Setelah menutup aplikasi Linenya dengan Denver, Pandan mendekati Bu Darwis yang masih saja menangis sesenggukan. Matanya bengkak dan wajahnya basah oleh deraian air mata yang tiada henti. Yang membuat Pandan sedih adalah sorot mata kalah yang terlihat jelas di bola mata tua Bu Darwis. Ia tampak hancur.
"Kamu tahu tidak, Nak. Ibu menemani bapak dari nol. Dari perusahaan kecil peninggalan orang tuanya, hingga terus berkembang sampai sebesar ini. Begitu bapak sukses dan merasa tidak butuh lagi didampingi, ibu malah dibuang seperti seonggok kotoran," adu Bu Darwis getir.
"Ibu selalu saja mengalah selama ini. Ibu bahkan rela kalau bapak menikah lagi. Ibu ikhlas illahi ta'ala. Tapi ternyata itu pun masih belum cukup. Bapak meninggalkan Ibu dan berlalu begitu saja dengan istri mudanya. Ibu rasanya seperti mau mati saja, Nak," Bu Darwis kembali menangis pilu.
"Sudah Bu. Sudah! Untuk apa Ibu menangisi orang yang tidak mengi
Pandan membuka matanya perlahan. Mengerjap-ngerjapkannya beberapa kali karena matanya serasa berat sekali untuk dibuka. Ia menajamkan pendengaran saat sayup-sayup mendengar suara-suara bentakan yang ditingkahi dengan tangisan-tangisan tertahan. Apakah ia sedang bermimpi? Pandan mengumpulkan potongan-potongan kejadian yang berseliweran di benaknya. Kepulangan kedua orang tuanya. Menjemput mereka ke bandara. Kedatangan Denver dan... dan... rekaman-rekaman video yang dikirimkan oleh seseorang pada kakaknya. Dan kemudian gelap gulita!Ia pasti pingsan saat kakaknya menanyakan tentang masalah video-videonya dengan beberapa orang pria berbeda."Ather berani bersumpah demi apapun, Yah. Ather tidak pernah melalukan hal-hal yang tidak senonoh dengan Pandan. Ather hanya kebetulan bertemu dengan Pandan di hotel Hilton dan ia tampak kurang sehat. Makanya Ather mengantarnya pulang. Ather sama sekali tidak menyentuhnya. Apalagi sampai menghamilinya.
"Mahater Depati! Apa sebenarnya yang terjadi? Tadi kamu bilang kalau kamu tidak pernah melakukan hal yang tidak senonoh dengan Pandan. Sekarang kamu malah mengaku sebagai ayah dari anak yang dikandung Pandan. Bagaimana sekarang sikap kamu berubah menjadi kontradiktif seperti ini? Ayah bingung?" Anak Dewa memijat keningnya karena pusing dengan semua rentetan kejadian ini.Di mulai dengan telepon dari Revan yang memintanya agar ke rumahnya secepatnya dan membawa putranya. Hingga dugaan kalau putranya telah menghamili putrinya. Sanggahan mati-matian putranya sampai keadaan menjadi berbalik seperti ini. Putranya mengakui segala perbuatannya. Bagaimana ia tidak pusing karenanya?"Iya, Ather. Ibu juga tidak percaya kalau kamu bisa melakukan perbuatan sebejat itu dengan seorang gadis yang bukan apa-apamu. Dengan Cempaka Putih saja kamu tidak pernah macam-macam, bagaimana mungkin kamu bisa sampai menghamili Pandan? Sampai matipun Ibu tidak akan perc
"Coba lo ulangi lagi camera 7, Im. Oke, lanjut... lanjut... tahan! Sekarang lo smart zoom wajah orang yang berjas abu-abu tepat di belakang gue. Orang ini gerak-geriknya mencurigakan."Denver memberi instruksi pada Baim. Ia juga membungkukkan tubuhnya agar sejajar dengan Baim. Operator CCTV Hotel Dharmawangsa, anak buah Reyhan. Saat ini ia berada di ruang operator CCTV bersama dengan Reyhan dan Baim. Reyhan Dharmawangsa adalah pemilik Hotel Dharmawangsa. Sahabat kentalnya semasa ia kuliah dulu. Ia sengaja kembali ke tempat ini untuk menyelidiki sesuatu. Ia curiga pada Mahater yang sepertinya sangat ikhlas dan dengan senang hati mengakui kesalahannya setelah sebelumnya ia membantah habis-habisan. Pasti ada sesuatu yang tidak beres di sini. Makanya ia kembali ke sini dan mencoba menemukan beberapa petujuk. Nalurinya mengatakan bahwa Mahater menyembunyikan sesuatu.Satu hal lagi yang sangat mengganggu pikirannya adalah, siapa yang t
Suasana makan malam yang sangat menegangkan. Seumur hidupnya Pandan tidak pernah merasakan suasana dingin seperti sekarang ini di meja makan. Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu alih-alih candaan hangat yang biasanya acapkali mereka lakukan. Khususnya apabila kedua orang tuanya ikut makan bersama. Suasananya langsung ceria dengan segala celotehan-celotehannya. Kali ini formasi mereka memang tidak lengkap. Ayahnya sedang mempunyai urusan di luar. Di meja makan hanya ada ibunya, kakaknya dan Mbak Puput, pacar kakaknya.Malam ini Pandan gelisah sekali. Air yang diminumnya bagai duri, dan nasi yang dimakannya bagai sekam. Ia merasa sungguh-sungguh tidak nyaman. Ia seperti seorang pesakitan yang sedang menunggu hukuman. Sedikit saja ia membuat kesalahan, pasti keributan akan pecah. Tinggal menunggu pemicunya saja."Kamu kenapa makannya sedikit sekali, Pandan?" Ibunya melirik piringnya yang hanya berisi seperempat centong nasi dan ses
"Abang ngapain membawa saya ke sini sih? Katanya tadi Abang mau menemani saya ke rumah sakit?" Pandan heran saat Mahater menghentikan laju kendaraannya di gerbang rumahnya sendiri. Ya, ternyata Mahater membawanya ke rumah keluarga besar Depati. Dulu ia memang senang-senang saja kalau di ajak oleh keluarganya mengunjungi rumah Om Anak Dewa ini. Rumahnya sangat luas dan di penuhi tanaman-tanaman yang asri sekali. Menurut cerita lama yang ia dengar, dulunya rumah ini di bangun si Om untuk ibunya. Karena dulu Om Anak Dewa sangat mencintai ibunya. Om Anak Dewa membangun rumah ini persis seperti buku cerita dongeng favorit ibunya. Tapi apa mau dikata, mereka memang tidak berjodoh. Ibunya menikah dengan ayahnya dan Om Dewa menikah dengan Tante Suci Melati.Dulu ia sering mengunjungi rumah ini dengan ibunya. Karena bagaimanapun ibunya adalah adik angkat Om Anak Dewa. Tapi sekarang keadaan 'kan sudah berbeda. Ia mengunjungi rumah ini bukan lagi sebaga
"Pandan Wangi Delacroix Bimantara. Wah... wah... wah... nama Anda unik sekali ya, Bu? Perpaduan dari nama asli Indonesia, Prancis dan juga sansekerta. Apakah ibu tahu apa arti dari nama Ibu?" Dokter muda yang melihat kalau calon pasiennya ini begitu tegang dan gelisah, berusaha untuk mengalihkan keresahannya. Relaksasi sebelum berkonsultasi adalah hal yang kerap kali ia lakukan. Terutama untuk para calon ibu-ibu muda yang nervous saat harus melakukan pemeriksaan kehamilan untuk pertama kalinya."Ibu saya dulu mengatakan bahwa ia menamakan saya Pandan Wangi, karena ia ingin saya membumi. Bisa bertahan hidup dalam segala situasi, dan tetap harum mewangi meski dipotong, dicabut bahkan diinjak-injak sekalipun." Jawab Pandan jujur. Ia sebenarnya sangat tegang saat akan memeriksakan kandungannya pertama kali ini. Apalagi ternyata dokter kandungannya adalah seorang laki-laki. Ia sempat ingin mengurungkan niatnya saat baru masuk tadi. Apalagi saat melihat Denver y
"Kita bisa mampir ke warung seafood di depan itu nggak, Bang? Saya tiba-tiba kepengen makan kerang rebus." Pandan menunjuk pada sebuah warung sederhana pinggir jalan dengan tulisan Kerang Rebus Medan. Penampakan kerang yang baru saja diangkat dari dandang membuat mulutnya berliur seketika. Membayangkan menyantap kerang rebus panas-panas yang dicocol dengan sambal nenas membuat perutnya kian berontak."Bisa, tapi nggak bisa," sahut Denver sambil terus berkonsentrasi menyetir. Ia bahkan dengan sengaja menekan pedal gas sedikit lebih kencang saat mobil mereka melewati warung yang ia maksud. Eee amang, apa maksudnya ini? Mau cari perkara dengannya ya? Pandan jadi emosi melihatnya."Udah lewat itu warungnya, Bang! Apa maksud Abang dengan kata bisa tapi nggak bisa? Kalau Abang nggak mau nungguin saya makan juga nggak apa-apa kok. Saya nanti bisa pulang sendiri. Sekarang berhenti. Saya mau turun!" Amuk Pandan kesal. Tetapi lagi-lagi ucapannya
"Selamat sore semuanya. Tumben sekali semuanya pada ngumpul di sini. Lengkap lagi. "Denver berusaha mencairkan suasana dengan menyapa ringan ayah dan adiknya. Ia juga menundukkan sedikit kepalanya pada Om Revan, Lautan dan Puput. Berusaha bersikap tetap tenang. Ia tidak mau kalau Pandan sampai ikutan stress melihat suasana yang mulai terasa aura tegangnya ini."Tidak terlalu lengkap Denver. Ibumu dan Tante Embun, Om kirim ke mall dulu. Mereka Om bisikin tentang sale besar-besaran akhir tahun. Jadi mereka berdua masih akan sangat lama berada jauh dari rumah ini," sahut Om Revan kalem. Kalimat terselubung Om Revan ini sudah membawa aura peringatan yang sangat halus namun efektif untuknya. Om Revan bermaksud mengatakan kalau ia tidak usah mengharapkan bantuan dari ibunya maunya Tante Embun. Ancaman terselubung sedang dilancarkan. Om Revan ini memang sangat jago mengintiminasi maupun memanupulasi perasaan orang. Ada kemarahan tertahan yang ditutupi oleh kalimat-kali