Semua Bab MISTERY DAGING 15O KG: Bab 21 - Bab 30
45 Bab
21. PERHATIAN PAMAN
 “Mmm-sorry, maksud Paman ... yang berpendidikan seperti kamu, tapi tetap bisa patuh terhadap suami. Begitu maksud Paman,” ujar Paman yang terlihat gelisah. Dia seperti salah tingkah dan malu.Paman memainkan jemarinya. Sesekali mengusap wajahnya dengan kasar.Suasana tiba-tiba menjadi kaku. Tak ada sepatah katapun yang terucap. Begitu juga dengan diriku yang diam seribu bahasa.“Mmm maaf, Paman mau ... telfon teman sebentar,” ucap Paman yang masih terlihat serba salah. Bahkan saat berkata, tak memandang ke arahku. Dia pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dariku.Aku tahu paman tadi hanya berpura-pura akan menelfon. Alasan klise untuk lari dari masalah.Masalah! Masalah apa sih. Kenapa aku mengkategorikan ini sebagai masalah. Yang aku tak mengerti, kenapa wajah dan tingkah paman berubah setelah mengucapkan kalimat ‘seperti kamu.’Apa ada hal lain yang tak kuketahui tentang perasaannya kepa
Baca selengkapnya
22. BAPER
 POV PUTRIPagi ini aku akan datang ke toko. Mulai hari ini dan seterusnya aku akan kembali memegang kendali usaha warisan dari ayah. Sekian lama aku dibohongi oleh si penghianat itu. Dan kejadian itu tak boleh terulang kembali.“Aw!” aku memekik saat bertabrakan dengan seseorang yang hampir saja membuatku terjatuh.“Paman?”“Hati-hati dong kalau jalan. Mau kemana, kok sudah cantik?” tanya paman.“Mau ke toko, lah.”“Ke toko?! Ini masih jam lima lewat loh. Belum jam operasional orang bekerja!”“Paman, namanya juga toko daging. Jam operasionalnya mulai jam lima pagi. Emang paman yang pegawai, masuknya agak siang.”“Oke deh. Paman antar, ya.”“Dengan pakaian olahraga begini?!” aku memperhatikan paman dari ujung kepala hingga ujung kaki..“Iya! emang kenapa? Gak boleh?”“Bukan gak bole
Baca selengkapnya
23. RADIT DATANG KE TOKO
 “Ada apa?”“Radit menunda bulan madunya ke bali. Padahal aku sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk menjebaknya!” jawabku dengan kesal.Paman menghentikan mobil dengan tiba-tiba.“Kenapa berhenti?” menatap wajah paman yang terlihat kesal.“Apa kamu masih mencintainya? Kau masih cemburu hingga sampai mengikuti bulan madu mereka? Buka matamu lebar-lebar,Putri! Radit itu sudah ....”“Paman salah paham. Aku sudah tidak mencinta Radit. Aku hanya ingin melihat Radit malu karena tak membawa uang sepeserpun. Aku sudah merencanakan untuk mencuri dompetnya saat sudah di villa nanti. Supaya dia mati kutu. Bahkan anak buahku sudah berada di sana. Aku sendiri juga sudah membeli tiket dan booking hotel di sana. Dan bisa-bisa uang yang ada di rekening Radit habis sebelum aku sempat mengambilnya. Bagaimana aku tidak kesal coba?!” memukul kaca mobil dengan kesal.“Kenapa kau ti
Baca selengkapnya
24. RADIT DIKEROYOK MASSA
 Mata Radit menatapku dengan tajam. Sorot mata yang penuh amarah seolah siap menyerangku. Aku harus waspada.Sayangnya, aku salah fokus. Ternyata Radit tidak akan memukulku, tetapi kasir. Dia menendang Nia dan berhasil merebut amplop yang berisi uang hasil penjualan yang sudah beberapa hari belum di setor ke bank. Sial. Radit berhasil mengelabuiku.Aku tak boleh tinggal diam.“Security! Tangkap Radit dan bawa ke hadapanku! Semuanya kejar dia jangan sampai lolos!” aku berteriak kepada seluruh karyawan. Bahkan aku sampai lupa kalau sedang banyak pelanggan yang berbelanja. Radit benar-benar membuat kekacauan.Aku segera meminta maaf kepada para pelanggan. Lalu menuju ruang pribadiku dan menanti si biang erok di sana. Awas saja, aku akan membuat perhitungan dengannya.“””Aku duduk di kursi kebesaran. Sudah lebih dari dua puluh menit anak buahku belum juga berhasil membawa Radit ke hadapanku. Sesulit it
Baca selengkapnya
25. TAWARAN UNTUK RADIT
 “Radit! Hubungi keluargamu, dan suruh mereka ke sini sekarang juga!” aku memberikan ponselku kepada Radit.“Apa ...  maumu?”“Kau akan tahu setelah mereka datang! Cepat hubungi keluargamu sekarang!” jawabku dengan ketus.“Aku ... tidak ... mau! Kau pikir mudah mengancamku, Hach?!” jawab Radit dengan songong. Dengan keadaan seperti ini saja, dia masih menyombongkan diri di hadapanku.“Baiklah! Kalau memang itu pilihanmu!” ucapku sambil menarik ponsel kembali dan meletakkan di atas meja. Benar-benar bermental baja. Sudah berada di antara hidup dan mati, masih saja berani tawar menawar.“Dani! Kembalikan Radit ke pos pasar! Terserah kepada warga! Kalau mereka mau membakar Radit, bakar saja! Aku tidak peduli! Akan kusiapkan bensinnya!” ucapku sembari menaikkan sudut bibir.Aku akan menantang sampai di mana keberanian pria menyebalkan itu. Apa dia sudah sia
Baca selengkapnya
26. PENAWARAN UNTUK RADIT
 “Kau pasti pelakunya! Kurangajar sekali, kamu, Putri! Aku akan membalasmu!” kembali ibu menamparku. Dan kali ini aku takkan diam begitu saja. Aku membalasnya dengan dua kali tamparan, seperti apa yang dilakukannya kepadaku. Aku tak peduli dia lebih tua dariku dan pernah menjadi orang yang kuhormati setelah ibu. Apa yang orang lakukan kepadaku, akan kubalas dengan perlakuan yang sama.“Beraninya kau menamparku, anak sialan!”“Kau yang beraninya menamparku, Mak lampir!”“Kurangajar! Kau memanggilku apa? bilang sekali!” titahnya kepadaku dengan geram.“Mak lampir! Kenapa?!” aku berkacak pinggang di hadapannya.“Kau ....”“Cukup!” aku menahan tangannya saat kembali hendak memukulku. Malas rasanya berurusan dengan orang yang tak penting sepertimu! Kau ingin tahu’kan kenapa anakmu seperti ini?!” aku menghentakkan tangannya dengan keras. Ta
Baca selengkapnya
27. RADIT MEMENUHI KEINGINANKU
 “Cukup! Waktunya sudah habis! Aku menunggu jawaban sekarang juga!” menegakkan kepala dan menatap ke arah Radit dan ibunya. Entah apa yang mereka bicarakan. Kalau hasilnya tak seperti yang aku inginkan, siap-siap saja kau kupenjarakan.“Oke. Aku setuju!” jawab Radit dengan lemah.“Bagus! Artinya kau masih menyayangi nyawamu!”Radit mengambil ponsel dari tangan istrinya. Namun si pelakor menolak untuk memberikannya.‘Tidak! aku tidak mau kau melakukan kebodohan itu! Dia hanya menggertakmu saja, Radit! Kau jangan tertipu oleh wanita itu!” si pelakor menunjukku dengan tidak sopan. Aku berusaha menahan diri untuk tak menanggapinya.“Neva! Apa kau ... lebih memilih aku ... mati?” tanya Radit sembari meringis kesakitan dan memegangi dadanya. Mungkin saja ada pukulan yang meninggalkan luka di sana.“Bukan begitu, Sayang. Tapi bagaimana kehidupan kita selanjutnya?”
Baca selengkapnya
28. MENCERNA ANCAMAN IBU MERTUA
 “Ibu juga tidak tahu. Tapi kalau dicerna dari kata-kata tak mungkin dijangkau oleh manusia biasa, bisa jadi mereka main dukun. Apalagi ada ikat. Ngikat apa coba?”‘Hach? Mana mungkin, Bu. Radit gak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama bersamaku.”“Coba kamu ingat, sebelum kamu keguguran, apa yang dilakukan Radit kepadamu?”Aku berpikir sejenak. Tapi tak ada yang aneh atau apapun yang dilakukan Radit kepadaku.“Seingatku, Radit tidak melakukan apapun,” Jawabku dengan tatapan menerawang.“Apa dia memberikan sesuatu?” tanya ibu penuh selidik.Kembali mencoba untuk mengingat-ingat sesuatu. Tak ada yang mencurigakan. Biasa-biasa saja.Merebahkan tubuh di sofa dan menatap langit-langit. Dan tiba-tiba aku teringat sesuatu. Susu! Ya, Radit selalu memberikan susu sebelum aku tidur. Dan tak berapa lama, perutku mulas.“Bu, Aku ingat!” menyentuh
Baca selengkapnya
29. MENCARI PENGOBATAN UNTUK PUTRI
 “Tidak boleh seperti itu, Mbak! Lagipula belum jelas juga’kan mereka pelakunya atau bukan?”“Tapi aku yakin seratus persen merekalah pelakunya! Aku tidak mau terjadi apa-apa lagi dengan putri! Ibunya Radit tadi mengancam putri lagi!”“Benar yang ibumu katakan, Put?” tanya paman kepadaku.“Iya,” jawabku singkat sembari menganggukkan kepala.“Astaghfirulloh hal’adzim, aku benar-benar jadi manusia tidak berguna karena tidak bisa menjagamu dengan baik. Maafkan Paman, Sayang.” Paman memelukku dengan penuh kasih sayang. Aku balas memeluknya erat dan tak ingin melepasnya lagi. Rasanya sangat damai berada dalam pelukannya.Paman melepasku. Dia menarik nafas dan terlihat sedang berpikir sesuatu. Sejenak dia merebahkan tubuhnya pada sofa. Memejamkan mata dan seperti sedang mengingat sesuatu.“Begini saja. Aku punya kenalan seorang yang biasa meruqyah. Dia bisa
Baca selengkapnya
3O. MENENANGKAN PIKIRAN
Entahlah, aku merasa takut. Apa benar mereka setega itu. Tak ingatkah akan kebaikanku sedikit saja. Kalau saja aku tidak menolongnya menebus surat tanah yang digadaikan kepada lintah darat, keluarga Radit pasti sudah tinggal di jalanan. Kurang apa kebaikanku kepadanya coba. Bener-bener keterlaluan.Awas saja kalau memang terbukti mereka yang menyebabkan aku keguguran. Akan kubuat perhitungan dengan mereka.“Orangnya gak bisa datang sekarang. Dia sudah ada janji. Dua atau tiga hari lagi baru jadwalnya kosong.”“Gak apa-apa. Yang penting wonge iso ngobati,” jawab ibu dengan logat jawanya yang masih kental hingga saat ini.“Ya sudah, aku mau mandi dulu,” ucap paman sembari melirik ke arahku. “Jangan ngalamun Cah Ayu,” ucap Paman sembari menepuk-nepuk bahuku dan berlalu menuju kamarnya.Mataku tak berkedip menatapnya hingga menghilang dari pandangan.“Bu, aku ke kamar dulu, ya!”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status