Semua Bab Terpaksa Menikahi Janda: Bab 21 - Bab 30
36 Bab
Bab 21. Awal Tragedi
Waktu berjalan begitu cepat dan di sinilah aku sekarang. Setelah makan siang buk Surti menyuruhku untuk bersiap menjemput Abian di kantor Tuan Alan, dengan bantuan Heri tentunya.Sampailah kami di sebuah pelataran hotel nan megah dan mewah. Kesan pertama saat aku menginjakkan kakiku di depan gedung tinggi menjulang ini adalah ekspresiku yang tercengang. Hingga tak sekalipun pandanganku beralih kepada yang lain. Bahkan suara Abian yang sudah sampai di sampingku pun aku tak menyadarinya.Dan rupanya, tempat yang aku pijaki ini adalah sebuah hotel bukan kantor milik tuan Alan, tiba- tiba perasaan ini menjadi aneh, “ untuk apa tuan Alan pergi ke hotel? Bukankah ini bukan tempat untuk bekerja?” belum sempat aku menjawab pertanyaanku dalam hati. Rupanya Abian menangis dan merengek tidak mau kuajak pulang. Bian bersikukuh ikut masuk ke dalam hotel tersebut. Aku sendiri juga tidak bisa mencegahnya. Jurus tangis Abian memang mampu meluluhkan hati seorang tuan Alan. Sehingga aku pun juga harus
Baca selengkapnya
Bab 22. Pov Jamilah End
Saat terbangun di pagi hari, aku merasa kan kepalaku sangat sakit sekali. Belum pulih rasanya kesadaranku tiba- tiba suara gaduh memenuhi kamar itu. Aku edarkan mata ini kesegala penjuru arah, semua nampak asing, siapa mereka?Ada seorang wanita marah dan seorang pria paruh baya menenangkan. Sementara di sampingku. Aku terkejut setengah mati. Bagaimana bisa Tuan Alan tidur di sampingku? Ini sesuatu yang tidak mungkin bukan?Tuan Alan menatapku dengan tatapan membunuh. Binar kebencian sangat kentara dari sorot matanya yang tajam seakan menembus jantung hatiku. Aku bergidik ngeri. Bagaimana tidak, dalam keadaan biasa saja lelaki itu sudah tampak menakutkan apa lagi dalam situasi seperti ini. Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi kepadaku? Bagaimana bisa tuan muda terdampar bersamaku di kamar mewah ini?Wanita paruh baya yang masih cantik dengan pakaian modisnya itu mulai mendekatiku, aku hanya terdiam mendengarkan segala ocehannya kepada Tuan Alan bisa aku simpulkan bila wanita berkela
Baca selengkapnya
Bab 23. Seranjang
Malam ini adalah malam terpanjang dalam hidupku. Bagaimana tidak, Abian dengan sengaja menautkan jemariku dan janda Bo**h itu dengan begitu intimnya. Ini gila, benar-benar di luar dugaanku, aku pikir aku tidak akan terpengaruh, tetapi nyatanya saat jemari kami saling menyatu, ada desiran aneh yang menghangat merayapi relung hati ini. Tiba- tiba saja perasaan gugup menyelimuti hatiku. Sejenak aku perhatikan wanita di pinggir ranjang itu telah menutup matanya, dalam hati aku sungguh kesal, bagaimana bisa dia dengan seenaknya telah tertidur nyenyak sementara aku bahkan tidak bisa memejamkan mata walaupun sedetik. Ini benar-benar tidak bisa di biarkan, melewati satu malam saja rasanya bagaikan setahun bagaimana bila harus setiap hari, bisa-bisa mataku akan berubah bagai mata Panda, bisa bilang reputasiku sebagai cowok terganteng di kota ini. Kasanova bermata Panda, kan enggak lucu. Aku menghembuskan nafas frustrasi, sejak kedatangan dua makhluk ini dalam kehidupanku, semua jadi berantaka
Baca selengkapnya
Bab 24. Ke Kampung Jamilah
Mama, memang benar-benar niat ngerjain aku kan ? Ini benar-benar menyebalkan, setelah selesai pekerjaan kantor, mama langsung menyuruh Heri menjemput aku dan membawaku menuju kampung halaman Janda menyebalkan itu. Sungguh kukira setelah kepergiannya yang mendadak itu aku bisa bernafas lega saat ini, siapa sangka mama malah menyuruhku menyusul Jamilah ke rumahnya yang terletak di pinggiran kota Palembang. Membayangkan desa terpencil dengan keadaan kumuh, kekurangan air itulah yang terlintas dalam pikiranku saat ini. Dan anehnya lagi, mama memintaku meninggalkan Abian di Jakarta, dengan alasan mama takut kesepian sendiri di rumah. Sungguh lengkap sudah kekesalanku kali ini, Abian adalah satu-satunya obat buatku saat aku sedang kesal dengan si Jamilah itu.“Bos, apakah Anda tidak ingin membeli oleh-oleh dulu sebelum kita turun dari kapal Feri ini, tidak baik bos bertamu ke rumah mertua dengan tangan kosong, apa lagi ini adalah kunjungan pertama Anda. “ Seketika aku tersadar dari lamunank
Baca selengkapnya
Bab 25. Kejailan Alan
“Heri, tolong hentikan mobilnya ke tepi sekarang! “ Heri terkejut mendengarkan perintahku.“ Ada apa bos, seketika Heri menepikan mobilnya. ““Aku mau buang air sebentar, “ seketika aku membuka pintu dan berjalan menuju pinggir jalan. Jalanan masih tampak sepi, sebenarnya aku tidak ingin buang air tetapi aku sengaja mau ngerjain si sopir sialan itu.Saat Heri tengah asyik melihat jalanan yang sepi, secara sengaja aku mendekat ke arahnya, membuka kemeja warna putih, lalu aku pakai untuk menutupi kepalaku, kemudian aku segera mengetok kaca pintu mobil tiga kali.Tok... Tok... Tok...Suara ketukan membuat Heri segera membuka kaca mobil, “Ha...setan...!!! “ teriak Heri, kemudian tiba-tiba saja Heri pingsan tak sadarkan diri duduk bersandar kursi kemudi.Tawaku pecah seketika, “rasakan pembalasanku, memang enak aku kerjain. “ Tetapi sesaat kemudian aku segera bungkam kebingungan saat melihat Heri yang pingsan, “aduh, akhirnya aku juga yang rugi, jadi harus gantikan dia menyopir kan? Em...
Baca selengkapnya
Bab 26. Bertemu Lagi
Aku bergegas bangun dan segera membungkam mulut Jamilah yang menjerit secara histeris, padahal sesaat lalu aku juga sama sepertinya menjerit juga. Heri belum terusik oleh keriuhan kami berdua mungkin dia sangat mengantuk. Jamilah menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan. Mungkin dia penasaran.“Em... .” Jamilah menunjuk tanganku untuk melepaskannya.“Maaf, “ ucapku sambil menjauh dari tubuh janda itu.“Tuan, bagaimana mungkin Anda sampai disini? “ Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal, bingung harus menjawab pertanyaan Jamilah. Beruntunglah ada Pak RT yang menghampiri kami.“Saya sudah menduga bila Jamilah yang tuan maksud adalah anaknya Bu Asih orang yang bekerja di rumah saya. “ Ucap pak RT kemudian, ia mendekati kami berdua yang masih setia berdiri di depan pintu.“Maksud pak RT apa?” Jamilah tampak bingung.“Milah, semalam tuan ini, mengaku sebagai suamimu datang kemari, untuk menjemput kamu pulang ke kota. “ Ucapan Pak RT membuat Jamilah terkejut. Ekspresi bodohnya it
Baca selengkapnya
Bab 27. Sekamar Lagi
“Tuan, mari saya antarkan ke kamar! ““Ya... . “ Mendengar suara Jamilah membuat aku terkejut, kutatap wajah janda yang sialnya sekarang tampak cantik, padahal dia tidak memakai riasan apa pun. Jamilah rupanya baru selesai mandi. Aku terpaku, terpesona.Suara dering ponsel membuyarkan aksi pandangku kepada Jamilah. Sekilas kutatap layar HP, tertulis nama Sania di sana, aku segera beringsut keluar, sekilas Jamilah menatapku penuh selidik. Tanpa peduli aku segera menerima panggilan dari partner ranjangku itu.“Halo... . “ Saat aku menerima panggilan Heri rupanya mengangkat semua barang-barang yang telah di belinya semalam. Aku meliriknya sekilas. Sedangkan aku masih asyik mengobrol dengan Sania yang manja, wanitaku itu rupanya ingin pulang ke Jakarta menemuiku, alasannya karena rindu, tentu saja aku juga merindukannya, terutama harum tubuh Sania, ah fantasiku terasa liar, tetapi khayalan itu segera musnah saat aku mengingat kenyataan yang terjadi, sekarang aku berada di daerah entah ber
Baca selengkapnya
Bab 28. Makan Malam
Saat makan malam tiba aku benar-benar tidak percaya, bagaimana bisa Heri dengan teganya telah meninggalkan aku di desa terpencil ini. Aku masih terdiam menatap hidangan di lantai yang beralaskan tikar di ruang tamu sederhana milik Jamilah. Rumah ini memang sangat kecil, hanya ada empat ruangan dua kamar tidur satu dapur dan satu kamar tamu kalau dipikir-pikir rumah ini lebih cocok di katakan rumah kubus karena tempatnya yang segi empat. Semua ruangan berukuran sama. Sungguh rasanya aku ingin segera kembali saja, tetapi sialnya sopirku itu sungguh, membuatku naik pitam saja, aku berjanji akan membuat perhitungan dengannya bila sudah sampai Jakarta nanti.“Nak menantu, ayo di makan, maaf ya di kampung Cuma ada beginian, “ Ibu Jamilah menyodorkan piring ke arahku, Jamilah kemudian gegas mengisikan nasi ke dalam piring yang aku pegang.“Tuan, mau makan apa? “ tanya Jamilah sambil menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan.“Em, aku... . “ Aduh rasanya aku ingin berteriak bahwa makana
Baca selengkapnya
Bab 29. Jamu Ajaib
“Pedas...hu hu hu!“ teriakku sambil sibuk mengipasi mulut yang terasa terbakar, gila, ini benar-benar menyakitkan mulutku seperti mengulum bara api.Jamilah dan ibu Fatimah panik melihat aku yang belingsatan bak cacing kepanasan.Jamilah menyodorkan segelas air hangat, tetapi setelah aku minum belum juga meredakan rasa pedas di mulutku.“Tuan, bagaimana ini, “ Jamilah menatapku dengan perasaan iba, bibirku mungkin sudah melepuh dan merah, aku hanya menatap wanita itu sekilas kemudian gegas keluar rumah. Tiba-tiba saja perasaan malu merayapi relung hatiku, bagaimana bisa seorang perkasa sepertiku kalah dengan yang namanya rasa pedas. Memalukan.Di halaman rumah aku duduk di balai bambu, menatap jalanan yang masih sepi, mungkin di kampung memang seperti ini kondisinya jarang ada kendaraan yang berlalu lalang, aku masih fokus menatap ke depan saat suara ibu Fatimah mengejutkanku, “nak menantu, ini minumlah, untuk pereda rasa pedas tadi, di habiskan ya, biar enggak panas perutnya, bisa-bi
Baca selengkapnya
Bab 30. Malam Pertama Dari Kelima Belas
“Tuan, berbaringlah! biar aku mengipasi tubuhmu, “ Jamilah perlahan mendekat ke arahku sambil menampilkan rona merah pada kedua pipinya, “janda ini seperti remaja saja, uh, dasar. “ umpatku dalam hati. Antara gemas dan kesal menjadi satu dalam pikiranku.Perlahan aku baringkan tubuhku, Jamilah mulai melancarkan aksinya, menggerakkan kipas dari bambu ke kanan dan ke kiri, rasanya lumayan segar, walau sebenarnya aku masih kurang puas dengan kipas bambu itu, tapi ya bagaimana lagi. Adanya memang ini di kampung. Berkali-kali aku merutuki kebodohanku kenapa harus sampai di desa ini. Ide mama memang sungguh membuat aku tersiksa.Aku melirik wajah Jamilah sekilas, wanita itu tetap menjaga pandangannya tanpa menatapku, entah mengapa aku jadi merasa kesal.“He, kerja yang benar, jangan membuang muka seperti itu, kamu tahu, itu tidak sopan. “ Jamilah segera mengarahkan pandangannya kepadaku, bersamaan dengan tubuhku yang perlahan duduk dari pembaringan, hingga kedua netra kami bertemu, jarak ya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status