All Chapters of Sembilan Tahun Lagi: Chapter 81 - Chapter 90
122 Chapters
81, Love in Bahasa
“ANNA…” Aku langsung menoleh. “Ya ampun, ternyata benaran kamu, Na.” Bu Ros. Kami berpelukan erat. “Dari jauh saya bilang, kayak ngenalin deh. Kamu nggak berubah loh, Na.” Dia memegang bahu sambil memandang wajahku. “Ibu juga.” Aku bersalaman dengan suaminya. “Kamu sama siapa? Sendiri?” “Eh,” tergagap, “iy… iya, Bu.” “Suami kamu masih kerja di Kalimantan?” “Iya, Bu.” “Ohh… pantas sendirian aja nge-malnya.” Aku makin menyeringai. “Eh, Na. Mau ada reuni akbar, angkatan yang pas kamu magang masuk. Kamu datang ya.” “Eh,” aku makin tergagap, “nggak enak ah, Bu. Saya kan cuma magang di sana. Sebentar banget.” “Nggak apa-apa. Kamu ingat Vlad kan? Angkatan dia yang paling heboh. Kamu loh yang dampingin angkatan itu. Memang nggak mau ketemu sama anak-anak itu?” “Eh, mau sih, Bu….” Aduuuhhh… satu anak angkatan itu ada di dalam di belakang Ibu. “Ya su
Read more
82, Menyelinap
PERPISAHAN hari kedua. Di pagi hari dimulai dengan acara penanaman pohon dipandu LSM lingkungan. Acara dimulai dengan sedikit materi lingkungan di aula. Materi disampaikan sangat santai mengingat mental peserta adalah liburan dan perpisahan. Tapi tetap saja peserta tegang ketika foto dan video menampilkan kerusakan bumi akibat ulah manusia. Setelah video kerusakan, tim pemandu memperlihatkan foto dan video usaha perbaikan yang diadakan individu dan lembaga. Pada sesi ini, peserta diminta aktif menyebutkan hal apa yang sudah mereka lakukan untuk bumi meski hanya sesuatu yang terkesan sepele seperti mematikan kran air wastafel ketika menggosok gigi. Sedikit dari kita berarti banyak bagi bumi. Setelah menyadari bahwa bumi sudah sangat rusak tapi ada yang mereka bisa lakukan, saatnya menanam pohon. Tentu peserta lebih bersemangat akibat materi yang masuk ke otak. Pohon ditanam di sekitar air terjun. Lepas menanam tentu mereka menyerbu air terjun. Mereka kembali ke penginapan men
Read more
83, Budak Cinta
AKU sadar, malam ini kami akan serumah lagi. Aku pun yakin, tidak akan terjadi apa-apa. Tapi seberapa yakin? Tanpa s*t*n sebagai yang ketiga, tetap ada gairah yang bisa meletup kapan saja meski tanpa cinta. Apalagi ada cinta Vlad yang terlarang. Ini akan semakin berat kuhadapi. Katakan padaku cara meninggalkan Vlad tanpa menyakitinya. Aku ingin menumbukkan kepala ke dinding karena keabaianku pada perasaannya. Oke, mungkin aku tidak bisa membalas cintanya. Tapi jika dulu aku percaya, aku akan meyakinkan dia untuk mengalihkan perasaannya. Dulu mungkin masih lebih mudah membuka pikirannya. Sekarang? Setelah apa yang dia lalui, bagaimana aku bisa meninggalkannya begitu saja? Memang apa yang aku ketahui? Nyaris tak ada. Tapi dari kepingan-kepingan cerita ibunya, aku tahu, Vlad pernah melalui saat-saat yang sangat berat dan itu karena aku. Dan aku? Jujur, aku butuh Vlad. Atau… Vlad berhasil membuat aku membutuhkan dirinya? Yang kurasa sekarang, aku nyaman dengan ke
Read more
84, In A Rush
VLAD mengarahkan Anna berjalan di jalan setapak keluar area lapangan. Masih area penginapan tapi bersisian dengan hutan kecil. Entah hutan atau apalah namanya. Hanya pohon berkayu di sini lebih banyak daripada di area penginapan. Di sebuah area agak lapang, cahaya bulan purnama menembus sampai ke dasar dan terbias indah di antara gemersik daun tertiup angin. Semesta menari di malam yang indah. Bulan bulat sempurna menggantung di langit hitam. Di sini, jauh dari polusi kota, langit malam terlihat jernih bersama kerlip bintang di hamparan hitam. Vlad mempersilakan Anna duduk. Hanya ada rumput di sana. Anna memilih duduk bersandar di bawah pohon. Dia tak tahu apa yang akan Vlad bicarakan. Tapi melihat aura Vlad, sedikit ketegangan terasa sebagai degub jantung yang bertalu lebih cepat. “Bu Anna…” Vlad duduk bersila sedepa di depan Anna. Tatapannya lurus menembus bola mata Anna. Membuat Anna makin bergidik. Tapi tatapan itu lembut, begitu lembut. Kelembutan yang t
Read more
85, Dua Dunia Yang Berbeda
AKU berusaha membuka mata, berusaha mengenali di mana aku. Dan pelukan hangat ini, kenapa nyaman sekali? Ketika aku mengenali di dada siapa aku tertidur, aku mendesah. Tapi bukannya menjauh aku malah merengsek makin dalam ke dada itu. “Kamu kenapa, Savannah?” Suara serak khas bangun tidur terdengar di atasku. Tapi kesadaran bahwa Vlad sudah terbangun tidak membuatku pergi dari kenyamanan pelukannya. Aku hanya menghela napas memeluk Vlad makin erat ketika belainya terasa di kepalaku. Ingin kulanjutkan kegilaan ini tapi gerakanku membuat aku merasakan ada yang mengganjal d antara kami yang berusaha Vlad sembunyikan dari tubuhnya. Membuatku tersadar lalu langsung melepas pelukan kami. Aku bergegas duduk, dan memukul bahunya. Vlad hanya terkekeh. “Man!” Dia makin terkekeh. “Sorry, Bu Anna” Dia meletakkan bantal kursi di atas pangkuannya. “Nanti juga jinak sendiri.” Aku melirik tajam, dia makin terkekeh. “Anna, ya
Read more
86, Vlad Yang Lama Telah Mati
VLAD benar-benar tergesa meninggalkan area penginapan. Meski begitu dia masih sadar tidak membuat keributan yang bisa membuat perhatian teman-temannya teralihkan. Setelah mengemudi beberapa saat, cukup jauh dari penginapan, dia mencari tempat menepi. Tentu itu sangat sulit. Kiri-kanan dipenuhi bangunan. Sampai akhirnya dia menemukan ceruk yang merupakan jembatan ke sebuah bangunan berpagar tinggi. Di sanalah akhirnya dia memarkirkan mobil. Dia hanya butuh jeda sesaat untuk menenangkan hati. Cukup tenang dulu, untuk mengurus hati butuh waktu yang lama. Di ceruk itu, dia menyandarkan kepala ke kemudi beralas lengan. Napasnya memburu menahan sesak. Meski yakin dengan rencananya, tapi tetap terselip keraguan. Apa Anna akan bertahan menunggunya? Sembilan tahun lagi…. Usia Anna menjelang tiga puluh tahun. Banyak gadis merasa insecure di usia itu jika masih sendiri. Seharusnya Anna tidak merasa seperti itu. Ada dia yang akan kembali padanya. Ah, seandainya bisa leb
Read more
87, Komunikasi Hati
SEMUA berjalan biasa. Komunikasi kami—aku dan Vlad—makin dekat. Vlad tidak pernah menyinggung perasaannya lagi, apalagi bertanya soal hubungan aku dan Bhaga. Yang kami bahas hanya masalah-masalah receh, obrolan random, dan chat absurd. Tentu saling berkirim paket makanan makin lancar. Tapi Vlad tidak pernah lagi mengajakku pergi. Jadilah sebulan ini kami tidak pernah bertemu langsung. Aku hanya menjalani saja. Ketika jalan itu bisa kunikmati, maka aku menikmatinya. Termasuk keinginan bertemu Vlad. Meski tidak terucap, aku tahu, aku merindukan pertemuan langsung dengannya. Tidak hanya sekadar bertemu di udara saja. Bhaga? Aku tidak pernah lagi menghubunginya. Komunikasi kami—aku dan Bhaga—makin hancur seiring makin jarangnya dia berkirim pesan. Entah apa yang akan kami bincangkan nanti ketika bertemu. Aku yakin, suasananya akan sangat kaku. Dan kamar di rumah ini hanya satu. Padahal aku malas sekali seranjang dengannya seperti dengan tamu. Kaku.  
Read more
88, Vlad Yang Baru
VLAD sadar ada yang mengenalinya. Itu membuat dia makin melajukan kecepatan. Sendirian di mobil membuatnya kesepian tapi bebas. Termasuk bebas menginjak pedal gas. Bayangan Anna dan besok hari terus menemaninya di sepanjang jalan. Sampai di rumah, dia sampai disambut wajah lega Vienna. “HP kamu kenapa?” tanya Bagas yang langsung dihadang tubuh istrinya. “Sudah, Mas. Yang penting Vlad sudah pulang.” Vlad tertunduk dan langsung lari ke kamar. Kopernya sudah siap. Surat-suratnya pun sudah siap. Terutama surat keterangan lulus. Dan sebuah kotak berisi hadiah dari Anna. Dia buka kembali seakan memastikan isinya masih utuh. Empat hiasan. Tapi yang sering dia pegang adalah gabungan namanya dan nama Anna. Tak ingin berkelakuan lebih gila lagi, dia segera menutup semuanya. Lalu merebahkan tubuh, tidak berusaha tidur, hanya ingin melamun saja.   ***   Keesokan harinya dia turun sudah bersama koper dan backpack.
Read more
89, Pause
SEMINGGU ini sepertinya kami berhasil mengurangi frekuensi vcall. Pagi hari Vlad hanya menyapaku melalui pesan teks. Siang saat di sekolah sudah pasti hanya pesan teks juga. Malam yang sulit. Seakan malam adalah akumulasi cerita sehari itu. Ada saja yang kami bincangkan. Kalau pun tidak, kami bisa saja hanya bekerja bersama atau menonton film bersama. Ya macam itu lah. Yang penting bersama. Seperti malam ini. Kami menonton bersama. Sebuah film lama. Anaconda sekuel kedua di Kalimantan. Pulau yang Bhaga sangat kerasan di sana. Seandainya Bhaga mengajakku tinggal di ibukota provinsi, tentu aku mau. Tapi Bhaga mengajakku tinggal di tepi hutan. Untuk pecinta alam dan penjelajah macam Bhaga, Kalimantan adalah surga. Tapi untuk makhluk kota seperti aku— “Anna...” Suara Vlad mengganggu lamunanku “Hm.” “Kamu kenapa?” Aku melepas headset yang memperdengarkan audio film yang kami tonton. Dia pun melakukan hal yang sama. “Pause,
Read more
90, Berita
[2018] [Enam tahun sejak pertemuan pertama] [Tiga tahun sebelum bertemu lagi] . BAGI Vlad, kecepatan putaran waktu bisa dalam dua kecepatan yang berbeda. Cepat dan lambat sekaligus. Dia merasa waktu berjalan sangat cepat. Sudah dua pertiga waktu targetnya terpakai. Sisa tiga tahun lagi, tapi baru setahun perusahaannya berdiri. Memang dia sudah memulai usahanya sejak awal di negara ini, tapi baru tahun lalu dia resmikan. Apa cukup tiga tahun untuk membangun dan memperluas jaringan? Apalagi selama ini semua yang dia peroleh full atas usaha sendiri tanpa bantuan orangtua. Ayahnya berkali-kali menawarkan bantuan, tapi selalu Vlad tolak. Namun, di sinilah dia sekarang, menjadi founder usaha miliknya sendiri juga atas usahanya sendiri. Enam tahun sudah berlalu, diisi belajar sampai mabuk dan bekerja nyaris mati. Hasilnya memang luar biasa. Vlad berhasil mengejar dua tahun ketertinggalannya. Dia hanya dua tahun di sekolah lanjutan, lalu tiga tahun menyelesaikan S1. Dua kali tinggal kela
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status