Semua Bab Hasrat Seorang Ipar: Bab 51 - Bab 60
66 Bab
51
Bagian 51POV WisnuSepulang dari kantor, aku tak langsung ke kost, tetapi mengunjungi Septi terlebih dahulu. Gusar aku membuka pagar besi tinggi yang melindungi kost bercat abu-abu dengan tiga lantai tersebut. Kumasukkan motor dan memarkirnya di halaman yang berkanopi biru. Beberapa motor dan mobil telah berjajar dengan rapi di sana sebelumnya.Tanpa memberitahunya, aku langsung membuka pintu kost yang tak dikunci. Pemiliknya yang tinggal di bawah, seorang kakek-kakek usia 75 tahun, menyapa saat kami bertemu di dekat tangga. “Halo, Mas Wis. Mau datangin Neng Septi, ya?” Lelaki berkaus putih dan celana pendek kotak-kotak itu tersenyum. Aku hanya menangguk dan meminta izin untuk naik ke atas.“Silakan, Mas,” jawab orangtua itu. Pak Kasim namanya. Tidak banyak ambil pusing dengan anak-anak kost yang sering membawa pacar masuk ke kamar. Dia bilang kami ini sudah dewasa dan bisa bertanggung jawab dengan perbuatan masing-masing. Tipikal orangtua liberal dan Cuma mikirin cuan. Mungkin masa
Baca selengkapnya
52
Bagian 52POV WisnuSetelah sampai di kost dengan rasa sakit hati yang mendalam, aku membuka ponsel untuk mengecek adakah pesan Septi di sana. Besar harapan perempuan itu mau mengubah pikiran dan ikut dengan aturan tadi. Ternyata benar saja. Satu pesan masuk dari gadis itu. Harapanku barusan nyata terkabul. Mungkin Tuhan memang sedang baik-baiknya.[Wis, jujur aku kecewa denganmu. Sangat! Namun, anak ini tetap harus hidup. Jika memang pernikahan tidak dapat terjadi, kuharap kau tidak lepas tangan begitu saja. Lari berarti kau harus siap menanggung konsekuensi. Aku bisa mencarimu di kantor dan membuat pengumuman bahwa kau telah menghamili anak orang.]Meski aku merasa sedikit lega, tetap saja jantung ini berdegup lebih kencang. Ancaman Septi bisa membunuhku di hadapan Melani. Hancur reputasi. Hilang sudah angan yang kubangun selama ini. Tidak, itu sama sekali tak boleh terjadi.Tanpa pikir panjang lagi, aku segera menelepon Septi. Berharap masalah ini bisa clear tanpa adanya ikatan per
Baca selengkapnya
53
Bagian 53POV WisnuHari ini Melani benar-benar tak menolehku. Saat kami berpapasan di ruangan, dia menyelonong saja dan kembali dalam kubikelnya. Tak ada tegur apalagi senyuman manis. Aku tidak ambil pusing. Dia mau tersinggung, marah, kecewa, atau mundur dalam hubungan ini sekali pun terserah. Aku sudah muak berpura-pura untuk menerima gadis itu. Mencium dan mencumbunya, meski belum pernah bermain di ranjang, adalah hal paling menyebalkan. Sebab tak ada ruang dalam hati ini kecuali hanya ingin memanfaatkan gadis itu. Tak lebih.Dia tak bisa membujuk Pak Sam untuk menaikkan jabatanku? Oh, itu artinya kita akhiri saja semua pelan-pelan. Masalah uang, aku bisa mencari sosok yang lebih menjanjikan daripada perempuan sok asyik macam Melani. Dia pikir, jika tak pacaran dengannya, aku bisa mati? Oh, tentu saja tidak! Selama masih ada aplikasi kencan, aku masih bisa nekat untuk esok hari mencari inan seperti Tante Merlyn.Saat jam makan siang, Melani tiba-tiba saja melongokkan kepalanya lew
Baca selengkapnya
54
Bagian 54POV WisnuSore itu, aku dan Melani mengarungi jalanan yang padat merayap oleh kendaraan, baik roda dua maupun empat. Nyaring klakson memekakkan telinga kala lampu lalu lintas berganti hijau, seakan orang-orang sudah tak sabaran lagi untuk segera tiba di rumah masing-masing.Melani dengan rok pendeknya, duduk menyamping sembari memeluk tubuhku dengan erat. Untuk saja kaki jenjangnya terbalut oleh stocking hitam. Coba kalau tidak. Lutut dan paha mulusnya bakal terpapar knalpot dan debu jalanan. Jadi bahan tatapan nakal lelaki murahna di jalan juga pastinya. Oh, bukan aku cemburu atau bagaimana. Hanya melas saja jika badan seelok itu harus jadi santapan mata lelaki di jalan raya. Kupacu motor dengan agak cepat. Rumah Melani bukanlah dekat. Jarak tempuh dengan kecepatan rendah akan membuat kami tiba dalam waktu satu jam. Namun, jika kubawa motor dengan laju 60-80 km/jam, maka kami akan tiba di perkampungan dengan banyak sawah yang mengelilingi dengan 25-30 menit saja. Kami tib
Baca selengkapnya
55
Bagian 55POV Wisnu"Mas, maaf. Nungguin, ya?” Melani mendekat, lalu berdiri di belakang kursiku sembari melingkarkan dua tangannya ke leherku. Aroma parfum langsung menyeruak lembut ke hidung. Wangi sekali. Bau peach dan paduan lemon yang segar. Otomatis membangkitkan hasrat dalam dada. “Nggak apa-apa, kok.” Kuelus tangannya dengan lembut. Tak disangka, Ibu datang dari arah depan. Mungkin baru keluar dari kamar. Aku bermaksud untuk melepaskan pelukan Melani yang dirasa tak pantas untuk dilihat orangtua. Namun, gadis itu malah semakin menjadi. Dia menciumi pipiku bahkan saat ibunya duduk di depan kami. Sekali lagi, meski brengsek, aku masih tahu sopan santun juga. Dasar Melani gatal!“Maaf, Bu,” ucapku tak enak hati. Tak disangka, Bu Mulyani alias calon mertuaku tersebut, hanya tersenyum dan mengibaskan tangan. Perempuan yang berganti baju dengan blus bunga-bunga dan celana panjang putih tersebut tampak sama sekali tak keberatan dengan tingkah sang putri. “Ah, biasa. Namanya juga l
Baca selengkapnya
56
Bagian 56POV WisnuBenar saja. Sebulan dari janji yang diucap Melani, sebuah surat beramplop cokelat dihadiahi oleh Pak Sam kepadaku. Pagi itu kami bertemu empat mata di ruangannya. Lelaki tua gendut dengan wajah yang ketara mesum tersebut terkekeh sembari bersandar di kursi putarnya.“Wisnu, hebat sekali kamu! Hebat, hebat!” Pak Sam terus bertepuk tangan sembari memutar kiri dan kanan. Wajahnya semringah. Entah dia ini sedang kesurupan atau bagaimana.“Mantap sekali manuvermu. Ah, sudahlah. Namun, bagaimanapun, aku ini tak bisa ingkar janji apalagi terhadap wanita. Sudah rejekimu!” Pak Sam seolah ingin membongkar sesuatu, tetapi urung karena pikirnya kami telah paham satu dengan yang lain.“Terima kasih atas kebaikan Bapak. Akan terus saya kenang sampai mati.” Aku menyalami lelaki itu dan mencium tangannya. Bagaimanapun juga, ini adalah jasa besar yang harus kuhargai. Menjadi kepala riset pasar dan promosi adalah cita-citaku sejak lama. Tepatnya, sejak pertama kali diterima bekerja
Baca selengkapnya
57
Bagian 57POV Wisnu"Halo, Mas-mas, kita boleh promo, nggak?” Sebuah suara centil gegap gempita memenuhi telinga.Dengan terpaksa, aku menoleh ke arah dua wanita berpakaian sexy tersebut. Sosok yang begitu kukenal. Sandra dan Septi.“Hei, Sandra dan Septi, betul, kan?” Eka berteriak girang sembari menepuk tangannya agak keras.“Eh, siapa, ya? Kita lupa-lupa ingat.” Sandra masih menebar senyumannya. Dia sekilas memandangku, tetapi lalu beralih pada Eka yang mengajaknya bicara.“Wah, jahat, nih! Masa pada lupa. Nah, kalo sama cowok yang itu, kenal nggak?” Eka menunjuk diriku yang duduk di seberangnya. Kami sama-sama duduk di kepala meja.Aku terhenyak. Menatap Septi yang kini agak berisi daripada kemarin dengan takut-takut. Perempuan itu hanya memasang wajah dingin dan cuek, persis ketika kami pertama kali berjumpa dahulu.“Nggak ingat, juga!” Sandra tertawa agak keras, terkesan dibuat-buat. Sementara itu, Septi masih terdiam mematung sembari memegang tote bag isi produk rokoknya.“Beli
Baca selengkapnya
58
Bagian 58POV Wisnu“Jangan sinting kamu, Sep! Oke, aku akan ke sana. Tolong jangan kau lakukan ide gilamu itu.” Aku benar-benar menyerah. Kini Septi menjelma bak malaikat maut yang siap mencabut 'nyawaku' kapan pun dia mau. Benar-benar perempuan jahanam! “Makanya, jangan sekali-kali kamu mempermainkanku, Wisnu. Kamu pikir, kamu bisa lepas dari jeratan? Tidak sama sekali!” Suara Septi penuh jemawa. Kemenangan mutlak kini berada di dalam genggamannya. Aku kini bagaikan sepotong boneka kayu yang ditali. Gerakanku sempurna dimainkan oleh Septi. Ke kanan dan ke kiri, pokoknya semau hati betina culas itu. Biadab!“Sudahi omong kosongmu, Sep. Simpan tenagamu untuk melahirkan. Aku akan ke sana setelah mengantarkan Melani. Harusnya kau menghubungi lebih cepat agar aku bisa langsung ke rumah sakit.” Kutoleh ke belakang, ternyata Melani masih berdiri bersandar di samping motor. Gadis itu tengah sibuk memainkan gawainya. “Aku juga tidak tahu bakal melahirkan hari ini, bodoh! Seharusnya HPL-ku
Baca selengkapnya
59
Bagian 59POV WisnuMelihat aku menangis, Septi yang sedari tadi telah menitikkan air mata pun, kini semakin menjadi guguannya. Betapa ajaibnya malaikat kecil yang baru saja hadir di tengah kami ini. Dia mampu membuat kerasnya hati dan ego runtub seketika. Menyatukan rekatan yang semula tercerai berai. “Sekarang kita jahit luka robekannya ya, Bu.” Suara bidan yang menolong persalinan Septi membuat kami sejenak menghentikan tangis haru.“Apa? Dijahit?” Aku syok. Panik sendiri. Setelah digunting, Septi kini harus kembali dijahit. “Iya, Pak. Biar rapi dan perdarahannya berhenti.” Bidan tersebut menjelaskan dengan sabar dan lembut. Meski tubuhnya tambun, wajahnya selalu saja tersenyum manis sehingga aura yang dia keluarkan begitu positif. Berbeda dengan rekannya yang lebih muda dan langsing tersebut. Jutek dan mudah terpancing. “Sep, kuat, ya.” Kuseka keringat yang membasahi kening dan pelipis Septi. Tangan perempuan itu memeluk tubuh bayinya yang sedang sibuk mengecap-ngecap dada si i
Baca selengkapnya
60
Bagian 60POV DimasSepanjang perjalanan pulang, satu-satunya yang kupikirkan hanya taktik tentang penaklukan gadis polos bernama Rahayu alias Ayu yang tak lain adalah adik dari istriku sendiri. Terbayang dalam benak ini, betapa bahagianya aku jika bisa menguasai rumah dengan luas tanah yang lumayan. Hei, apa kau tidak tahu jika harga tanah semakin hari tambah gila saja nominalnya? Bayangkan jika sertifikatnya berhasil digadai. Bayangkan dulu aja, deh. Berapa rupiah yang bakal masuk ke dalam kantong? Belum lagi sawah Melani. Duh, betul-betul jadi miliarder aku! Beruntung sekali aku punya tampang setampan ini, pikirku. Perempuan tolol banyak yang terpikat. Satu orang telah masuk perangkap dan satunya lagi tinggal menunggu waktu. Meski wajahnya terkesan judes dan tak ramah, tetapi aku yakin bahwa anak itu bakal mudah untuk ditaklukkan. “Mas, kamu kok melamun, sih? Mikirin apa?” tanya Melani membuyarkan lamunan.“Ah, enggak. Lagi mikirin besok enaknya usaha apa, ya?” jawabku mengad
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status