Semua Bab Sembilan Tahun Lagi: Bab 101 - Bab 110
122 Bab
101, Keputusan
“YA buat apa juga sih laporan. Toh masih sama-sama luar Jawa. Jadwalnya juga sama. Tiga bulan on site, dua minggu cuti. Nggak ada perubahan yang ngaruh ke kamu kan.” Astaga! Aku langsung membanting kaus yang tadi kupegang. Mataku mendelik sempurna. Bhaga sangat keterlaluan kali ini. “Buat apa kata kamu?” Aku mendesis berusaha tidak berteriak. “Kamu anggap apa sih aku selama ini, Ga? Sampai pindah site pun kamu nggak merasa perlu diskusi dulu.” “Kalau pun aku bilang, paling kamu cuma reply dua huruf aja. OK. Sudah. Buat apa? Bikin orang jengkel aja.” “Oh, jadi kamu jengkel kalau aku reply dua huruf itu? Kalau gitu kenapa kamu nggak coba panjangin tu W*? Kalau kamu panjangin, apalagi bilang urusan ini, nggak bakal aku jawab cuma pakai dua huruf itu aja!” Aku sudah berdiri di hadapannya. “Lagian, urusan sepenting itu nggak bisa cuma lewat chat, Ga. Itu harus kita omongin serius. Kalau nggak bisa ketemu ya minimal nelepon. Dan apa harus secepat itu kamu iyakan? Nggak bisa nunggu kita
Baca selengkapnya
102, The Truth
VIENNA sudah tenggelam di pelukan Bagas dalam isak lirih ketika mengakhiri ceritanya sementara Vlad berdiri kaku terpaku bersandar di meja counter. Dia tidak percaya cerita itu. Semua berbeda dengan yang selama ini dia percayai. “Papa tau kamu nggak percaya, Vlad.” Bagas terus mengelus kepala Vienna yang tersuruk di perutnya. “Bagian mana dari cerita itu yang kamu nggak percaya?” Vlad tergagap. Ingin bertanya tapi otaknya begitu kosong. “Mama bilang…” Vlad tidak bisa melanjutkan kalimatnya. “Apa pun yang mama kamu bilang, itu kan yang selama ini kamu pegang? Apa kamu kasih kesempatan kami ngomong?” “Tapi… ak… aku…” Bagas benar, Vlad tidak pernah membiarkan mereka klarifikasi. Begitu mamanya pergi, Vlad makin tidak terkontrol. Bagas menunggu pertanyaan anaknya. “Aku bukan anak di luar nikah. Aku lahir setahun setelah Papa nikah sama Mama.” Bagas tertawa sinis. “Itu dia puncak kebohongan mama kamu. Atau malah bisa disebut kelicikan.” “Mas…” Vienna sudah mengurai pelukannya. Ba
Baca selengkapnya
103, Sudah Selesai
“AKU pergi. Silakan kamu pikir ulang semuanya lagi. Kalau selama aku pergi kamu sudah yakin, silakan kamu urus semuanya sendiri. Aku tinggal tanda tangan aja.” Dia berjalan tanpa menoleh lagi ke arahku. Selesailah…. Begitu pintu menutup terbanting aku pun terbanting. Tubuhku tidak sanggup lagi berdiri, kepalaku bukan lagi berdenyut, tapi berdentam hebat. Sakit sekali. Semua terasa menusuk. Cahaya lampu menusuk pupil. Suara-suara di luar termasuk suara pintu depan, pagar, dan mobil yang melaju sangat mengganggu. Sakit sekali. Ternyata tetap harus berakhir. Ternyata akhirnya seperti ini. Sesuatu yang kupertahankan dengan mengorbankan dua hati yang sudah saling jatuh cinta tetap harus berakhir. Aku meringkuk mengecilkan diri. Kutarik rambut mendekat ke dada. Mari ke sini, Dearest Hati dan Kepala, kita semua berkumpul saling menguatkan. Sakit sekali. Entah apa yang ada di kepala Bhaga sampai dia merasa tidak penting berdiskusi denganku. Pada dasarnya aku tidak masalah dengan semua ke
Baca selengkapnya
104, Kompromi
[Labuan Cermin, 2018] . “YIHAAAA….” Anna terbahak lepas melihat Bhaga yang berlari lalu langsung terjun ke danau sebening kaca. Semakin hari dia semakin mengerti kecintaan Bhaga pada alam. Lelaki itu begitu menyatu dengan alam. Bhaga sangat bersemangat sepanjang perjalanan mereka. Semangat yang tidak pernah habis meski malam-malam mereka habiskan dengan sama bersemangatnya. “Ayo, Na. Segar banget nih,” panggilnya dari dalam danau. Hanya kepalanya yang ada di atas permukaan air, tapi sisa tubuhnya tetap terlihat jelas. Anna tentu tidak bisa menolak keindahan itu. Akhirnya dia pun menceburkan diri ke beningnya danau meski tanpa meloncat. Dari Dieng, Bhaga memilih menyerang Laut Jawa menuju Kalimantan. Ada sebuah danau istimewa di sana. Danau sebening cermin sehingga nyaris terlihat tanpa air. Danau ini sungguh indah. Dan Bhaga memilih tempat ini sebagai salah satu tempat mereka berbulan madu. Bulan madu impian mereka. Sekarang mereka sudah di Labuan Cermin, Kalimantan Timur. Bhag
Baca selengkapnya
105, Rekonsiliasi Tanpa Rekompromi
BHAGA tidak pernah datang saat sidang. Dia menyerahkan semua urusan pada pengacara. Aku datang hanya menyetor badan saja. Majelis hakim berkali-kali menanyakan keseriusanku berpisah, menawarkan mediasi. Aku hanya menjawab seperlunya saja. Tidak ada tuntutan dariku. Aku tidak meminta pembagian harta bersama. Aku tentu tidak bisa menuntut tunjangan karena kami tidak memiliki anak. Aku hanya minta segera selesaikan urusan ini. Meski kadang meragu, tapi satu rasa itu selalu saja hadir meneguhkan niatku. *** “Mengadili… satu, mengabulkan gugatan penggugat. Dua, menjatuhkan talak satu kepada penggugat…” Sudah selesai. Tidak sampai enam bulan sejak terakhir kami ribut aku sudah duduk tepekur di kursi di tengah ruang untuk mendengar keputusan hakim. Ruang ini memang sepi, tapi aku tidak sendirian. Tapi sekarang aku sendirian. Bukan lagi berstatus istri Bhaga, dan tanp— Ah, sudahlah. Yang sudah pergi biarkan pergi. Ini saatnya aku pergi dari kehidupan Bhaga. Saatnya aku memulai kehidupan
Baca selengkapnya
106, Maaf
“MAS, kita harus ke Vlad.” Vienna melempar ponsel ke ranjang. “Dari pagi dia nggak reply.” Bagas tidak menjawab, mengangguk atau menggeleng pun tidak. Dia hanya langsung menghubungi PA untuk mengurus sisanya. Terjadwal untuk besok, dua tiket Jakarta – Singapura. Pagi sebelum mereka berangkat, sebuah pesan masuk dari Vlad. “Mas, Vlad reply nih.” Bagas langsung mendekat dan membaca bersama. Vladimir Darmawangsa : Maaf, Bunda. Aku lupa nyalain data. Vladimir Darmawangsa : Aku baik-baik aja. Nothing to worry. Vladimir Darmawangsa : Cuma masih mau leyeh-leyeh aja. Vladimir Darmawangsa : Belum mau ke kantor. Vienna langsung menelepon Vlad. Tapi Vlad tidak mengangkat. “Kita tetap ke sana, Mas. Si Vlad nggak mau angkat telepon.” Lalu dia membalas pesan Vlad ala kadarnya. *** Pemandangan yang Vienna lihat ketika masuk di flat Vlad membuatnya limbung. Ruangan itu sangat berantakan tanpa Vlad. Dia hanya menemukan bekas-bekas muntahan dan bercak darah yang belum sepenuhnya mengering y
Baca selengkapnya
107, The Confession
“SEBENCI itu kamu sama aku sampai kamu nggak mau ambil apa pun yang dari aku?” Bhaga menatapku sampai berkerut kening. “Aku ke sini berharap kita bisa bersama lagi, Anna.” Apa? Aku terpaku mendengar kalimat penutup itu. Berdiri kaku di tengah ruang tamu menatap wajah Bhaga yang terlihat kuyu. “Anna, aku minta maaf selama ini aku egois. Aku terlalu cuek. Aku pikir yang kamu butuh kebebasan. Kamu bebas ngapain aja. Cukup telepon aku kalau ada yang kamu butuhkan. Tapi ternyata yang kamu butuh justru telepon-telepon itu. Sesuatu yang aku pikir sepele.” Aku jatuh terduduk di kursi seberang Bhaga. “Kemarin mungkin aku egois. Aku merasa aku nggak butuh kamu. Aku biarin semua mau kamu. Aku bebasin kamu. Tapi kalau sebebas ini berarti kamu bukan milik aku lagi. Seminggu ini aku berpikir ulang. Pernikahan terjadi oleh dua pihak, perceraian pun. Kalau sampai perceraian ini terjadi, berarti itu kesalahan dua pihak. Aku dan kamu. Selama ini aku merasa kamu yang salah. Cuma kamu, aku nggak sala
Baca selengkapnya
108, The Confession [2]
NGGAK ada manusia sempurna, kamu nanti bisa cari celah itu dari suami Anna. Masuk dari sana. Apa kita merebut pasangan orang? Bunda nggak tau. Waktu itu yang Bunda rasa, papa kamu milik Bunda. Kami sudah merencanakan semuanya. Lalu mama kamu datang. Bunda cuma mengambil milik Bunda. Seperti kamu, kamu sudah melamar Anna, tapi Anna nikah sama yang lain. Kamu masih bisa ambil milik kamu lagi. Ambil dengan cara elegan tapi lakukan dengan hati. Lakukan semua dengan hati. Ucapan Vienna berulang dan berulang seperti recorded file dalam mode rewind. Bersama dengan tiga kejadian besar yang membelitnya, berputar acak di kepalanya. Dia memang masih terlalu sering melamun, tapi rona kehidupan mulai tampak di wajahnya. *** “Bang Vlad!” Suara ceria mengganggu lamunananya. Mendengar suara itu, Vlad langsung menoleh dan menyunggingkan senyum yang meski masih samar dan lemah tapi senyum itu sampai ke matanya. Melihat itu Vienna berbunga. “Lagi libur?” “Nggak. Bolos. Sama Bunda disuruh ke sini tem
Baca selengkapnya
109, Pamit
MUNGKIN memang beginilah jalan hidupku.Kami berdua terdiam. Tak ada lagi tanya jawab. Kulihat Bhaga cukup syok dengan pengakuanku. Awalnya dia tidak percaya, tapi makin lama, saat ceritaku makin jelas dan detail, dia percaya orang ketiga itu benar ada.Hari makin di ujung. Langit mulai meredup. Jika hari sudah seredup ini, aku akan menutup semua jendela dan tirai lalu menyalakan lampu. Dan itu yang akan aku lakukan sekarang. Aku berdiri dari tempatku, lalu perlahan melakukan semua ritual sore dengan tatapan Bhaga mengikuti gerakanku.“Sudah sore, Ga. Aku pergi ya.”Dia diam.“Kamu mau aku masakin dulu? Masih ada telur di kulkas. Aku ceplokin aja. Mau?’Dia menggeleng.“Ya sudah, aku pamit ya.”“Aku boleh antar kamu, Na?”Aku tersenyum.“Apa kamu masih ada sayang sedikit aja ke aku?”Kening Bhaga berkerut.“Aku ada di sini sekarang karena aku masih sayang banget sama kamu, Na. Aku mau memperbaiki semuanya.”Aku masih tersenyum.“Kalau gitu, kamu jangan antar aku.”“Kenapa?”“Aku nggak
Baca selengkapnya
110, Man’s Hug
BAGAS menemukan istri dan anaknya berpelukan dengan wajah Vienna basah air mata. Vlad memeluk perut ibunya, Vienna setengah membungkuk mengecup lama puncak kepala Vlad. Entah apa yang terjadi, tapi Bagas dan Val tidak mau mengganggu romansa ibu dan anak itu. Perlahan dia mendekat ketika melihat bibir Vienna bergerak lamat dengan dagu masih bersandar di puncak kepala Vlad. “Bunda nggak akan tinggalin kamu, Vlad. Kamu percaya kan?” Vlad hanya mengangguk. Merasakan anggukan itu, Vienna mengecup lagi puncak kepala anaknya. Bagas membiarkan mereka sampai akhirnya terasa sudah cukup lama mereka berempat berdiri di sisi depan resto. Memang sudah semakin sepi, tapi tetap saja, Bagas harus membawa keluarganya pulang. Perlahan dia menarik bahu Vienna, lalu dia memastikan Vlad baik-baik saja dengan menatap anaknya sampai berkerut kening. Dia tidak bisa menebak apa yang terjadi, wajah Vlad pun tidak bisa menjawab. “Are you okay, Vladimir?” Vlad hanya mengangguk. “Let’s go back.” Perlahan Vlad
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status