All Chapters of 30 Days With Mr. Vague: Chapter 11 - Chapter 20
32 Chapters
11. I'll Play Your Game
Cahaya di sekitarku berganti menjadi terang tak lama setelah suara gesekan halus terdengar. Mataku mengerut sebelum akhirnya terbuka perlahan.  "Selamat Pagi, Miss Johnson," sapa Mags dengan ceria. Tidak lagi tegang seperti saat terakhir ia meninggalkanku. "Anda ingin mandi atau sarapan lebih dulu? Biar saya siapkan." Rahangku masih terasa berat, tapi sudah jauh lebih baik dari semalam.  "Aku … aku ingin sarapan," jawabku parau. "Baik kalau begitu. Akan saya bawakan sarapannya," ujar Mags tersenyum, kemudian berlalu dengan langkah tegas.  Aku mencoba bangun.  Astaga. Ini seperti bukan tubuhku. Aku tidak pernah merasakan sakit yang separah ini. Seumur hidu
Read more
12. I Have To Find Out
Hangat. Elegan. Mewah. Bathtub yang ada di kamar mandi Louton sungguh luar biasa. Bukan hanya bathtub, tapi semuanya. Aku tidak tahu kenapa ia masih memiliki bathtub padahal ia sudah memiliki kolam jacuzzi di luar sana. Dan ada shower juga. Akan tetapi, masa bodoh dengan itu. Intinya aku tetap merasa nyaman. Aku bisa melihat pemandangan di luar meski aku sedang berendam. Sungguh menakjubkan. Namun, tidak. Bukan saatnya aku t
Read more
13. Just Curious
"Setelah makan aku ingin kau kembali ke basement," cetus Louton segera setelah aku menyuap sereal ke dalam mulut. Mendengar itu nafsu makanku mendadak memudar. "Ada apa? Kau mau menolak?"  Aku mengunyah pelan. Wajahku menunduk sambil mengaduk tak bersemangat semangkuk sereal gandum utuh dengan chia seed dan potongan stroberi. Louton tampaknya bisa membaca ekspresi wajahku. Ekspresi wajah yang jelas-jelas menggambarkan penolakan tanpa perlu diutarakan dengan kata-kata. Aku membersihkan area bibir dengan juluran lidah, lalu memandangnya. "Tidak," kataku menggeleng. "Kau sendiri yang bilang kalau tempatku harusnya ada di bawah sana. Tapi ka
Read more
14. The Mother
Kemunculan Vince secara tiba-tiba membuatku terkejut sekaligus malu, sebab Louton masih membopongku. Aku bisa saja menjatuhkan diri, tapi mengingat kakiku yang masih belum bisa dikatakan sembuh total, alhasil aku mengurungkan niat itu.  “Maaf, Mr. Vague,” ujar Vince berdiri tak jauh dari Louton. Ada semacam rasa bersalah tergambar di wajahnya. “Tampaknya Mrs. Vague sudah menunggu di depan.” Reaksi Louton masih sama. Aku sungguh berharap ia tidak membantingku hanya karena kedatangan tamu yang tidak menyenangkan di pagi hari. “Kelihatannya mobil Ibuku memang harus masuk ke daftar blacklist,” gerutunya lanjut berjalan dengan bersungut-sungut.
Read more
15. The Mother (part 2)
Sebuah tamparan melayang dan mendarat begitu ringan di pipi kiri Louton. Suara nyaringnya seketika menyentak mataku yang tengah mengintip. Sontak aku berputar dan kembali bersembunyi di balik dinding. Meski begitu, bukan berarti aku bisa langsung melupakan apa yang baru saja ditayangkan di depan mataku. Bagaimana Mrs. Vague menampar Louton, bagaimana Louton diam saja dan membiarkan hal itu terjadi. Bahkan suara nyaring yang dihasilkan oleh tamparan itu sampai sekarang masih mampu mengiris dinding rongga telingaku."Katakan pada Ibumu ini, kenapa kemarin kau tidak datang?" tanya Mrs. Vague pada Louton. Setidaknya itu yang aku dengar, meskipun aku masih belum berani mengintip lagi. "Pagi hari kau tidak datang dan acara makan malam pun kau juga tidak datang. Apa kau mulai ingin membangkang?"Terdapat jeda cukup panjang di sana. Waktu pun seakan berhenti di sekitar
Read more
16. Thinking About Him
Aku kembali di tempat semestinya aku berada. Tidak ada lagi kaca jendela besar yang memperlihatkan pemandangan pepohonan di luar rumah, tidak ada lagi tempat tidur yang lebih lembut dan empuk, tidak ada lagi bathtub, dan yang pasti tidak ada lagi penampakan Louton berlalu-lalang tanpa pakaian. Aku telah kembali di ruangan yang tanpa apa pun ini, selain tempat tidur, meja, dan shower box."Kalau begitu saya permisi, Miss Johnson. Dan saya harus menutup pintu ini."Oh, tidak. Aku benar-benar tidak ingin pintu itu ditutup. Sekalinya pintu tersebut ditutup, aku merasa seperti kembali lagi ke awal. Menjadi tahanan Louton. Padahal beberapa hari ini ia telah membiarkanku keluar dari
Read more
17. You Deserve To Be Loved
Tidak ada yang bisa kulakukan selain membalas memandanginya. Mungkin ada beberapa detik berlalu hanya dengan saling menatap dan baru kali ini aku merasa nyaman menempatkan mataku pada Louton dalam waktu lama. Entah. Mungkin karena efek red wine yang ia minum. Menjadikannya mabuk dan hangat. Bahkan wajahnya memerah. Ingin rasanya mendaratkan telapak tanganku di sana."Cuma kau satu-satunya orang di sini yang bisa menemaniku minum malam ini, jadi minumlah."Louton memaksa lagi. Kini ia sudah menarik diri dariku dan menuang red wine lagi ke dalam gelasnya. Seketika aku menghela napas. Padahal ia hanya mendekatkan wajahnya, tapi energiku seakan terserap olehnya hingga membuatku lemas.
Read more
18. Fix Him
Semalam benar-benar kacau. Sudah kukatakan aku tidak bisa minum minuman semacam itu. Aku tahu kondisi diriku sendiri dan aku tahu—aku sudah memprediksinya—bahwa aku tidak akan bisa mengontrol diri ketika alkohol sudah mulai masuk ke dalam tubuhku. Bicaraku jadi melantur. Meracau tak jelas. Dan sialnya, apa yang kukatakan adalah hal yang seharusnya tidak kukatakan. Aku menginginkan Louton? Aku mengaguminya? Bahwa ia memang memabukkan? Bahwa ia pantas untuk dicintai? Ha! Rasanya berbagai macam sumpah serapah ingin kulontarkan pada diriku ini usai mengingat-ingat apa yang sempat kukatakan dan kupikirkan ketika tadi malam minum bersamanya. Aku mematikan shower saat kurasa seseorang masuk ke dalam ruangan.
Read more
19. What Can I Do For You?
Memperbaiki Louton. Bagaimana caranya?Bahkan aku sendiri tidak tahu apa yang telah kulakukan padanya hingga membuat ia sedikit berubah. Apa itu ada sangkut pautnya dengan pertanyaannya tadi malam terkait apa yang telah kuperbuat padanya? Namun, aku telah melakukan apa? Tak henti-hentinya pertanyaan itu berputar-putar di dalam kepalaku seiring dengan kunyahan steak di dalam mulut.Steak buatan Mags sungguh enak. Tidak jauh berbeda dengan steak yang disajikan di restoran mewah dan beruntung aku bisa merasakannya secara cuma-cuma. Bahkan tidak rela rasanya jika harus dihabiskan. Mungkin aku harus berterima kasih pada Louton karena telah meminta
Read more
20. Go Ahead
Louton terduduk lagi di atas tempat tidur. Wajahnya diselimuti rasa menyesal, entah kenapa. Kedua tangannya pun mulai mengusap wajah dimana kemudian telapak tangannya lanjut bergerak menyusuri hingga ke belakang kepala. Kuamati matanya terpejam dengan posisi kepala menunduk, lalu berdiam diri dalam posisi itu sekian lama. Aku pun hanya bisa memandanginya sembari berpikir kira-kira apa yang bisa kulakukan. Perlahan aku mendekatkan diri. Merayap di atas tempat tidur dan berhenti di sampingnya. Duduk di sana dengan perasaan waswas. Jangan pikir aku tidak takut, sebab yang kurasakan justru sebaliknya. Aku sangat takut. Takut salah dalam memilih langkah hingga akhirnya yang ada kemarahan Louton justru semakin tak terkendali."Maaf. Aku tidak bermaksud ingin membentakmu," kataku pelan. Mencerminkan rasa bersalah melalui wajah yang menunduk memandang kuku jari.
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status