Semua Bab Terpaksa Menikahi Janda: Bab 11 - Bab 20
36 Bab
11. Membohongi Diri Sendiri
 Sampai dikamar tidur, aku dan Abian tidak mendapati hal yang aneh, semua tampak rapi seperti tidak terjadi apa pun hingga mama ke luar dari kamar mandi dengan muka panik.“Alan, itu...! “ Mama berucap sambil menunjuk kamar mandi.“Ada apa Ma? “Tanyaku sambil menurunkan Abian ke atas ranjang tidur.“Jamilah Lan, tolonglah dia! “ Kepanikan mama semakin menjadi. Aku hanya diam dengan ekspresi bingung.Seketika mama menarik lenganku menuju ruangan kecil yang terletak tepat disisi kamar tidur. Hingga sampai di sana sebuah pemandangan erotis tampak di sebuah kamar mandiku, “Ma, apa-apaan ini Ma? “sanggahku sambil berbalik membelakangi pemandangan syur yang terpampang nyata tanpa sensor itu.“Eh, Alan kamu itu bagaimana sih, istri sedang pingsan begitu kok main kabur? “Ucap mama sambil menarik tubuhku menghadap kembali ke arah Jamilah.“Tapi Ma. ““Enggak ada
Baca selengkapnya
12. Seranjang
Jamilah dan aku tanpa sengaja mengucapkan kata yang sama, tentu saja kami sangat terkejut oleh perkataan Abian, “tidur seranjang bertiga. Uh, yang benar saja. “ Hati ini mendadak resah, gundah gulana.“He...! kalian ini kenapa? Seperti di ajak berperang melawan musuh saja, wajar kan kalau Bian ingin tidur bersama mama dan papanya? ““Tapi, Ma? “ ucap Jamilah dengan raut muka yang mendadak pucat, tangannya terlihat gemetar sambil terus memegangi selimut yang masih menempel di tubuhnya.“Mama! Bian mau tidur di sini sama kalian! “ tegas Abian dengan muka lucunya.“Papa, bolehkan Bian tidur di kamar ini? ““Eh, Em, tentu saja sayang. “Dengan raut muka penuh kebahagiaan Abian berlari menghambur dalam pelukanku. Tangan ini pun tanpa menunggu lama akhirnya mengangkat tubuh mungil itu dalam dekapan. Sungguh kebahagiaan tersendiri bagiku bisa melihat Abian bisa tersenyum dan te
Baca selengkapnya
13. Pov Jamilah part 1
Pagi ini Kak Farhan memberitahuku, dia akan membawa Bian bertemu sahabat lamanya. Rona kebahagian sangat jelas terpancar pada wajahnya. Semenjak pernikahan kami tiga tahun lalu baru kali ini aku melihat Kak Farhan terlihat sangat bahagia. Mungkin sahabat Kak Farhan memang seseorang yang sangat istimewa baginya. Setelah mendandani Abian dengan rapi aku bergegas keluar kamar untuk memberitahu Kak Farhan bahwa putranya telah siap berangkat. Kak Farhan tampak duduk di teras rumah dengan penampilan yang sudah rapi. Suamiku itu sungguh terlihat tampan pagi ini. Dalam lamunanku terbesit sebuah keinginan yang konyol, “ah, seandainya pernikahan ini nyata. “ Seulas senyum tak dapat aku sembunyikan lagi hingga suara Kak Farhan mengejutkanku. “Dek, kakak pamit ya? Jaga diri baik-baik. Jangan lupa untuk mengunci pintu rumah kalau saja Kak Farhan pulang terlambat. “ “Em, iya, Kak. “ Ucapku malu sambil menyembunyikan rona merah di wajahku, takut-takut jikalau Kak Fa
Baca selengkapnya
14. Kenyataan Pahit Pov Jamilah
“Hay, siapa pun kamu yang menghubungi nomor ini, saat ini Farhan sedang berada di rumah sakit. “ Ucap seorang lelaki yang tampak kesal karena aku diam saja tanpa bersuara.“I---ya, tuan, apa yang terjadi dengan suami saya? “ Ucapku sambil menahan air mata yang sudah mulai jatuh dari kedua mataku.Hening, tidak ada jawaban.“Tuan, tolong kirim alamat rumah sakit itu sekarang! “Seketika sambungan telepon terputus, rupanya lelaki itu memutuskan telepon kami secara sepihak.Beberapa menit kemudian tampak notifikasi di layar HP. Aku buru-buru membaca pesan yang telah dikirimkan lelaki asing yang aku kira dia adalah temannya Kak Farhan.Sampai di jalan raya aku menyetop taksi yang terlihat sedang bergerak  ke arahku. Sudah tidak terpikir lagi soal biaya taksi yang mahal yang terpenting saat ini aku harus segera sampai ke rumah sakit itu dengan cepat.Dalam perjalanan aku terus berdoa semoga Kak Farh
Baca selengkapnya
Bab 15. Pov Jamilah
Lelaki asing itu bernama Alan Prayoga Sanders, aku mengetahui namanya dari seorang pria tua yang telah mengurus segala keperluan rumah sakit kak Farhan. Dari mulai administrasi hingga kepulangan jenazah. Beruntunglah semua berjalan dengan lancar. Bahkan aku sama sekali tidak perlu repot memikirkan biaya yang harus dibayar ke pihak rumah sakit. Semua di tanggung oleh pria yang mungkin dia itu sahabatnya kak Farhan yang tadi sempat di temuinya sebelum meninggal.Berbicara tentang tuan Alan, kesan pertama saat aku melihat lelaki dewasa itu membuat jantung ini tiba- tiba berdetak cepat, entahlah aku juga tidak tahu ada apa dengan perasaan ini. Tuan Alan sangat tampan dan gagah bahkan. Tidak dapat aku pungkiri bahwa jika diri ini telah terpesona dengan kesempurnaan yang ia miliki. Untuk pertama kalinya aku merasakan getar-getar dalam jiwaku. Sebuah rasa yang belum pernah aku alami sebelumnya. Tuan Alan bagai pangeran impian yang pernah aku lihat dalam film animasi dunia dongeng. Sebagai se
Baca selengkapnya
Bab 16. Rumah Tuan Alan
Sampailah kami di sebuah rumah besar dan mewah, kesan pertama yang aku rasakan tempat ini sangat asri, karena halamannya yang sangat luas, juga di tanami berbagai macam pohon seperti pohon mangga dan tanaman perdu juga berbagai tanaman hias lainnya. Dari sini sudah bisa aku simpulkan jika pemilik rumah ini sangat mencintai alam dan kesejukan. Nyatanya rumah semegah ini masih menggunakan berbagai pohon buah-buahan untuk memberikan kesan rindang dan nyaman di depan pelataran yang luas.Suasana rumah itu sudah sepi hanya ada satu penjaga yang masih setia di depan pintu gerbang.Saat tengah asyik melihat sekitar halaman rumah yang tampak asri. Aku dikejutkan oleh panggilan Paman Sam yang tengah menelepon seseorang untuk membuka pintu.Hingga menit berikutnya seorang pria tampan dengan celana jeans pendek dan kaos oblong berwarna putih berdiri dengan pose yang mempesona di depan pintu.“Ya, Tuhan, gantenge... . “ Ucapku dengan bahasa daerah tempat asalku. Beruntungnya ucapanku tidak di de
Baca selengkapnya
Bab 17. Memanjat Pohon
Dan... Ternyata...Di luar dugaan, Tuan Alan tiba-tiba melepaskan rengkuhannya. Sebuah suara samar sempat aku dengar dari bibir manisnya, “cantik.” Begitulah ucapan yang tertangkap oleh telinga ini. Aku mendengar gumaman dari mulut tuan Alan.Kami berdua menjadi salah tingkah.“Maaf, tuan saya tidak sengaja. ““Iya, maafkan saya, Nona. Dan ini kamarnya, silakan beristirahat. “ Tuan Alan perlahan membuka pintu, rupanya tadi kami telah sampai di kamar yang kami tuju.“Biar aku bawa Abian ke sini, untuk tidur denganmu.”“Iya, terima kasih tuan, Bian memang suka terbangun di malam hari. “Tuan Alan bergegas meninggalkan aku yang masih setia mematung melihat kepergian lelaki yang telah membuat jantung ini berolahraga.Akhirnya aku putuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi sambil menunggu Abian masuk ke kamar.Beberapa menit kemudian aku membuka pintu kamar mandi rasanya tubuh ini telah segar walau tidak memakai baju ganti sekalipun.Abian tampak tidur dengan nyaman di kasur empuk kam
Baca selengkapnya
Bab 18. Illfeel
“Mama...! “ Abian berlari turun dari gendongan tuan Alan. Ekspresinya tuan Alan sungguh terkejut mendapati aku berada di atas pohon mangga ini. Tidak tahu apa yang sedang ia pikiran.“Iya sayang, mama akan segera turun, “ ucapku sambil bergegas turun. Saat aku melompat dari atas dahan yang agak pendek, tuan Alan menatapku dengan terpaku. Seakan tengah menonton akrobatik. Apa aku terlihat aneh?Saat sampai di bawah aku menyerahkan sarang dan beberapa ekor burung pada Abian, “Bian, mama dapatkan anakan burung. ““Hore... . “Teriak bocah itu kegirangan. Sementara Tuan Alan masih terpaku di tempatnya. Hingga ucapannya seketika membuat hati ini yang sejak semalam mengaguminya mendadak jadi illfeel seketika.“Dasar wanita kampung, kalau ingin burung kenapa tidak langsung meminta kepadaku pasti akan aku belikan.” Ucap tuan Alan sarkas.“Hey, tuan, jangan menghina ya, saya ini sudah bukan wanita kampung lagi sejak kak Alan membawa saya ke Jakarta tiga tahun lalu. “Jawabku tidak terima.“Ck...
Baca selengkapnya
Bab 19. Perawan Desa
“Tuan muda ayo segera berangkat! “ suara ajakan paman Sam berhasil memecah keheningan di antara kami berdua.“Iya, paman, Abian, baik- baik di rumah bersama mama ya! “ Abian mengangguk dan melambaikan tangannya. Sementara aku masih tetap berdiri dengan muka melongo, rupanya jantungku sudah mulai normal kembali saat berjauhan dengan tuan Alan. Syukurlah dan sebaiknya aku harus segera mencari tempat baru untuk memulai kehidupan bersama Abian. Untung aku sudah membawa buku tabungan dan ATM dari kak Farhan. Memang selamatkan ini kak Farhan selalu memberi kan sebagian gajinya untukku. Dia bilang bahwa uang itu merupakan hak bagiku sebagai istri, walaupun kak Farhan tidak... Ah, sudahlah itu tidak perlu aku ungkapkan bukan? Karena aku menganggap ayahnya Abian bukan sebagai suami melainkan kakak iparku. Ya... Kak Farhan menikahi saudara perempuanku satu-satunya yang bernama Nurjahan.Aku mengajak Abian masuk ke dalam rumah untuk merapikan penampilanku yang masih berantakan. Sampai di ruang m
Baca selengkapnya
Bab 20. Kantor Tuan Alan
Selesai sarapan pagi bersama bik Surti aku pun membantu membereskan peralatan dapur yang masih kotor. Di rumah Tuan Alan memiliki sekitar sepuluh orang pekerja, untuk membersihkan rumah semegah ini. Wajar saja sedari tadi tampak orang berlalu lalang dengan tugasnya masing- masing.“Nduk, ini baju ganti kamu, sama den Bian juga. ““Wah, terima kasih bik, jian, rasa ne ora kepenak yo, mbok, (sungguh rasa nya tidak enak ya bik.) “ ucapku dengan bahasa daerah, rasa nya mulut ini sudah gatel pengen ngomong jawa saat bertemu orang yang satu daerah gini.“eh, yo rap opo lo nduk, di syukuri ae, kuwe nemu Wong apik neng Jakarta iki ( di syukuri aja non, kamu bisa menemukan orang baik di kota Jakarta ini.) ““iya, mbok, alhamdulillah. ““heem. Sekarang cepet ganti baju Sana! ““iya, mbok. “ Jawabku sambil berlalu menuju kamar tamu. Aku ajak Abian juga untuk berganti baju.Sampai di dalam kamar aku mulai mengganti pakaian Abian. Sebuah setelan kemeja dan celana jeans warna hitam. Ukurannya juga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status