All Chapters of AIR MATA PERNIKAHAN: Chapter 21 - Chapter 30
45 Chapters
BAB 21
Sudah sepuluh menit lamanya Mas Bara belum juga datang. Sebenarnya Mas Bara ke toilet apa ke mana sih? Kesel banget aku sama dia. Aku masih sabar menunggu sampai dua puluh menit lamanya dan aku telfon ke nomor Mas Bara. Sama sekali tidak ada jawaban. Aku berdiri lalu berjalan ke toilet pria. Kutunggu sejenak dan Mas Bara tidak keluar juga. Aku sempat menanyakan ciri-ciri Mas Bara ke beberapa orang. Namun hasilnya nihil. Terpaksa aku harus keluar dari restoran itu dan sialnya aku yang harus bayar makanannya. Makanan Mas Bara juga masih utuh. Aku bungkus saja untuk di rumah. Tak terasa hari sudah mulai sore. Aku terpaksa menggunakan angkutan umum untuk sampai menuju ke rumah Siska. Kulihat pemandangan di kota Padang ini cukup ramai. Aku cukup panik karena angkut ini berhenti dan ternyata kata sang sopir ada kecelakaan di depan sana. Hatiku sangat berdebar. Semoga saja itu bukan Mas Bara. “Kasihan banget itu pasti suami istri ya yang ketabrak,” kata seseorang yang lewat di l
Read more
BAB 22
Mas Bara memasuki kamar dengan pelan. Ia terlihat kesusahan saat membuka pintu. Tangan kirinya di tekuk di depan dada lalu duduk di kasur dengan wajah meringis. “Gimana rasanya enak 'kan?” wajahku kesal melirik Mas Bara. Hatiku benar-benar hancur dengan tingkah Mas Bara hari ini. “Kamu jangan ngomong kaya begitu dong, Bel. Aku lagi sakit gini kamu malah kaya gitu,” gerutu Mas Bara. “Kamu nggak tau perasaan aku gimana, Heh?” tanyaku dengan mata berkaca-kaca. “Oke, aku minta maaf udah ninggalin kamu di restoran,” kata Mas Bara dengan santainya. “Gampang banget kamu bilang maaf ya, Mas?” aku berdiri membelakangi Mas Bara. “Kamu udah ninggalin aku gitu aja di restoran dan kamu malah pergi sama Arum. Sementara aku tungguin kamu lama banget. Akhirnya kamu dapet karma 'kan Mas? Kamu kecelakaan sama Arum. Kenapa engga sekalian aja kamu meninggal saat kecelakaan itu,” ucapku dengan keras menatap Mas Bara. “Kamu gila ya? Omongan kamu tuh udah kaya orang gila tau nggak?”
Read more
BAB 23
Acara sunatan di adakan di sebuah gedung. Bagas sudah terlihat sembuh dengan sempurna. Dia bahkan sudah bisa berjalan dan menggunakan celana. Wajahnya tampak bahagia menyambut teman-teman yang hadir. Acara sunatan ini sengaja di lakukan di gedung karena juga bersamaan dengan ulang tahun Bagas. “Ingat ya, Bella. Kita disini harus terlihat mesra. Sebentar lagi pasti saudara Mama akan datang. Paman dan bibi aku akan ke sini pastinya. Kamu harus selalu tersenyum di depan semuanya,” ucap Mas Bara berbisik kepadaku. Kami berdua berdiri berdampingan sambil menyambut wali dari teman-teman Bagas. Sementara Mama juga ada di samping Bagas. Mama terlihat bahagia di sana. Wajahnya benar-benar terlihat segar. Dia terus bercakap dengan para wali dari teman teman Bagas. “Heh, Bella!” seru Mas Bara dengan mencubit lenganku. “Au! Apaan sih, Mas? Sakit banget tau,” gerutuku sambil mengelus lenganku. “Itu lihat disana ada Paman dan bibi. Kita harus berpura-pura mesra di depan mereka,”
Read more
BAB 24
“Aduh, Bel. Mama kayaknya lemes sekali nih,” bisik mama dengan wajah yang lemas. Di balik make up-nya yang terlihat fresh. Namun wajahnya terlihat lemas sekali. Aku langsung saja memegang lengan mama. “Ya sudah, ya sudah. Kita istirahat aja yuk! Duduk di belakang dulu yuk,” ucapku kepada mama. Akupun berbisik kepada Siska. “Siska, mama kayaknya kecapean. Aku urusin mama dulu ya,” kataku lalu Siska mengangguk. Broto terlihat gelisah saat melihat aku dan mama berjalan dengan pelan. Kini mama sudah berada di belakang. Ruangan paling belakang yang ada di gedung ini. Mama bersender di sofa. Mama dengan baju kebaya dan sanggul itu terlihat kelelahan sekali. Aku mencoba mengipasi mama dan berusaha membantu mama minum air putih. “Ada apa ini?” tanya Broto dengan wajah panik. “Mama kayaknya kecapean,” kataku dengan lirih. Mantunya saja terlihat panik melihat mama. Sementara Mas Bara anak kandung mama sendiri malah tidak terlihat. Terakhir aku lihat Mas Bara ber
Read more
BAB 25
“Udah, mama nggak usah mikirin Mas Bara .nanti pasti Bella telfon mas bara. Sekarang mama istirahat aja dulu ya?” Mama sedikit ragu. “Udah mama istirahat aja. Mama pasti kan cape banget,” kataku dengan menyentuh lengan mama. “Ya sudah, kalau gitu mama istirahat dulu ya, Bel. Kamu jangan lupa telfon Bara, ya?” Pinta mama dengan wajah lembut. “Iya, Ma. Bella nggak akan lupa. Ya udah mama istirahat ya,” kataku sambil menyelimuti mama. Lalu aku segera keluar dari kamar mama. Tanganku memegang kening yang berkerut. Sungguh aku ingin sekali memarahi Mas Bara sekarang juga. “Mas, kamu di mana sekarang? Mama cariin kamu. Dia khawatir sama kamu. Dari acara sesi foto foto kamu nggak ada sampai acara selesai. Udah cepetan kamu pulang sekarang. Mama khawatir banget sama kamu, Mas,” kataku dengan keras di dalam kamarku. Ku dengar suara Mas Bara yang menghembuskan nafas dengan kesal. “Yaudah, aku pulang sekarang juga,” jawabnya dengan cepat lalu matikan telfon begitu saj
Read more
BAB 26
"Sebaiknya kalian nggak usah cerita sama mama. Kalian cerita sama mama kalau sudah benar-benar sidang ketukan palu kalau kalian sah bercerai. Gimana bener kan?” kataku kepada mereka berdua. “Ya mungkin itu yang terbaik, Mbak. Sebenarnya aku nggak mau nyakitin mama. Tapi mau gimana lagi,” kata Siska dengan wajah manja. “jadi nanti setelah bercerai kamu akan kemana Siska? Maksud Mbak. Kamu tinggal dimana nanti sama Doni?” Tanyaku dengan lirih. “Aku sama Doni akan tinggal di Australia Mbak. Karena dia mendapatkan pekerjaan disana,” kata Siska dengan tersenyum. Sementara kulihat Broto yang berwajah sedih. “Oh, ya sudah kalau gitu, ingat ya? Apa kata Mbak, kalian berdua kabari saat sudah cerai saja dan kalian kalau mau ngabarin harus ke Jakarta nggak boleh dia telfon. Ngerti?” tegasku. “iya, Mbak baik,” kata Siska dan Broto. Aku meninggalkan mereka berdua. Kini aku berniat akan membereskan barang-barang kembali bersama Mirna. “Eh, udah selesai ya ini semua Mirna?” t
Read more
BAB 27
“Gimana, Dok keadaan mama?” tanyaku dengan sopan. “Ibu Linda terkena anemia. Saran saya, beliau jangan sampai merasa kelelahan. Jika sudah lelah harus segera istirahat. Ini saya kasih resep untuk ibu Linda. Ada penambah darah dan beberapa vitamin. Pokoknya ingat pesan saya ya? Jangan sampai kecapean ibu Linda,” dokter mengatakan kepadaku dengan serius. “Baik dok,” ucapku dengan tegas. Setelah dokter itu memberikan resep kepadaku. Aku langsung mengantar dokter ke depan rumah untuk mengantarnya pulang. Kini aku memasuki kembali kamar mama. Ternyata mama sudah sadar dan sedang berbincang dengan Mas Bara. Ku lihat mereka berdua terlihat hangat. Coba saja pemandangan ini bisa di lihat setiap hari. Aku ingin sekali Mas Bara bisa terus menyayangi mamanya. Aku ingin Mas Bara bisa terus mendampingi mama seperti ini. Sayangnya dia sering kali pergi tanpa pamit. Kemana lagi kalau bukan ke kos kosan Arum. “Gimana ma? Udah enakan?” tanyaku dengan lembut sambil duduk di sisi ranja
Read more
BAB 28
Mataku menyipit saat melihat layar ponsel. Panggilan masuk dari Siska. Adik iparku, Siska. “Hallo ada apa, Sis?” tanyaku dengan heran. Kenapa dia meneleponku. “Besok Siska mau ke Jakarta, Mbak,” jawab Siska dengan singkat. “Oh, kamu mau nengokin mama?” tanyaku. “Iya, Mbak. Soalnya tadi pagi Mas Bara telfon dan katanya mama sakit. “Oh, iya mama juga sempet bilang kalau. Mbak Bella di suruh buat hubungin kamu. Ya, mungkin mama masih kangen sama kamu,” kataku mengingat perkataan mama tadi pagi. “Iya, Mbak. Tapi Siska bingung nanti harus jawab apa. Siska kan nanti ke Jakartanya Cuma sendirian aja,” kata Siska dengan nada lirih. “Emangnya kamu udah pisah rumah sama Broto?” tanyaku dengan serius. “Udah, Mbak. Aku di usir dari rumah. Ya udahlah aku juga udah nggak mau lagi sama dia. Sekarang aku ada di apartemen Doni, Mbak,” jelas Siska gadis cantik yang memiliki satu anak itu. “Jadi Bagas sama Broto? Terus kamu seatap sama Doni maksudnya?” cecarku dengan geram.
Read more
BAB 29
Suara Bel berbunyi. Aku sedang mencuci sayuran terpaksa menghentikan aktivitasku. “Biar aku aja, Mirna,” cegahku karena pembantuku akan berjalan ke depan. “Oh baik, Mbak.” Jawab Mirna dengan sopan. Aku langsung saja berjalan kembali menuju ke arah ruang tamu. Aku yakin tamu itu adalah Siska. Ku buka pintu dengan pelan. Siska melihatku dengan wajah datar. Lalu masuk begitu saja tanpa mengucapkan salam. Mungkin dia masih merasa kesal. Saat di telfon lalu aku memberikan ceramah islami kepadanya. Dia langsung pergi ke kamar mama. Aku melihatnya dari belakang dengan hati yang sabar. Mungkin karena Siska masih muda dariku dan dia juga memiliki anak. Jadi mungkin Siska masih seperti anak-anak. Aku ikut masuk ke dalam kamar mama. “Ma, gimana kabarnya?” tanya Siska dengan wajah berbinar. Ia menyentuh lengan mama. Mama kaget melihat Siska. Ia menaruh majalah dan langsung memeluk anak keduanya dengan hangat. “Ya Allah, Siska kamu kenapa nggak bilang mau kesini?” ta
Read more
BAB 30
“Bara? Lu tinggalin aja selingkuhan elu, ” kata Siska dengan lirih sambil melihat-lihat ke belakang. Bara kaget mendengar suara itu. Ia menyimpan ponsel di sakunya dengan cepat. Sementara di sampingnya sudah ada Siska. Mereka berdua berada di halaman rumah sore ini. “kenapa juga gue harus tinggalin Arum. Orang gue cinta sama dia,” kata Bara dengan santainya. “Tapi lu nggak kasian sama Bella. Menurut gue Bella itu udah jadi istri sempurna buat Lo. Dia cantik, pinter, Solehah..kenapa sih lu harus selingkuh?” tanya Siska dengan kesal. “Mungkin lu udah tau jawabannya .karena lu kan juga selingkuh,” ucap Bara menyindir adiknya. “Ya emang gue selingkuh. Tapi kan gue serius dan gue tau apa yang harus gue pilih. Gue akan cerai sama Broto dan gue akan nikah sama Doni. Sementara lu udah nggak tau arah. Lu selingkuh tapi lu nggak bisa cerai sama Bella. Gimana sih,?” sang adik menyindir dengan keras. “Gue tahu kok, jalan yang harus gue pilih. Gue bakal nikahin Arum dan gua n
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status