All Chapters of Kekuasaan (Ascendant) : Chapter 11 - Chapter 20
44 Chapters
X
Ini hampir jam sebelas malam, dan suara tumit sepatunya bergema disepanjang lorong istana. Liam masih berada di ruang kerjanya bersama Xavi. Orang yang lebih Liam percayai ketimbang dirinya. Lorelai tak mengharapkan banyak hal, tapi ketidakpedulian Liam padanya adalah hal yang paling membuatnya sengsara.Sejenak Lorelai menatap pintu besar didepannya itu dengan tatapan was-was. Sejujurnya dia takut menghadapi Liam. Pria itu tidak seperti sebelum menjadi Raja. Lorelai bahkan tidak lagi mengenal suaminya dengan baik.Dua orang penjaga di depan pintu itu menahannya. Menolak mentah-mentah kunjungan malamnya yang mendadak. Tapi secepat penolakan yang diterima Lorelai, secepat itu pula pintu besar didepannya dia buka.Persetan dengan kemurkaan Liam. Dirinya tidak peduli. Didalam, Lorelai bisa melihat Liam yang sedang berbicara dengan Xavi terdiam sejenak. Kertas yang dipegangnya diletakkan di meja. “Ini sudah malam, Ratu.” Nada suara Liam terd
Read more
XI
Loretta hampir gila!Dia sudah empat hari berputar-putar di hutan Camsart, dan tak ada satupun jalan keluar dari hutan sialan ini. Sekeras apapun usahanya mempelajari mantra para Effrayante, tidak akan berhasil sebelum mendapat berkat. Sitaf hanya memberikan berkat perlindungan padanya—kepada semua Camsart. Tapi dirinya tidak mendapatkan berkat kemampuan merapal mantra.Lorelai kembali melewati pohon yang sudah dia lewati Ratusan kali selama empat hari ini. Dia ingin menjerit dengan keras. Tapi jeritan itu hanya ditelannya bulat-bulat, digantikan dengan dengusan jengkel.Apa gunanya dia memberontak pada para alfa jika akhirnya dia akan pulang? Ini memalukan! Mulutnya terlalu lancang saat itu—menyumpahi dua pria itu dengan penuh cacian. Loretta tidak akan menjilat ludahnya sendiri!Dia mengambil beberapa ranting pohon, mengumpulkannya untuk dijadikan anak panah. Persediaan makanan asapnya sudah habis tadi pagi, dan dia harus kembal
Read more
XII
Qeen kembali ke Istana, membawa seseorang yang tidak Ilvy sangka.Seorang gadis, lebih tua darinya, memakai pakaian bangsawan, berdiri tepat disebelah Qeen. Gadis itu berdiri dengan santai—bahkan terkesan tidak peduli dengannya.Ilvy hanya menaikkan sebelah alisnya pada Qeen, lalu pria itu berkata: “Camsarian. Namanya Loretta.”Ilvy bertepuk tangan dengan pelan namun cukup antusias. Wajahnya terlihat berseri. Sebelah tangannya terulur kepada gadis bernama Loretta itu, yang dibalas setelah menggantung cukup lama. “Ilvy Channest.” Ilvy merasakan genggaman tangan yang kuat.“Loretta,” jawabnya singkat. “Ambrose.” Lanjutnya. Ilvy duduk dengan anggun. Dia yakin gadis bernama Loretta itu sedang memperhatikan dan menilai dirinya. Ilvy menatap sekilas Loretta yang masih berdiri, mempersilahkan gadis itu duduk di depannya. “Kau sangat cocok dengan pakaian itu.” Pujinya dengan baik. Tang
Read more
XIII
Tak ada yang lebih mencurigakan dari berubahnya sikap Danina. Gadis itu terlihat murung selama menghilangnya Loretta. Namun pagi ini, gadis itu menyapa semua orang yang lewat didepannya. Memeluk Shilba dan Ness yang duduk di sebelahnya. Dan mencium Xenon di depan ibunya. Membuat wanita itu melotot dan meninggalkan dua orang itu secepat kilat.Gadis itu bahkan membantu Nareef dan Xanfrey memperbaiki atap rumah. Hal yang berbanding terbalik dengan sikap Danina semalam. Selesai memperbaiki atap rumah, Danina mengikuti Xenon ke sungai. Gadis itu bahkan memeluk Xenon di depan Ovena, membuat wanita itu mendelik pada Xenon.“Ayo!” ajak Danina dengan tangannya yang menggenggam tangan Xenon. “Kita harus mengambil banyak ikan dan mengasapinya untuk persiapan puncak musim dingin.”Xenon tak menjawab ajakan Danina. Pria itu hanya mengikuti Danina kemanapun kaki gadis itu melangkah.Sepanjang perjalanan ke sungai, beberapa orang melihat mereka&
Read more
XIV
SATU HARI YANG LALU Danina masih menggenggam erat perhiasan itu. Benda berkilau yang seharusnya tak bisa dimiliki Loretta—karena gadis itu tak pernah keluar hutan dan jelas tidak memiliki uang untuk membelinya.Bahkan saat malam datang dan semua orang mulai berkumpul di lapangan, Danina tetap menyimpan benda itu di kantong celananya.Sekali ini saja, Dan. Cari petunjuk di rumah Lo. Bisik batinnya, sebelum dia berangkat ke lapangan. Danina bahkan sudah mengabaikan hatinya yang memohon untuk mencari yang Loretta berikan untuk terakhir kalinya. Tapi baik hatinya yang tak mau memahami akal sehatnya, dan juga rasa penasarannya yang kurang ajar, akhirnya Danina kembali ke rumah Loretta.Gadis itu menyuruh ibunya untuk pergi ke lapangan terlebih dahulu. Beralasan ada sesuatu yang harus dia kerjakan sebelum ke lapangan dan tak akan memakan waktu lama. Danina keluar rumah dengan berjingkat—takut jika ibunya masih
Read more
XV
Ilvy melepaskan pelukan dari lengan dingin Qeen. Elf yang terusir itu terasa seperti mayat hidup—dingin dan beku. Yang menandakan Qeen makhluk hidup hanya jantungnya yang berdegup pelan. Bahkan Ilvy harus benar-benar menempelkan telinganya pada dada Qeen untuk mendengar detak jantungnya yang lambat dan pelan.Tangannya mengusap pelan pipi Qeen yang masih terlelap dengan nyenyak di ranjangnya. Makhluk itu tidur seperti bayi. Di saat-saat seperti ini, Ilvy melihat betapa rapuhnya Qeen. Seakan-akan Qeen akan mati jika Ilvy mengalihkan pandangan darinya.Tapi Qeen—makhluk itu, meskipun terlihat begitu lemah, memiliki kekuatan besar didalamnya. Ilvy pernah meragukan kemampuan Qeen sebelum melihat betapa mengerikannya makhluk itu.Makhluk… Ilvy tak pernah bisa menyebutnya seorang ‘pria’. Meskipun secara fisik Qeen seperti seorang laki-laki, tapi dia adalah Effrayante. Bagaimanapun, elf bukanlah manusia. Mereka makhluk abadi, mak
Read more
XVI
Sudah tujuh belas tahun. Dia berlari dari satu tempat ke tempat lain. Mengikuti petunjuk dari seseorang yang keberadaannya tak ia ketahui selama sepuluh tahun belakangan ini. Pergilah ke tepian hutan. Maka dirinya akan secepat kilat memasukkan dua pasang pakaiannya kedalam tas kecil dan pergi tanpa meninggalkan jejak.Sering saat dia baru bekerja selama beberapa bulan di toko kain, atau ditempat pelelangan ikan, dia mendapatkan surat dari orang itu dan buru-buru pergi meninggalkan tempat kerjanya. Dia akan pergi kemanapun surat itu menyuruhnya.Zarefa. Orang-orang memanggilnya begitu. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik. Tapi sayangnya ia tak sempat mengurus dirinya sendiri. Nyawanya lebih penting daripada kulitnya yang terawat!Dia hanya harus mengingat untuk menyelesaikan kebutuhan dasarnya. Mandi, makan, tidur, dan juga pergi dari kejaran orang-orang yang mengincarnya.Dia telah hidup dalam bayang-bayang ketakutan, juga perasaan bersa
Read more
XVII
Yang Ilvy tahu, perjalanan menuju hutan Camsart membutuhkan waktu dua hari tanpa berkemah, hanya tidur di tepian api unggun. Tapi saat ayahnya memberikan perintah padanya untuk ikut ke hutan Camsart, mereka hanya membutuhkan waktu satu hari untuk sampai di tepian hutan. Mereka harus masuk ke dalam hutan Camsart selama setengah hari untuk sampai ke pintu masuk tempat tinggal para Effrayante. Begitulah yang dirinya dengar saat ayahnya menjelaskan dengan suara datar penuh bosan.Ilvy gugup. Dirinya tak tahu alasan sebenarnya dibawa serta ke hutan Camsart. Rumah dimana cerita pengantar tidur yang selalu diceritakan oleh pengasuhnya menjadi nyata. Dirinya belum pernah sekalipun melihat secara langsung kaum Effrayante—kecuali Qeen. Makhluk yang tak pernah terjamah oleh rasa iri dan dengki. Makhluk yang tak pernah mencampuri urusan para manusia.Ilvy gugup akan yang terjadi nantinya. Dirinya juga tak tahu apa yang akan dilakukan oleh ayahnya. Yang dirinya tahu, kedatang
Read more
XVIII
Ini pertama kalinya dia merasa hangat dan tenang. Rasa yang tak pernah dirinya dapatkan sebelumnya. Rasa yang tak pernah dia dapatkan dari kedua orang tuanya, tempat tinggalnya, teman-temannya, dan juga dirinya sendiri. Ini adalah rasa yang baru. Sensasi hengat yang menyelimuti hati dan seluruh dirinya, dan rasa tenang di kepalanya—tak ada suara bising dari hatinya yang cemas dan takut.Jika Ilvy tahu mati terasa seperti ini, maka dirinya akan memilih mati sejak dulu, jauh sebelum dia bisa melihat kebencian ayahnya dibalik topeng kasih sayang dan juga histeria ibunya yang seperti orang tak waras.Tapi dirinya sadar, mati—secara harfiah—tak akan senyaman ini.Dan dirinya kembali mengulang hal sebelum dia mendapatkan rasa hangat dan nyaman ini.Ilvy sedang bercakap-cakap dengan ayahnya—atau lebih tepatnya usaha yang dia lakukan untuk mendapatkan sedikit informasi dari ayahnya—pada saat tenda mereka didirikan. Dia melihat Xavi b
Read more
XIX
Danina melihat kegelisahan di wajah seluruh orang. Bahkan makan malam sekarang jauh lebih sunyi dari sebelumnya, sekaligus jauh lebih ramai dari sebelumnya. Biasanya, hanya beberapa Effrayante yang ikut makan malam bersama mereka. Para elf itu akan berjaga setiap malam di pintu-pintu masuk hutan, dan menyisakan sedikit elf yang bergabung. Sitaf juga jarang ikut berkumpul dengan mereka, untuk alasan yang tidak diketahui siapapun.Tapi malam ini, semua orang berkumpul tanpa terkecuali. Seluruh anggota Effrayante duduk menyebar diantara orang-orang yang membuat lingkaran di tepian api unggun. Sitaf duduk diapit oleh ayahnya dan Nareef. Ibunya duduk jauh darinya—duduk di seberang bersama Loo dan Ian. Gaia duduk di dekat kembar Glapyra. Dan dirinya duduk di dekat Xenon yang bersebelahan dengan Aias. Mereka membahas sesuatu secara bisik-bisik—dan Danina tidak mendengar apapun kecuali gumaman tak jelas Xenon.Perlahan gadis itu meremas tangan Xenon yang menggengga
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status