All Chapters of MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI: Chapter 31 - Chapter 40
87 Chapters
BAB 31: Suara Aneh: Tepat Pukul Satu Dini Hari
Setelah Jogoboyo itu pergi, Cantigi, Rosie dan Jhagad masuk kembali ke dalam pondok mereka. Saat itu Awan tampak masih terbaring telentang, menutup matanya. “Eh, Gi! Menurutmu kenapa kita tidak boleh keluar dari pondok jam satu hingga tiga dini hari nanti?” tanya Rosie penasaran. “Entahlah, mungkin di jam jam itu sedang ada kegiatan penduduk sini yang tidak boleh diketahui orang asing seperti kita. Atau..” jawab Cantigi sambil memberikan ekspresi menebak nebak tengil. “Atau apa?” tanya Rosie, seperti biasa mudah sekali dipancing rasa penasarannya. “Atau mungkin ada hal lain yang sebaiknya kita tidak tahu!” jawab Cantigi sambil nyengir. “Misalnya?” “Hantu!” celetuk Jhagad, mencoba bergurau. “Ih, serius…!” Rosie merajuk. “Ak
Read more
BAB 32: Pasar Dibalik Kabut Merah
Ketika Rosie sudah mulai menyibak sedikit daun rumbianya. Tiba tiba saja ada yang menghentikan pergerakan tangannya dari arah belakang. BUK Rosie pun menoleh ke belakang. Ternyata Awan sudah berdiri di belakangnya, menghentikan pergerakan tangannya. Rosie mengehembuskan napas. “Hah., kau ternyata, Wan!” “Bukankah Jogoboyo bilang jangan keluar pondok sampai pukul tiga dini hari berlalu?” ucap Awan sambil menunjukkan jam yang masih menunjukkan pukul 02: 57. “Ada Jazlan di luar memanggil manggil dari tadi,” kata Rosie. “Kalau benar itu Jazlan, dia akan langsung masuk tanpa perlu memanggil manggil dari luar seperti itu.” “Tapi, suaranya mirip sekali!” “Satu lagi, Jazlan tidak memanggil Cantigi dengan sebutan ‘Gi!’, tapi ‘Gils’ bukankah begitu?” “Eh, iya sih! Tunggu dulu, kalau bukan Jazlan, la.lalu si..siapa?” “Entahlah, lebih baik kita tidak perlu tahu!” “Ehem…” tiba tiba Cantigi mengeluarkan suara berdehem cukup keras, sambil melihat ke
Read more
BAB 33: Melanggar Pantangan
Jhagad tidak menjawab, tapi justru langsung melangkah ke sebelah kanan jalan, mendekati salah satu ruko kecil. Cantigi, Rosie dan Awan pun mengikutinya.Rosie pun sumringah ketika melihat ke arah meja dagangan pedagang itu. ‘Taplak meja hijau!’ gumamnya dalam hati.Seperti yang dikatakan Jogoboyo, Jhagad sekarang sudah berdiri tepat di depan meja dagangan pedagang itu. Tanpa berkata apa apa. Menunggu pedagang itu meresponnya. Tidak terlalu lama, terdengar suara perempuan.“Sepertinya kalian bukan orang sini,” kata pedagang itu sambil meletakkan sebuah koin perak di meja tepat di depan Jhagad berdiri.TEKK..GLUP!Setelah mendengar perkataan pedagang itu, Rosie menelan ludah. ‘Bagaimana pedagang ini tahu mereka bukan orang sini?’ gumamnya dalam hati.Sementara itu, Awan dan Cantigi masih melihat ke arah meja. Tampak tangan pedagang itu kukunya rapi, kulitnya putih bersih, namun cenderung pucat. Berbeda dengan Awan dan Can
Read more
BAB 34: Terkapar Kesakitan
Melihat salah satu tangan manusia berkepala serigala hampir menyentuh kepala Rosie, tangan Cantigi pun reflek bergerak hendak menampik tangan tersebut. Tapi, sebelum itu terjadi, kaki Awan terlebih dahulu menerjang tubuh manusia berkepala serigala itu.  BLAM…!!! Tubuh manusia berkepala serigala itu pun terpental, terjatuh ke tanah. Tampak kesakitan. BRUKK..!!! Melihatnya, para manusia berkepala serigala lainnya pun reflek, memundurkan kakinya beberapa langkah, menjauh.  Kaget melihat rekannya terpental. Terdiam sejenak. Rosie dan Cantigi masih tidak percaya melihatnya. Jhagad apa lagi, panik sambil berkata, "Astaga Wan! Kau benar benar melakukannya?" Belum sempat Awan menjawab, tiba tiba Awan juga jatuh ke tanah, berteriak kesakitan, sambil meringkuk, memegangi kakinya. "Aaaarrghhh!" Cantigi, Rosie da
Read more
BAB 35: Suara Minta Tolong
Melihat para manusia berkepala serigala sudah hampir menerkam mereka, Cantigi dan Rosie pun reflek menutup mata. Jhagad membuat mereka berdua semakin  menunduk. Ketika Jhagad sudah pasrah, menjadikan tubuhnya sebagai benteng perlindungan terakhir dari serangan manusia manusia berkepala serigala. Tiba tiba saja, hening. “Eh?” gumam Jhagad heran, karena tidak terjadi apa apa. Jhagad yang tadinya menunduk pun mulai memberanikan diri mengangkat kepalanya. Melihat ke depan, ke samping kanan, kiri dan menoleh ke belakang. “A..apa yang sebenarnya terjadi? Kemana mereka pergi? Lalu pasarnya?” Jhagad benar benar keheranan saat melihat ke sekitar. Sekelilingnya sudah tidak ada apa apa. Manusia berkepala serigala menghilang tanpa jejak. Bahkan, ruko ruko dagangan di kanan kiri jalan pasar pun tidak ada lagi, tidak berbekas, seperti ditelan bumi. Cantigi dan Rosi
Read more
BAB 36 : Dibalik Pohon Pinus
Awan yang bisa dibilang paling peka terhadap suara diantara mereka berempat pun langsung tahu, dari mana arah suara itu berasal. “Di sana!” kata Awan sambil mulai melangkah ke depan, ke arah sumber suara.“Eh?” Rosie kaget melihat Awan yang sudah berlari. Cantigi dan Jhagad juga sudah mulai bergerak mengikuti Awan. Sedang Rosie masih tertinggal di belakang. “Ros, ayo!” ajak Cantigi. “Kalian yakin akan menuju ke sana? Kalau itu suara manusia berkepala serigala lagi bagaimana?” tanya Rosie khawatir sambil ikut berlari, mengikuti Awan dari belakang. “Entahlah, yang penting kita tidak terpisah saja!” ucap Cantigi mantap sambil berlari. Sekitar 500 meter berlari, Awan berhenti. Jhagad, Cantigi dan Rosie pun juga sampai di tempat Awan berdiri. Sementara Awan dan Jhagad berkeliling ke sekitar, mencar
Read more
BAB 37: Gigitan di Leher
Mendengar teriakan Rosie, Cantigi langsung reflek melihat ke belakang. DEG!Jantungnya seketika terhenti, sejenak. Wajahnya pias tatkala melihat seorang pendaki dengan mulut berlumuran darah, menatap nanar ke arahnya. Gigi pendaki itu tampak menggertak, matanya putih, dengan satu titik hitam kecil ditengahnya. Benar, saat itu, satu Mahluk Haus Darah berada tepat didepan Cantigi. Setelah keluar dari benteng tua, pendaki yang berubah menjadi Mahluk Haus Darah bebas berkeliaran, mencari mangsa di hampir seluruh area Hutan Terlarang. Alhasil, hanya dalam satu malam saja, puluhan bahkan ratusan pendaki lain yang tersesat di Hutan Terlarang kini menjadi korbannya, berubah menjadi Mahluk Haus Darah juga. Mungkin, kalau dihitung, jumlahnya pasti sudah lebih dari 100 orang sekarang. "LARI GI!!!" teriak Rosie.Entah mungkin karena saking terkejutnya, Cantigi hanya berdiri saja, masih tidak percaya dengan apa yang dilihat oleh matanya. Teriakan R
Read more
BAB 38: Terkepung dari Segala Penjuru
Seperti tidak perlu melihat ke arah Rosie menunjuk. Jhagad, Cantigi dan Awan hanya diam, menatap ke depan. Seakan akan, masing masing mereka juga melihat hal yang sama seperti yang Rosie lihat. Mahluk Haus Darah lain berkeliaran, menampakkan diri di segala penjuru, di sekitar mereka. "Gad!" ucap Cantigi dan Awan bersamaan."Aku tahu! Kau masih sanggup, Wan?" kata Jhagad."Satu, dua, tidak empat," ucap Awan pelan sambil menghitung Mahluk Haus Darah yang terlihat di depannya."Oi, oi, yang benar saja? Sebanyak itu?" tanya Jhagad meragukan perhitungan Awan."Di depanku ada dua!" kata Cantigi."Sebelah sini ada tiga!" ucap Rosie takut takut."Sial, di sini juga bertambah, sekarang terlihat ada tiga!" umpat Jhagad pelan.Sementara itu, Mahluk Haus Darah ada disekitar mereka tampaknya belum melihat keberadaan mereka berempat. Mahluk Haus Darah itu hanya berjalan jalan tanpa arah yang jelas. "Sepertinya mer
Read more
BAB 39: Kemunculan Serigala
"Tidak ada pilihan lain kurasa. Hah.. Kau siap, Wan?" tanya Jhagad sambil mengepalkan tinjunya, bersiap menyerang. "Kapan pun!" jawab Awan mantap."Yosh, sementara kami berdua mengurus satu mahluk itu, kalian lari duluan, oke?" perintah Jhagad kepada Cantigi dan Rosie sambil melihat ke arah kiri. Dalam hitungan detik mereka berempat memilih jalur kiri, di mana ada satu Mahluk Haus Darah sudah berlari menuju mereka. Jhagad langsung saja berlari menuju Mahluk Haus Darah di depannya. Diikuti oleh Awan, Cantigi dan Rosie di belakangnya.BUKKKSatu tinju Jhagad sudah berhasil menghantam pipi Mahluk Haus Darah, membuatnya terpental ke samping kiri. Awan pun tidak mau kalah, kali ini ia menendang tubuh Mahluk Haus Darah itu, membuatnya mundur ke belakang beberapa langkah. SREEEEET...Seperti tidak terima dengan perlakuan Awan dan Jhagad, Mahluk Haus Darah itu, menatap nanar kemudian berlari sambil mengerang, menuju ke arah J
Read more
BAB 40: Serangan Mematikan
"Sial, tidak sempat!" umpat Awan sambil tetap berlari menuju tempag Rosie."Ros!!!" teriak Cantigi parau. Wusshh..Para kawanan serigala itu melompat, seperti terbang dengan buasnya. Namun, tidak disangka, kawanan serigala itu tidak menerkam Rosie tapi justru menerkam sesuatu yang pada waktu bersamaan melompat dari arah kanan dan kiri Rosie. BUK.... AAAARGGHHSerigala serigala itu berbenturan dengan tubuh Mahluk Haus Darah yang datang menyerang dari arah yang tidak terduga. Entah kenapa, serigala itu bukannya menyerang Rosie tapi justru menyerang Mahluk Haus Darah. 'Eh?' gumam Awan, Cantigi dan Jhagad tidak percaya melihat kelakuan dari serigala serigala itu.Satu Mahluk Haus Darah dilawan oleh dua serigala sekaligus. Satu serigala menggigit kaki, satu lagi menggigit tangan Mahluk Haus Darah. Ada juga serigala yang melompat, menerjang ke arah tubuh dari Mahluk Haus Darah. Sesekali Mahluk Haus Darah terlempar
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status