Semua Bab Lelaki yang Terbuang: Bab 11 - Bab 20
448 Bab
Bab 11
Sebelum Gallen mampu mencerna rangkaian kalimat yang terlontar dari bibir kakek gurunya itu, sebuah tendangan berkekuatan penuh mendarat di perutnya. Gallen terlontar ke udara dan terbang jauh dengan jeritan melengking tinggi. Dia tak menyangka kakek gurunya akan tega melakukan hal sekejam itu kepadanya. Tendangan pada perutnya mengalirkan hawa yang menyebabkan seluruh uratnya menggeliat. Organ dalam tubuhnya seakan berlari ke sana kemari, tak tentu arah. Entah berapa jauh lagi dia melayang, melintasi bumantara. Sementara di atas ranjang rumah sakit, tubuh Gallen terguncang. Perutnya terangkat dari permukaan tempat tidur. “Kakak!” Falisha yang jatuh tertidur berteriak syok mendapati gerakan Gallen yang tiba-tiba. Wajah piasnya semakin pucat laksana selembar kertas basah. “Dokter! Tolong!” Falisha memekik panik. Saking cemasnya, dia berlari keluar untuk mencari pertolongan. Dia lupa bahwa dia hanya perlu menekan bel di sisi kepa
Baca selengkapnya
Bab 12
“Ah, eh … ya. Aku baik-baik saja.” Gallen gelagapan setelah mengumpulkan kembali segenap kesadarannya. Senyuman canggung menghias wajah pucatnya. Hellen memaksakan sudut bibirnya menjungkit naik, membentuk senyuman ramah, khas seorang dokter. “Apa yang Anda rasakan?” Gallen menggerakkan jari-jari tangan dan kakinya. Semua terasa normal. “Hanya sedikit pegal.” Hellen pindah ke sisi Gallen. “Itu wajar. Anda tidak sadarkan diri selama tiga minggu,” beritahunya sambil menempelkan stetoskop pada dada Gallen. ‘Selama itu?’ Melihat Hellen sedang berkonsentrasi mendengar detak jantungnya, Gallen menyimpan pertanyaan itu untuk diri sendiri. Ia tak menyangka serangan para preman bayaran itu bisa melumpuhkan dirinya untuk waktu yang cukup lama. “Jika tidak ada keluhan, Anda bisa pulang sore ini.” “Apa itu artinya kakak saya sungguh baik-baik saja, Dok?” Wajah Falisha berbinar cerah. Dia tidak mampu menyemb
Baca selengkapnya
Bab 13
Tiga orang anak buah Codet bergerak cepat melaksanakan perintah sang bos. “Ja–jangan, Bos .…” Ghifari merengek tak berdaya ketika kaki tangan Codet keluar dari kamar tidurnya. Salah satu dari mereka mengancakkan dokumen penting kepemilikan rumah dengan seringai penuh kemenangan sekaligus mengejek. Codet merampas dokumen di tangan anak buahnya dan membolak-balik berkas itu sekilas. “Bagus! Bos Besar pasti senang menerima ini,” kekehnya, merasa bangga atas kinerja gerak cepat anak buahnya. Perhatiannya berbalik kepada Ghifari. “Dasar bodoh! Kalau kau menyerahkan dokumen ini dari awal, aku tidak perlu menyiksamu.” Codet mengangkat kakinya dari dada Ghifari setelah memberikan tekanan memutar, membuat Ghifari semakin meringis. Begitu badannya bebas dari injakan penagih utang itu, Ghifari bergegas memburu Codet. Kedua tangannya melingkar pada betis Codet. Menahan langkah lelaki itu agar tidak pergi dari rumahnya. “Tolong, jan
Baca selengkapnya
Bab 14
Codet menendang Ghifari. “Bangun! Kau membuat warna sepatuku menjadi pudar.” Tak ingin membuang kesempatan, Ghifari buru-buru bangkit. Dia membungkuk di hadapan Codet. “Aku akan selalu mengingat kebaikan Anda, Bos!” “Sudah seharusnya begitu, bukan?” Codet kembali mengalihkan perhatiannya pada Falisha. “Sesuai janjimu, kau akan melakukan apa pun untukku, bukan?” Falisha melirik ayahnya. Darah masih mengalir di sudut bibir Ghifari. Hati Falisha terenyuh menyaksikan penderitaan ayahnya. Lalu, dia mengangguk. “Bagus! Kalau begitu, mulai malam ini kau harus menemaniku,” kata Codet. Matanya berkilat. “Kau hanya boleh pulang setelah ayahmu melunasi semua utangnya.” Mendengar permintaan konyol Codet, mulut Falisha ternganga. Walaupun dia sudah bisa memprediksi kemungkinan adanya keinginan kotor yang melintas di benak Codet, tetap saja dia kaget sekaligus marah. “Dalam mimpimu!” Senyum di wajah Codet menghilang. Falisha
Baca selengkapnya
Bab 15
Falisha membuka dompet. Tidak banyak uang yang tersisa. Sekadar cukup untuk membayar ongkos taksi.Melirik pada ayahnya yang setengah pingsan, Falisha tidak punya pilihan selain memesan taksi online. Ayahnya harus segera mendapat perawatan.Kurang dari setengah jam, Falisha dan Ghifari tiba di rumah sakit. Kali ini nasib mereka sangat mujur karena langsung bertemu dengan Dokter Hellen.“Apa yang terjadi?” tanya Hellen, mengamati ekspresi kesakitan pada wajah Ghifari. Keningnya mengerut.“Kecelakaan. Tolong selamatkan ayah saya, Dok!”Falisha enggan mengungkap kebenaran di balik cedera yang dialami Ghifari. Tak disangkal bahwa Hellen adalah wanita yang baik. Bagaimanapun, tetap ada hal-hal yang hanya pantas untuk disimpan sendiri.Berpikir bahwa kejujurannya mungkin bisa mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi keselamatan Ghifari, tentu saja berbohong menjadi pilihan terbaik saat itu.Selama melakuka
Baca selengkapnya
Bab 16
Berdiri di pelataran parkir rumah sakit, Gallen merogoh kantong. Mengeluarkan ponsel model lama yang telah menemaninya selama bertahun-tahun. Jarinya bergerak lincah men-scroll daftar kontak, lalu tersenyum tipis setelah menemukan nama Kenzie. “Kenzie, aku butuh bantuanmu,” sembur Gallen tanpa basa-basi begitu panggilannya terhubung. “Akhirnya … kupikir aku akan menganggur untuk waktu yang sangat lama.” Suara Kenzie terdengar bersemangat. “Katakan! Apa yang dapat kulakukan untukmu?” “Apa kau tahu tentang tato elang yang siap menyambar mangsa?” “Di mana kau melihatnya?” Gallen menghempaskan napas jengkel. “Aku tidak memintamu untuk bertanya balik!” “Maaf, tapi aku perlu memastikannya. Kau tentu tidak ingin mendapatkan informasi yang salah, bukan?” Kenzie memang sosok pekerja yang sangat teliti. Dia tidak tergesa-gesa dalam menyimpulkan sesuatu. Tak peduli seberapa sempit waktu yang diberikan Gallen kepadanya untuk menyelesaikan
Baca selengkapnya
Bab 17
Deru mesin motor butut Gallen seketika hening. Tanpa membuka helm, diedarkannya pandangan berkeliling. Sudut bibirnya menjungkit naik, membentuk seringai sinis. Lalu, dia turun dari motor.Codet cukup pintar menentukan lokasi, sebuah bangunan tua yang ditutupi oleh tanaman rambat. Beberapa retakan di dinding menjalar panjang.Gallen mengayun langkah tegap menuju bangunan terbengkalai tersebut. Tangan kanannya menenteng koper. Sementara tangan lainnya bersembunyi dalam saku celana.Berdiri di depan pintu masuk, mata Gallen berputar liar mengawasi sekitar. Itu bukan bangunan di mana dia disiksa dulu, melainkan sebuah rumah besar yang habis terbakar dan ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya.“Aku sudah tiba,” beritahu Gallen melalui panggilan telepon.“Masuk!”Gallen menyibak tanaman rambat yang menjuntai, menutupi sebagian jalan masuk ke rumah tua itu. Melihat pintu di sisi kanan dipenuhi jaring laba-laba, Gallen ber
Baca selengkapnya
Bab 18
Lima menit kemudian, dua anak buah Codet menggiring Falisha keluar. Gallen memindai sekujur tubuh adiknya di bawah temaram sisa-sisa mentari senja. Rambut Falisha awut-awutan. Beberapa luka lebam membekas pada kulit lengannya yang putih mulus. Gallen menekan amarah di dada. Semakin dekat jarak Falisha dengan dirinya, kian jelas jejak kekejaman Codet di matanya. Giginya mengerit. Dalam hati ia bersumpah akan mencabut nyawa Codet dan anak buahnya jika para bajingan itu berani merusak masa depan adiknya. Gallen menaruh koper di lantai, lalu mundur beberapa langkah. Matanya awas mengikuti setiap gerakan anak buah Codet yang membawa Falisha. Begitu Falisha dan koper berdiri sejajar, Gallen dan Codet serentak bergerak maju. Masing-masing mengambil apa yang seharusnya menjadi milik mereka. Gallen menuntun Falisha menuju motor. “Apa mereka menyakitimu?” Falisha menggeleng. Tubuhnya masih gemetar. Sisa-sisa ketakutan akan mendapat perlakuan tak senonoh
Baca selengkapnya
Bab 19
Semua anak buah Codet tercacak seperti patung dalam pose siap menyerang. Hanya mata mereka yang mampu bergerak, memancarkan kilat keheranan dan ketakutan. Menyaksikan kejadian tak terduga itu, lutut Codet melemas. Dia tidak melihat Gallen berpindah dari tempatnya berdiri. Lelaki itu hanya melambaikan tangan dan berputar, tetapi dampaknya sangat luar biasa. Lima anak buahnya berubah menjadi manusia patung. “Aku tidak akan tertipu dengan sihir murahanmu itu!” Codet enggan mengakui kekalahannya. Dia yakin kekuatan Gallen tidak akan berpengaruh lama terhadap anak buahnya. “Berlutut sekarang! Dengan begitu, mungkin aku akan mempertimbangkan untuk mengampuni nyawamu.” “Kau bukan Tuhan yang patut untuk disembah! Kau bahkan tidak layak untuk mendapatkan penghormatan dariku.” “Kau!” Codet menggeram marah. Baru kali ini dia bertemu dengan anak muda yang begitu angkuh dan sangat percaya diri. Dia ingin menyobek mulut Gallen. Kemar
Baca selengkapnya
Bab 20
Codet ingat dengan sangat jelas bahwa sore tadi tiga ekor ular kobra peliharaannya tidak kembali ke kandang mereka. Bagaimana kalau ketiganya tiba-tiba muncul dan mematuk dirinya atau anak buahnya? Langkah Gallen terhenti. “Benarkah?” “Ya, ya. Kau dapat memegang kata-kataku.” Kembali Gallen berjongkok di dekat Codet. “Baiklah. Aku akan melepaskanmu kali ini, tapi dengan syarat!” “Ya, ya. Aku akan melakukannya!” Suara desis dari semak belukar menambah ketakutan Codet. Dia ingin selekasnya pergi dari tempat terkutuk itu. “Kau sangat tidak sabar!” Gallen menajamkan penglihatannya, sementara tangannya bergerak memungut kerikil di sekitarnya. Sambil memainkan kerikil di tangannya, Gallen berkata datar, “Kalau kau masih bekerja untuk orang-orang kaya yang menindas rakyat jelata, kupastikan kau akan kehilangan bisnis supermarket dan hotel yang kau banggakan itu!” Codet ternganga. Rangkaian kalimat Gallen seperti gelega
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
45
DMCA.com Protection Status