Lahat ng Kabanata ng Suami Sekaku Batako: Kabanata 21 - Kabanata 30
40 Kabanata
Sepi
"Auuu!" pekik Satria ketika tangan laki-laki yang selalu dipanggilnya kakak itu dengan cepat menarik telinganya.Dan setelah itu mereka pun masuk ke dalam rumah bersama sembari terus bercanda.\*\*Di rumah Cakra.Sementara di rumah Satria, Satria dan Rendra sedang bercanda dan tertawa bersama. Saat ini di rumah sewa Cakra, Cakra sedang berada di depan pintu kamar Asta."As, buka pintunya!" ucap Cakra sambil terus mengetuk pintu kamar wanita yang sudah resmi dinikahinya itu.Sedangkan saat ini, Asta yang ada di dalam kamar tersebut sedang merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil menutupi telinganya dengan bantal. "Nggak akan," ucap Asta lirih sambil terus memegangi bantal yang ia gunakan untuk meredam suara tersebut.Dan setelah cukup lama Cakra mengetuk-ngetuk pintu kamar tersebut, kemudian sebuah ultimatum pun keluar dari bibirnya. "Kalau kamu tidak membuka kamar ini, akan aku dobrak. Dan jangan harap kamu bisa terus ting
Magbasa pa
Jadi Begitu
"Hai Bidadari Nyasar, tumben pagi gini udah keluar?"Sebuah sapaan yang awalnya enak didengar, namun berakhir menjengkelkan itu pun langsung membuat Asta mendengus kesal. Sesaat kemudian ia berganti menyipitkan matanya ke arah laki-laki yang baru menyapanya itu."Kenapa?" tanya laki-laki tersebut sambil mengerutkan keningnya."Nggak," tukas Asta sambil melengos, lalu lanjut menaiki motor tukang ojek pesanannya itu.Laki-laki itu pun langsung berkomentar, "Dasar aneh.""Sat, diem ya. Jangan bikin hariku makin suram," sahut Asta sembari menunjuk wajah Satria dengan tatapan mengancam.Bukannya kesal, saat ini Satria malah tersenyum manis ke arah Asta. "Aku? Mana mungkin aku bikin hari kamu suram. Yang ada kamu itu harus bersyukur, karena pagi begini udah ngelihat wajah tampan pembawa keberuntungan milikku," ujarnya lalu mengedipkan sebelah matanya, mencoba menggoda Asta.Asta pun langsung berekspresi aneh untuk menanggapi kalima
Magbasa pa
Pelit
Setelah selesai berdiskusi dengan Aris dan menyusun semua hal yang berhubungan dengan tempat makan yang dikelolanya, kemudian Cakra dan semua orang meninggalkan rumah makan tersebut.\*Di dalam mobil."Hufff ...." Cakra menghela napas panjang sembari terus menatap ke arah depan, berkonsentrasi pada jalanan yang dilewatinya.Kemudian ia mengambil ponselnya dan juga memasang handsfree ke telinganya.Setelah beberapa saat mengutak-atik kedua perangkat tersebut, akhirnya ia pun menghela napas panjang dan kembali berkonsentrasi pada jalanan sembari mendengarkan suara di dalam handsfree-nya."Di mana anak itu," gumamnya ketika panggilannya ke nomer Asta tak juga diangkat.Beberapa kali Cakra terus mencoba menghubungi Asta, hingga akhirnya ...."Halo," ujar Cakra ketika panggilan tersebut akhirnya diangkat."Hem," sahutan singkat dari dalam panggilan tersebut."Kamu di mana sekarang?"Namun bukannya jawaba
Magbasa pa
Astara Zeiva Brahmanto
Saat ini Asta tengah berdiri di depan salah satu gerai yang menjual minuman di dalam mall tersebut."Huff ...." Asta menghela napas panjang sembari menghentak-hentakkan ringan kakinya ketika menunggu pesanannya."Anda bisa duduk dulu Mbak sambil menunggu kopinya," ucap pemuda berwajah manis yang tadi mencatat pesanan Asta.Namun sebuah senyuman hangat dari pemuda berwajah manis tersebut tak bisa meluluhkan kekesalan hati Asta karena sudah menunggu pesanannya lebih dari lima belas menit. "Duduk di mana?" sergah Asta tanpa menoleh sedikit pun ke arah meja dan bangku-bangku yang sudah penuh dengan pelanggan lainnya."Baiklah, kalau begitu mohon bersabar, tunggu sebentar lagi," ujar pemuda tersebut mencoba untuk terus ramah."Iya," sahut Asta dengan ketus.Asta pun mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya untuk menemani dirinya menunggu pesanannya.Dan ketika ia membuka ponselnya, matanya membulat menatap ke arah layar ponsel tersebut."Ck-ck-ck." Decaka
Magbasa pa
Aku Sudah Dewasa
Saat ini ekspresi wajah Cakra terlihat kaku karena harus menahan rasa sakit di kakinya.'Berani sekali anak ini,' batin Cakra sembari menarik kakinya dari injakkan Asta.Sedangkan Asta terlihat terus tersenyum sambil menatap wanita di depannya dan mendengarkan kata-kata bijak dari wanita itu dengan sok penuh perhatian.Cukup lama kata-kata bijak itu keluar dari bibir wanita yang saat ini menggunakan seragam petugas mall tersebut, hingga akhirnya wanita tersebut mengkhiri semua ceramahnya dengan menatap ke arah Cakra sambil berkata, "Benar kan Mas?" tanyanya seolah mencari pembenaran dari semua ceramahnya.Dan tentu saja Cakra pun langsung menjawab pertanyaan tersebut dengan kata 'benar', karena memang semua kalimat yang dikatakan oleh wanita tersebut adalah sesuatu yang benar dan mengarah pada kebaikan Asta.Namun berbeda dengan Cakra yang menanggapi hal itu dengan positif, Asta memilih menghela napasnya lalu berdiri dari kursi yang didud
Magbasa pa
Berdarah
"Awas!" teriak Cakra sembari berlari secepat mungkin ke arah Asta yang saat ini masih berjalan dengan santai.\*Brugh!"Akhh!" pekik Cakra ketika ia dan Asta jatuh bersamaan. Tubuhnya menjadi bantalan ketika tubuhnya dan Asta sama-sama menghantam bagian belakang mobil mereka.Asta yang kini berada di dalam pelukan Cakra pun langsung mendongak. "Kak," ucapnya ketika mendengar pekikan tersebut.Ssst! Terdengar rem mobil yang hampir saja menabrak Asta tadi."Hei!" teriak Asta pada pengendara mobil yang saat ini sedang melongokkan kepalanya dari jendela mobil menatap ke arah Asta dan Cakra.Namun bukannya turun, pengendara mobil itu malah mengendarai mobilnya dengan cepat meninggalkan tempat tersebut."Sialan!" teriak Asta ke arah mobil tersebut.Kemudian ...."Ishhh." Sebuah desisan muncul dari bibir Cakra diiringi dengan bibirnya yang meringis menahan sakit.Sontak saja Asta pun langsung beranjak
Magbasa pa
Tidak Jadi Janda
"Itu, kondisi Mas-nya ini tidak begitu baik." terang Dokter yang berdiri di samping Asta.Asta pun langsung kembali menatap ke arah Cakra. "Lukamu infeksi Kak? Apa ada yang patah?" tanyanya sembari membuka kancing kemeja Cakra karena khawatir."Bukan, bukan seperti itu," sahut Dokter sembari tersenyum melihat kelakuan Asta tersebut.Mendengar hal itu, Asta langsung menghentikan gerakan tangannya. Ia kemudian berbalik, "Lalu dia kenapa Dok? Apa ada penyakit serius? Apa sisa umurnya tidak banyak? Perlu kemo?" Cerocosnya.Dokter itu pun langsung terkekeh, begitu juga perawat yang berdiri tak jauh dari dokter tersebut."Kok malah ketawa, ada apa dengan dia, Dok?"Sesaat kemudian, dokter tersebut melirik ke arah Cakra, dan Cakra pun dengan cepat mengangguk menanggapi tatapan dokter tersebut."Luka Mas Cakra ini cukup dalam," ucap Dokter itu sembari menatap Asta dengan tatapan serius. Kemudian dokter tersebut berganti mengarah
Magbasa pa
Lepaskan Bajuku
Lima belas menit berlalu, saat ini mereka berdua baru saja sampai di halaman rumah sewa yang mereka tempati.'Ada apa dengan anak ini, apa dia benar-benar cemburu?' batin Cakra sembari melirik ke arah Asta.Sejak Cakra menjawab pertanyaan Asta tentang Lee yang merupakan kekasih Cakra sebelum menikahi Asta, Asta pun langsung diam. Selama di perjalanan tak ada sepatah kata pun keluar dari bibir Asta setelah percakapan itu."Apa kakak bisa keluar sendiri?" tanya Asta setelah mematikan mesin mobil tersebut.Pertanyaan yang dibarengi dengan ekspresi datar dari Asta tersebut langsung membuat Cakra mengerutkan keningnya."Aku—"Belum selesai Cakra bicara, Asta sudah keluar dari mobil tersebut dan sesaat kemudian berganti membukakan pintu di samping Cakra."Ayo aku bantu," ujarnya sembari mengulurkan tangan, ingin membantu suaminya itu keluar dari mobil."Tidak, aku bisa sendiri," sahut Cakra sambil keluar dari mobil it
Magbasa pa
Kebakaran
Dan tanpa mengatakan apa pun, Asta dengan cepat berlari meninggalkan Cakra yang baru saja berteriak karena melihat asap yang tiba-tiba muncul di ruangan itu."Ke mana dia," gumam Cakra sembari menatap Asta yang berlari ke arah ruang belakang rumah itu.Dan setelah terdiam sesaat, kemudian Cakra pun menyadari sesuatu. "Jangan-jangan ...," ujarnya sembari ikut melangkah ke ruang belakang rumah itu.*Di dapur.Asta yang baru saja masuk ke ruangan itu pun langsung panik ketika melihat ada api di penggorengan yang ia letakkan di atas kompor tadi."Astaga!" teriak Asta sembari berlari ke arah penggorengan tersebut. Dengan cepat ia mematikan api kompor gas tersebut. Namun berbeda dengan kompor yang apinya mati, api di atas penggorengan makin membesar."Gimana ini, gimana," ujarnya sambil menoleh ke sana kemari, kebingungan.Sesaat kemudian sebuah ide pun muncul di dalam kepalanya. Ia dengan cepat berlari ke kamar mand
Magbasa pa
Putri Keluarga Brahmanto
Cakra yang melihat perubahan wajah Asta tersebut pun langsung berkata, "Jaga otakmu, aku ini ingin mandi tapi kamu dengar sendiri kalau luka di belakang punggungku tidak boleh terkena air.""Iya-iya aku paham. Memangnya kenapa, aku tidak berpikir jorok," sahut Jiya dengan cepat."Tapi wajah kamu itu ... ah sudahlah, ayo bantu aku mandi," ucap Cakra lagi sembari melangkah menuju ke kamarnya.Dan Asta pun segera bangun dari kursi yang didudukinya. "Perlu aku bikinin air panas?""Tidak," jawab Cakra yang saat ini ada di dalam kamarnya.Lima menit berlalu, saat ini Asta sedang membantu membersihkan punggung Cakra di kamar mandi. Ia dengan hati-hati mengelap punggung tegap dengan kulit bersih di depannya itu.'Deg-deg-deg!' Jantung Asta berdebar kencang ketika beberapa bayangan adegan di salah satu film yang pernah ditontonnya muncul di kepalanya.Adegan di mana si wanita dengan hangat memeluk punggung laki-laki di depannya y
Magbasa pa
PREV
1234
DMCA.com Protection Status