All Chapters of Ketika Suami Mulai Bosan: Chapter 51 - Chapter 60
61 Chapters
Memancing
“Kamu ini bicara apa Santi? Kenapa enggak terus terang? Apa maksudmu?” Wanita itu menjauh selangkah dari tempatnya berdiri, saat mata kami bertemu cepat-cepat dia berpaling ke arah lain. “Memang kenyataannya begitu kok,” ucapnya enteng. Tapi masih tak berani menatap lawan bicara, malah memandang jendela Cafe, di sampingnya. Dia cantik tapi sayang munafik!Kupandangi gadis ini dengan detail, penampilannya sedikit berubah, lebih tertutup. Kini netraku berpindah ke bagian bawah, sesekali kakinya tampak di gerak-gerakkan asal, lalu kembali ke atas, raut wajahnya begitu tak enak dipandang ada gelisah yang terukir jelas di sana. “Kamu lebih percaya aku atau dia Sa?” tanyaku. “Aku percaya sama apa yang mataku lihat!” jawabnya tanpa menoleh. “Dan aku juga percaya apa yang aku lihat, bisa-bisanya kamu pacaran sama berondon
Read more
Kenapa Bukan Aku Saja?
“Aku? Mancing apa?” Wanita itu malah memasang wajah suci tanpa dosanya. “Mancing lele di kubangan!” ucapku. Nisa hanya mengerutkan dahi, heran mungkin, sudah tak aneh bagiku, semoga saja dia tak melakukan hal ini pada laki-laki lain, terlebih pada Arga, bocah tengil yang tinggal di samping rumahku. Apa aku harus pindah? Sepertinya harus kupikirkan dari sekarang, bisa bahaya kalau dia semakin gencar mengejar Nisa. “Ayo sayang kita pulang!” Nisa menarik ke dua tangan putriku, terlihat sedikit memaksa. “Kamu gak mau nolong Abang?”  Dia menghentikan langkahnya sedikit memutar kepala, melirikku sekilas tapi tak lama malah melanjutkan jalannya lagi. “Abang masih bisa jalan, pergi aja ke klinik, tuh sebelah sana! Kelihatan dari sini.” Memang benar yang dia katakan aku masih baik-baik saja, masih sanggup jalan
Read more
Tak Sejalan
Aku sengaja berdehem, hingga membuatnya sedikit gelagapan, mungkin terkejut dengan kehadiranku yang tiba-tiba. “Abang sejak kapan di sini? Maaf ya Adek gak denger Abang masuk ini, sebentar ya.” Nisa langsung bangkit dari tempatnya mengambil tas kerjaku meletakkannya di ruang kerjaku. Penasaran dengan apa yang membuat Nisa sefokus itu, kubuka laptopnya, rupanya di sedang menulis sesuatu, seperti sebuah cerita, tapi rasanya ini bukan sebuah diari lebih seperti novel romans, dia menulis kah? “Abang kopinya?” Secangkir kopi panas dia suguhkan di atas meja ruang tamu tepat di hadapanku. “Kamu nulis apa? Novel?” “Ya Bang, iseng aja, Abang baca ya? Aku jadi malu.” Nisa malah salah tingkah, dia benar-benar terlihat malu, sedang aku hanya tersenyum kecut menatap datar wajahnya yang malu-malu. “Kenapa? Abang gak suka?” 
Read more
Tak akan Ada Pisah
Aku ingin menebus semua kesalahanku padamu Sa, dulu memang kita hampir tak pernah sejalan, masih teringat dengan jelas saat kamu sering kali mengalah mengikuti kemauanku meski itu bertentangan dengan dirimu, seperti saat kamu tak ingin menunda kehamilan dengan mengikuti program keluaganya berencana, kamu menurut saja saat kubilang aku tak ingin punya anak dulu sebelum kehidupan kita membaik. Tuhan ternyata mendengar doaku, Dia mengabulkannya 11 tahun penantian, setelah kami punya segalanya, Tuhan baru berkenan menitipkan amanahnya pada kami, Raina dan Reina. Ucapan itu mampu menjadi penentu takdir kehidupan, di masa depan.~~“Gak akan ada kata pisah di antara kita Sa,” ucapku. Nisa tak menjawab, hanya menatapku datar tanpa ekspresi. “Ayo bangun kita salat subuh, abis itu lari pagi!” Kutarik lengannya agar dia segera bangkit dari tempat tidur. “Lari pagi? Enggak ah Abang aja.&
Read more
Perjuangan Belum Berakhir
“Mana ada Sa, sampai mati pun kamu akan tetap jadi istriku.” Begitu mendengarnya Nisa malah duduk di trotoar menghadap pada tanah lapang yang ditumbuhi semak belukar, hujan yang terus mengguyur kotaku akhir-akhir ini, membuat tanaman-tanaman liar ini tumbuh lebih cepat, padahal biasanya di musim kemarau tempat ini begitu gersang. “Aku udah gak mau, terlalu sakit Bang, buat hidup sama-sama lagi kayak dulu.” Nisa membuka suara lagi, netranya mulai mengembun. “Percaya sama Abang Sa, kali ini Abang janji gak akan pernah lagi nemuin Santi, apa pun alasannya,” “Terus yang di rumah sakit itu apa? Abang bilang mau melupakan Santi, tapi kenyataannya? Di saat aku percaya kalau Abang udah berubah, malah Abang....” Nisa terlihat menghirup nafas sejenak, lalu bibirnya sedikit bergertar, seolah yang dia katakan sangat menyakitkan. “Malah apa?&
Read more
Sarapan
Luka ini belum pulih seutuhnya, tapi kamu malah hadir membawa belati, menusuknya semakin dalam, mengoyak hingga perih kembali mendera. ~~Aku menyerah pada takdir, kalau hanya aku yang berjuang bagaimana bisa rumah yang tiang-tiangnya sudah rapuh di makan usia tetap kokoh berdiri. Apalagi yang kamu lakukan dengan sengaja merobohkan satu persatu tiang itu tanpa kenal ampun pada akhirnya rumah itu akan runtuh, tinggal menunggu waktu. Terlalu banyak kata maaf yang terucap. Sejenak biarkan aku menyendiri, merenungi nasib diri yang juga berhak bahagia.  Tak ada pernikahan yang sempurna, akan datang masa di mana kesakitan menyelimuti hari. Memang menyesakkan, tetapi selagi raga mampu di gerakkan maka kehidupan akan terus berjalan. Aku pernah meyakini, ini hanya tentang ujian, bukan akhir sebuah ikatan suci. Sekali lagi, pasti bisa di perbaiki tentu saja harus bisa di kembalikan seperti semula. Kuulangi kalimat itu setiap hari, jam , hingga waktu
Read more
Aku cuma Mau Kita Pisah
Kata-katanya itu, yang dia ucapkan barusan kenapa begitu menusuk, kalau kamu bisa mempercayaiku sedalam itu lalu kenapa kamu malah jatuh cinta lagi pada wanita lain. “Benar kan kamu yang menyuruhnya ke sini!” Ah perasaan ini kenapa juga mataku tiba-tiba menghangat, kubanting daun pintu dengan keras, menutupnya tanpa peduli dia masih berdiri di luar sana. Tapi tangan Bang Irwan secepat kilat menahan agar pintu itu tak cepat tertutup. “Pergi saya bilang! Anda gak mengerti bahasa manusia! Kalau saya bilang pergi ya pergi!” “Saya akan pergi, kalau kamu berhenti berpura-pura, untuk apa merendahkan dirimu demi membuatku cemburu Nisa?” “Iti hakku! Anda tidak punya hak mengatur hidup saya!” “Cukup Nisa!” Bang Irwan menarik tubuh ini, menenggelamkan pada dada bidang miliknya. “Mau sampai kapan
Read more
Andai Saja Dapat Memutar Waktu
“Bangun!” Suara lembut Nisa membangunkan tidurku, bisa-bisanya aku tidur di sini “Anda mau bangun atau mau saya panggilkan satpam?” “Astaghfirrullah Sa, kamu kok jadi kejam begini?” “Kenapa memangnya? Ini rumah saya, saya berhak menentukan siapa yang boleh masuk,” ucapnya. Aku tahu Sa, kamu hanya sedang berpura-pura kejam. Lihatlah dirimu! Kau bahkan tak berani menatap wajahku, kalau memang benar-benar membenci harusnya kau melihat ke arah mataku memandang, agar aku tahu dengan jelas kalau kamu tengah menantang. Kalau begini, kamu hanya membuatku gemas saja Nisa. Kamu tak cocok berperan jadi wanita jahat. “Kenapa Anda tersenyum?” “Kamu lebih cocok akting jadi bidadari." Dia sedikit mendecak, lalu tak lama mengerlingkan matanya malas, tangannya kini mulai bergerak membuka gembok. “Mau ke mana?” tanyaku. “Macul!” “Hahhaha." Dari sekian banyak kata kenapa juga dia harus
Read more
Asalkan Kamu Baik-baik Saja
Sejenak kami menikmati saat kedua mata itu saling menatap. Kami sama-sama rindu, tetapi kenapa rasanya sulit sekali bersatu. Aku tahu bukankah kamu juga rindu Sa, dari sorot mata aku bisa tahu ada kerinduaan yang mendalam. Kenapa malah memilih jalan yang sulit, kalau kita bisa kembali? Masih ada waktu sebelum sidang keputusan itu di gelar seminggu lagi. “Masih ada waktu Sa, pikirikan semuanya baik-baik! Datang ke persidangan sekali saja, aku pamit. Jaga kesehatan ya!” ucapku. “Boleh kucium keningmu sekali Sa ....” “Enggak, berhenti jadi orang yang enggak tahu diri!” “Kenapa memangnya? Aku bakal lakuin apa pun selagi itu bisa membuatmu kembali.” “Anda pikir saya akan luluh dengan semua perlakuan anda, enggak semudah itu.” “Mudah, selama masih ada cinta di hatimu, aku gak akan menyerah.” “Terserah, hiduplah semau Anda!” Nisa pun pergi meneruskan langkahnya yang sempat t
Read more
Cuma ini yang Bisa Kulakukan
Baru saja kaki ini melangkah beberapa kali, tiba-tiba sosok laki-laki dengan perawakan tinggi datang mendekat ke arah Nisa, dari kejauhan bisa kulihat laki-laki itu seolah tengah memberi kekuatan pada Nisa. Entah apa yang mereka bicarakan terlalu sakit untuk mendekat bahkan jika itu hanya satu langkah. Kau tak butuh aku kah Nisa? Jika memang kamu bahagia bersama dia, aku ikhlas! “Bang Irwan, tunggu!” Baru saja kuputar tubuh ini untuk kembali ke mobil. Suara perempuan yang amat akrab di telinga, malah berteriak memanggilku. Gegas kuputar kembali badanku menghadap ke arah sumber suara. “Abang!” Kenapa, ada apa sebenarnya mata Nisa mengembun, lalu tak lama dia malah berlari ke arahku. “NISA!” Hampir saja dia tertabrak motor yang melintas dengan cepat. Bukannya segera menghindar Nisa malah tetap berdiri mematung di tengah jalan. Dia ini kenapa, raut wajahnya kenapa begitu frustasi? Bahunya bahkan sampai naik turun. Pengend
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status