? Malu sama brewok. Masalah-masalah zaman old jangan dibahas-bahas lagi. Kita semua pasti punya aib dan hal-hal yang memalukan di masa lalu," lerai Pandan sok bijaksana. Kayak gue bisa suka sama lo dulu misalnya. "Tapi sekarang kita 'kan sudah pada tua. Jaga dong kelakuan kita. Jangan masih kayak anak kecil aja. Norak. Ayo P--Mas Arsene, kita masuk ke dalam." Pandan hampir saja memanggil Bapak pada atasannya. Ia lupa kalau saat ini perannya adalah sebagai pacar atasannya. Bukan OG seperti biasa. Untung saja lidahnya bisa dengan cepat berkelit. Pandan setengah memaksa menyeret atasannya menjauh dari Radit. Ia takut kalau mereka berdua malah ribut dan mengacaukan acara reuni akbar ini. Walaupun atasannya masih terlihat kesal, tapi ia menurut juga ia geret-geret ke meja panitia. Mereka berdua menyerahkan kartu undangan pada panitia yang kemudian menggunting sisi kiri kartu und
Read more
Chapter 18
Setelah menutup aplikasi Linenya dengan Denver, Pandan mendekati Bu Darwis yang masih saja menangis sesenggukan. Matanya bengkak dan wajahnya basah oleh deraian air mata yang tiada henti. Yang membuat Pandan sedih adalah sorot mata kalah yang terlihat jelas di bola mata tua Bu Darwis. Ia tampak hancur.  "Kamu tahu tidak, Nak. Ibu menemani bapak dari nol. Dari perusahaan kecil peninggalan orang tuanya, hingga terus berkembang sampai sebesar ini. Begitu bapak sukses dan merasa tidak butuh lagi didampingi, ibu malah dibuang seperti seonggok kotoran," adu Bu Darwis getir. "Ibu selalu saja mengalah selama ini. Ibu bahkan rela kalau bapak menikah lagi. Ibu ikhlas illahi ta'ala. Tapi ternyata itu pun masih belum cukup. Bapak meninggalkan Ibu dan berlalu begitu saja dengan istri mudanya. Ibu rasanya seperti mau mati saja, Nak," Bu Darwis kembali menangis pilu. "Sudah Bu. Sudah! Untuk apa Ibu menangisi orang yang tidak mengi
Read more
Chapter 19
Pandan membuka matanya perlahan. Mengerjap-ngerjapkannya beberapa kali karena matanya serasa berat sekali untuk dibuka. Ia menajamkan pendengaran saat sayup-sayup mendengar suara-suara bentakan yang ditingkahi dengan tangisan-tangisan tertahan. Apakah ia sedang bermimpi? Pandan mengumpulkan potongan-potongan kejadian yang berseliweran di benaknya. Kepulangan kedua orang tuanya. Menjemput mereka ke bandara. Kedatangan Denver dan... dan... rekaman-rekaman video yang dikirimkan oleh seseorang pada kakaknya. Dan kemudian gelap gulita! Ia pasti pingsan saat kakaknya menanyakan tentang masalah video-videonya dengan beberapa orang pria berbeda.  "Ather berani bersumpah demi apapun, Yah. Ather tidak pernah melalukan hal-hal yang tidak senonoh dengan Pandan. Ather hanya kebetulan bertemu dengan Pandan di hotel Hilton dan ia tampak kurang sehat. Makanya Ather mengantarnya pulang. Ather sama sekali tidak menyentuhnya. Apalagi sampai menghamilinya.
Read more
Chapter 20
"Mahater Depati! Apa sebenarnya yang terjadi? Tadi kamu bilang kalau kamu tidak pernah melakukan hal yang tidak senonoh dengan Pandan. Sekarang kamu malah mengaku sebagai ayah dari anak yang dikandung Pandan. Bagaimana sekarang sikap kamu berubah menjadi kontradiktif seperti ini? Ayah bingung?" Anak Dewa memijat keningnya karena pusing dengan semua rentetan kejadian ini. Di mulai dengan telepon dari Revan yang memintanya agar ke rumahnya secepatnya dan membawa putranya. Hingga dugaan kalau putranya telah menghamili putrinya. Sanggahan mati-matian putranya sampai keadaan menjadi berbalik seperti ini. Putranya mengakui segala perbuatannya. Bagaimana ia tidak pusing karenanya? "Iya, Ather. Ibu juga tidak percaya kalau kamu bisa melakukan perbuatan sebejat itu dengan seorang gadis yang bukan apa-apamu. Dengan Cempaka Putih saja kamu tidak pernah macam-macam, bagaimana mungkin kamu bisa sampai menghamili Pandan? Sampai matipun Ibu tidak akan perc
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status