Semua Bab Hasrat Seorang Ipar: Bab 21 - Bab 30
66 Bab
21
BAGIAN 21              Mataku membulat sempurna saat menatap halaman rumah yang sudah terparkir dua buah sepeda motor bebek di depannya. Tentu itu bukan motor keluargaku. Bukan motor Mamak juga. Aku pun membatin dalam hati. Itu pasti milik Arfan dan kedua orangtuanya.              Motor kulesatkan sampai ke halaman yang pagarnya memang dibuka lebar. Semakin yakin aku bahwa di dalam sana ada Arfan dan calon mertuaku, sebab sandal-sandal yang tergeletak di depan teras salah pasangnya adalah milik Arfan. Jantungku makin berdegup keras, bersamaan dengan perasaan buncah yang luar biasa. Sampai aku sempat lupa bahwa di belakang sana ada sosok Angga yang memang mengikuti sejak dari studio tadi.              Aku langsung menghentikan motor matikku. Melepaskan helm dan menyang
Baca selengkapnya
22
22            Malam menjelang dan aku memutuskan untuk pulang. Arifin sempat menelepon karena ingin pamit pulang, sementara aku tak ada di rumah. Lelaki itu kusuruh untuk menunggu sebentar sampai bosnya ini tiba. Ada sesuatu yang ingin kukatakan pula padanya.            “Jadi, kamu mau pulang, Dek?” tanya Mbak Mel yang sedang disuapi bubur oleh Ibu.            “Biarkan adikmu istirahat dulu, Mel. Kasihan Ayu.” Ibu menimpali. Kini dia sempurna bertransformasi menjadi malaikat baik hati.            “Karyawanku di rumah mau pulang. Kasihan dia jaga studio sendirian.”            Tak sengaja kulihat wajah Mbak Mel berubah. Tatapannya seperti t
Baca selengkapnya
23
23            Baru saja aku akan memejamkan mata, tiba-tiba saja bunyi bel membuyarkan kantuk. Cepat aku bangkit dari tempat tidur, berharap itu adalah kehadiran dari Mas Wisnu. Saat membuka pintu, betul saja ternyata dialah sosok yang kutunggu. Lelaki itu masih mengenakan pakaian kerja, sementara wajahnya terlihat sangat lelah dengan rambut yang sudah berantakan.            “Mas, kenapa nggak kasih tahu kalau mau pulang ke sini?” Aku tersenyum bahagia sembari meraih tas kerjanya untuk dibawakan. Namun, bukannya membalas tersenyum, Mas Wisnu malah cemberut dengan langkah gontai.            “Bikin malas aja si Melani. Mas baru pulang, capek-capek datangin dia ke rumah sakit, eh malah diomelin. Panjang lebar. Dibilang nggak perhatian, hanya memanfaatkan kebaikannya, habis manis sep
Baca selengkapnya
24
24            Pukul satu dini hari, aku dikejutkan dengan suara panggilan dari ponsel yang dipakai Mas Wisnu untuk menghubungi rekan dan orang terdekatnya. Ngomong-ngomong, dia memiliki dua ponsel yang selalu dibawa kemana pun. Yang satu lagi berupa smartphone lawas, hanya digunakan untuk menghubungiku agar tak diketahui oleh Mbak Mel.            “Mas, ada yang nelepon.” Aku mengguncang tubuh Mas Wisnu yang tenggelam dalam selimut tebal.            “Hmm.” Lelaki itu hanya berdehem dan kembali melanjutkan tidurnya.            Panggilan itu terus masuk dan suara berisiknya membikinku risau. Kuraih ponsel Mas Wisnu yang diletakkannya di atas nakas. Kaget, kulihat nama yang terpampang di layar. Ibu Mertua,
Baca selengkapnya
25
25Sore hari kami berdua baru terbangun dari tidur lelap. Mas Wisnu yang biasanya sibuk untuk kembali ke kantor saat jam makan siang usai, kini terlihat santai kala bangkit dari tempat tidur.“Mas, nggak ke kantor?” tanyaku keheranan. Kulihat jam dinding, sudah pukul 16.00 sore. Harusnya dua jam lalu lelaki itu sudah kembali ke kantor.“Tidak, Dek. Mas sudah izin sama atasan untuk setengah hari saja masuk kantor. Capek gara-gara dini hari ngurusin Melani.” Mas Wisnu merenggangkan tubuhnya sembari menguap lebar. Meski dalam keadaan bangun tidur, tetap saja pesona lelaki itu begitu kuat terpancar.“Nggak apa-apa izin begitu?” Enak juga dalam hatiku, bisa izin tidak masuk seperti itu. Bukannya tak senang, malah senang banget jika Mas Wisnu sering-sering begini. Cuma heran saja. Kok baru sekarang, harusnya kan sesering mungkin biar waktu kebersamaan kami semakin panjang, hehe.“Ya, nggak apa-apa, Dek. Alasannya
Baca selengkapnya
26
26            Setelah bercumbu dan saling mengungkap kata cinta, aku meminta diri untuk menemui kedua karyawan yang sedang bekerja di ruang tengah. Mas Wisnu mengiyakan. Dia berkata juga ingin ikut, dengan maksud agar mengenal Dewi dan Arifin secara lebih dekat           “Yang laki-laki itu, Mas mau lihat dulu sifat dan tabiatnya seperti apa. Maklum, Mas sering tidak ada di rumah saat kalian berkumpul di sini. Takut jika ternyata dia naksir istriku dan menggodanya.” Mas Wisnu memasang wajah jutek. Aku meninju pelan lengannya, tanda protes.            “Arifin itu lelaki yang sopan, Mas. Dia nggak bakal seperti itu!”            Mas Wisnu mencebik. Dia terlihat tak setuju dengan kata-kataku. “Kucing kalau lihat ikan asin,
Baca selengkapnya
27
27            Saat perjalanan menuju pulang, ponselku berdering. Cepat kuangkat. Ternyata nomor Ibu. “Halo,” ucapku sembari menenangkan diri agar tak terdengar gugup.            “Ayu, kamu di mana? Sibuk nggak?” Suara Ibu terdengar begitu manis di telepon. Berbanding terbalik dengan sikapnya di masa lalu yang dingin dan kasar padaku.            “Di rumah. Nggak sibuk, Cuma lagi beres-beres aja.” Tentu saja berbohong adalah keahlianku saat ini. Kulirik Mas Wisnu, lelaki itu hanya tertawa kecil sembari menggelengkan kepala.            “Bisa minta tolong ke rumah sakit, Yu? Kasihan mbakmu. Dia kesepian. Dari pagi tadi kerjaannya hanya menangis saja. Suaminya juga tak kunjung pulang dari kantor. Ib
Baca selengkapnya
28
28            Melihat Mbak Mel menangis sesegukan, Mas Wisnu perlahan mulai berjalan mendekat ke arah kami. Ibu tampak jengkel, tetapi tak dapat berkata apa pun. Sedang aku memilih untuk melepaskan Mbak Mel dari pelukan.            Mas Wisnu kini berada tepat di depan kami. Lelaki itu maju dan meraih tubuh Mbak Mel. Cepat aku beringsut dan memilih untuk duduk di sofa. Begitu pula Ibu, dia mengikuti gerakanku.            “Maafkan Mas, Mel.” Mas Wisnu memeluk istri tuanya sembari menciumi kepala Mbak Mel. Lelaki itu terisak. Entah akting atau sungguhan, hal tersebut mampu membuatku merasa begitu cemburu.            “Mas sibuk akhir-akhir ini. Mas juga stres dengan banyaknya masalah di kantor. Terlebih sikapmu menjadi pe
Baca selengkapnya
29
29            Saat Mbak Mel telah tertidur pulas di atas ranjang pesakitannya, Ibu yang sedari tadi menunggu di luar, kususul dan membawanya untuk masuk ke dalam. Sekilas aku mencari keberadaan Mas Wisnu yang belum kunjung kembali. Kemana lelaki itu? Bukankah dia berjanji untuk menunggu di luar bangsal? Awas saja Mas Wisnu kalau kelayapan dan tak kembali. Besok akan aku omeli dia habis-habisan. Ah,  tapi aku jadi tak yakin apa bisa mara betulan padanya. Secara, melihat senyuman manisnya saja aku sudah ingin menyerah. Apalagi dengar suara lembut penuh rayu. Meleleh langsung!            “Dia sudah tidur, Yu?” tanya Ibu dengan wajah cemas. Wanita paruh baya itu tampak lelah dengan kantung mata yang semakin menghitam.            “Sudah lumayan lelap sejak setengah jam lalu, Bu,&
Baca selengkapnya
30
Tepat pukul 01.25 aku dan Ibu memutuskan untuk tidur setelah kami bercakap cukup panjang lebar. Namun, saat Ibu telah lelap dalam buaian mimpi, mataku tak kunjung dapat terpejam. Bayang Mas Wisnu terus menghantui.Di mana lelaki itu? Apakah dia tidur di rumah? Atau ada di luar sana?Aku bangkit dari tidur. Merogoh tas yang kuletakkan di sudut dekat kaki nakas. Mencari ponsel dan berniat untuk menghubungi Mas Wisnu.Saat aku melihat kontak WhatsApp-nya yang digunakan khusus untuk menghubungiku, lelaki itu sedang online. Maka, dengan kilat kutekan tombol panggilan suara.Sial, Mas Wisnu tengah berada di dalam panggilan lain. Kutekan tombol merah tanda memutuskan panggilan. Beberapa kalimat kuketik untuk menanyakan keberadaannya. Siapa juga yang sedang dia telepon malam buta begini? Bukankah nomor itu katanya hanya untuk menghubungiku?Beberapa saat kutunggu, tetapi tak kunjung ada balasan. Lelaki itu masih berada di dalam panggilan lain.Dada
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status