Semua Bab BALADA CINTA FANI (Sekuel Nafkah Lima Belas Ribu): Bab 51 - Bab 60
120 Bab
Bagian 51
Hidup itu laksana sebuah roda berputar. Pergantian posisi selalulah ada. Namun, bila hal itu disebabkan oleh perilaku dirinya sendiri, tentu akan semakin terasa menyakitkan.  Setelah mengetahui kebusukan Ilma, Doni tentu marah besar, hingga mereka berdua sempat berdebat di pinggir jalan.  "Mas, aku melakukan itu semua demi kamu," bela Ilma.  "Kamu telah menghancurkan harga diri kamu, Ilma!" Doni yang sudah terlanjur kecewa, menurunkan gadis yang sudah dekat sejak kecil itu di pinggir jalan dekat gang rumahnya. * Seminggu setelah peristiwa kedok Ilma terbongkar di rumah Nia, dirinya jarang pergi ke kampus. Namun, masih tinggal di tempat kost karena tidak ingin orang tuanya tahu perihal masalah yang tengah ia hadapi. Bila Ilma pulang, sudah tentu uminya akan menginterogasi.  Suatu ketika, lelah hati karena mer
Baca selengkapnya
Bagian 52
Hari itu, bertepatan Doni datang ke rumah Nia karena ada suatu kepentingan dengan Irsya. Terlihat sikapnya masih kaku dan malu akibat perbuatan yang dilakukan Ilma.  "Bu Nia, saya minta maaf atas nama pribadi karena Ilma telah bertindak di luar batas. Ini semua gara-gara saya, Bu," ujar Doni sopan.  "Tidak apa-apa, Don. Semua sudah terjadi. Aku tidak akan menyalahkan kamu. Ini sebagai pembelajaran saja, menilai seseorang tidak bisa kita lihat dari sikap luarnya saja," jawab Nia sembari melemparkan sebuah senyuman.  Saat mereka bertiga tengah berbincang di ruang tamu, Fani datang dari arah teras.  "Mbak, aku dianterin ke kost ya? Soalnya lagi gak mau masuk angin jadi pengin naik mob--" Ucapan Fani terhenti saat menyadari ada Doni yang duduk bersama Nia. Tangannya langsung menutup mulut.  'Kapan aku jadi lemah lembut
Baca selengkapnya
Bagian 53
Fani masih bernyanyi sambil menghadap cermin. Sesekali mengelus rambut panjang yang ia kuncir kuda, memonyongkan bibir dan menggeleng-gelengkan kepala.  "Fan, udah aku belikan nasi sama sambel nih. Nasinya dua porsi 'kan kayak biasanya? Kamu 'kan habis dari rumah biasanya belinya dobel." Suara cempreng Dinda diputar Fani. Mukanya memerah karena malu didengar Doni kalau dirinya makan dua porsi.  Dalam hati Doni akhirnya tahu, mengapa Fani memesan kerupuk empat. Ternyata, itu untuk makan dua bungkus nasi.  "Ih, siapa yang minta dua porsi. Satu aja, Dinda. Emang tadi aku bilang?" protes Fani masih lewat pesan suara.  "Lhah biasanya 'kan gitu! Katanya gak usah bilang dulu aku harus paham! Gimana sih?" protes Dinda balik.  "Tidak mulai sekarang! Kamu harus beli sesuai apa yang aku minta!" tukas Fani menutupi rasa malunya
Baca selengkapnya
Bagian 54
Sesampainya di depan kost, Fani langsung turun dan gegas jalan. Rasa dalam hati begitu takut dengan Ilma.     Tak disangka, Doni justru turun dan mengikuti Fani di belakang.     "Ngapain?" tanya Fani dengan tatapan mata melirik ke jalan. Takut bila ada Ilma tang melihat.     "Gak papa. Ini aku belikan kamu sesuatu," ucap Doni sembari mengulurkan plastik yang ia bawa.     "Em ...." Fani bergumam.     "Ambillah! Jangan pernah mengaitkan apapun lagi dengan Ilma. Aku bebas melakukan apapun tanpa seijin dia. Dan aku rasa, Ilma tidak akan pernah lagi berani melakukan sesuatu hal sama kamu." Dengan ragu Fani menerima uluran plastik dari Doni.     "Terimakasih. Udah sana, pergi. Aku udah ditunggu Dinda di dalam."     "Iya, mau makan, 'kan?" tanya Doni membu
Baca selengkapnya
Bagian 55
Arya duduk sendiri di teras dengan lampu dimatikan. Rokok di tangannya masih mengepulkan asap. Pria itu tidak pernah merokok. Jika hal itu terjadi berarti, ada beban berat yang tengah ia rasakan. Tatapannya nanar ke jalan depan yang terlihat remang-remang.  Suara pintu terbuka. Muncul seorang perempuan yang beda usia dengannya enam tahun dengan memakai piyama.  "Maafkan aku, Arya. Aku tahu, kamu tidak menyukai sikap Sheren. Kamu terpaksa menjalani ini karena untuk membalas budi orang tua kita. Dan semua itu karena aku. Andai aku tahu, waktu itu ada niat mereka untuk meminta kamu satu hari ini,aku memilih hidup dengan penyakit itu," ucapnya parau.  "Sudahlah, Mbak. Semua sudah berlalu dan menjadi jalan hidupku," jawab Arya pasrah.  "Kalau kamu mau, aku bisa kok, bilang sama keluarga Sheren untuk mengambil kembali ginjalku supaya kamu terbebas dari hu
Baca selengkapnya
Bagian 56
'Dasar cewek aneh. Tidak punya sopan santun. Ada tamu bukannya disuruh masuk dan duduk, malah berlagak seperti customer servis,' keluh Arya dalam hati.  "Itu ...."  "Fani! Ada tamu gak disuruh masuk malah berdiri bareng, gimana sih?" celetuk Dinda keluar dari dalam rumah. "Mari, Om, masuk," ajak Dinda sopan. Hati Arya merasa bahagia dengan ajakan Dinda. Namun, ada yang mengganjal di telinga atas panggilan yang diucapkan sahabat Fani.  "Oh iya, terimakasih," jawab Arya senang.  "Duduk, Om! Aku ambilkan minum, ya? Tapi adanya air putih aja," tawar Dinda sopan.  Fani berkali-kali memberi kode pada sahabatnya untuk tidak memanggil Arya dengan sebutan Om. Namun, gadis putih bermata sipit itu tidak paham.  "Kamu kenapa, Fan? Kelilipan? Kok mata kamu gerak-gerak gitu? Atau, kamu salah prod
Baca selengkapnya
Bagian 57
  Part 39   "Gak! Aku gak mau pergi!" tolak Dinda ngambek.  "Beneran, Din, kamu gak ikut?" tanya Fani memastikan.  Dinda bergeming, menatap layar ponsel dalam posisi berbaring. Abai pada sahabatnya yang merengek.  "Din, maafin aku, dong? Aku ngaku, aku salah," lirih Fani penuh penyesalan. Namun, Dinda tetap saja diam.  Menyadari ada tamu yang menunggunya, Fani meninggalkan Dinda yang masih marah.  "Dinda gak mau, Pak," adu Fani sedih.  "Masih marah?" Mata elang Arya menatap gadis yang menunduk dan mengangguk sedih.  "Ya, sudah! Ayo, kamu saja yang aku ajak pergi." Fani menatap tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Gadis itu mengira, tadi dosen mudanya hanya ingin menghibur s
Baca selengkapnya
Bagian 58
"Sheren, kamu keterlaluan! Kalaupun ada yang harus kamu salahkan, itu aku. Jangan Fani! Dia tidak tahu apa-apa. Kata-kata yang kamu ucapkan sungguh telah memperlihatkan status dan pendidikan kamu!" Arya berdecak kesal.  "Apa yang salah dari kata-kata aku? Dia benar-benar sudah di luar batas. Gadis macam apa yang mau sama orang yang sudah bertunangan kau bukan gadis murahan!" Ejek Sheren penuh kesombongan.  "Kamu benar-benar kelewatan!" ujar Arya kecewa dan meninggalkan gadis yang kedua netranya sudah basah. Tidak lupa, Arya mengambil plastik berisi makanan yang sedianya akan diberikan pada Dinda dan juga uang yang terletak di meja.  Tidak peduli Sheren yang menangis, Arya segera berlari menuju mobil yang terparkir di halaman rumah makan.  Setiap orang diuji dengan kadar masing-masing. Dan terkadang, ujian itu datang secara bertubi-tubi. Bukan tanpa
Baca selengkapnya
Bagian 59
Aku dan Ilma memang sahabt sejak kecil. Ilma hidup tertutup dulu. Hanya aku yang jadi temannya. Karena kebetulan, Bapak bekerja di toko abahnya Ilma. Itu sebabnya dia protektif sekali. Namun, sejak kejadian itu, aku sudah tidak pernah lagi berhubungan telepon dengannya. Entahlah sekarang bagaimana kabar dia. Kamu masih suka bertemu Ilma?" tanya Doni.  "Kadang. Tapi, kami selalu hanya saling menatap. Kemudian, Ilma yang lebih dulu pergi."  "Kamu bisa datang minggu depan?"  "Mas Doni ke sini untuk mengundangku atau kebetulan saja kita bertemu?"  "Untuk mengundang kamu. Tapi kebetulan juga Bu Nia nyuruh ke sini,"  "Oh," bibir Fani membulat.  "Sekalian mau ada acara perpisahan," lanjutnya lagi.  "Perpisahan apa maksudnya?"  
Baca selengkapnya
Bagian 60
POV ARYA  Aku telah bersalah pada dia. Gadis yang selalu hidup dalam kecerian. Kata-kata yang diucapkan Sheren sebagai luapan kemarahannya sangat tidak pantas. Hati ini begitu kecewa dan semakin tidak suka padanya.  Kejadian hari itu sudah tentu menjadi boomerang antar keluarga kami.  Malam itu juga, Pak Sandi, papah Sheren datang bersama istrinya. Kali ini mereka datang ke rumahku. Bertemu dan berbicara hanya denganku.  "Betul apa yang diceritakan Sheren?" tanya Pak Sandi dengan nada yang berwibawa. Meskipun perjodohan kami terkesan memaksakan kehendak, tapi sikap pria dewasa itu masih selalu sopan dan tidak terkesan mengintimidasi.  "Betul, Pak," aku-ku jantan.  Katidak-adaan keluargaku membuat aku leluasa berbicara apapun yang ingin aku ungkapkan.  
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status