All Chapters of Karma(penyesalan): Chapter 61 - Chapter 70
182 Chapters
orang Ketiga
Herman merasa Amira menjadi berubah. Ia paham kalai ini semua memang salahnya. Herman ingin segera pulang, namun dia belum diizinkan oleh Dokternya. Melihat kondisi Herman yang masih belum sehat, ia diharuskan dirawat selama 2-3 hari lagi. Dengan sangat terpaksa, ia harus menuruti perintah dokter, karena itu semua demi kebaikannya juga. Herman masih berdiri didepan Andi. Ia tak masih belum mendapat jawaban dari Andi. "Maafkan saya tuan, sebenarnya selama kemarin ponsel anda disekap, Nyonya Amira ada menghubungiku. Dia memberitahu kalau Vino masuk Rumah sakit ,karena dehidrasi. Dia dirawat selama beberapa hari. Mendengar jawaban dari Andi, Herman mengepalkan tangannya erat. Dia menahan amarahnya. Dia tak habis fikir, kenapa Andi bisa sampai tidak memberitahukan hal itu pada Herman. "Apa kau bisa memberitahu alasannya?kenapa kau sampai tak memberitahuku?" Herman mengeraskan rahangnya. Ia merasa benci dengan Andi saat ini. Terlepas semua yang pernah Andi lakukan untuk mel
Read more
Orang Ketiga part 2
Entah untuk yang ke berapa kalinya Ia memandangi ponsel miliknya. Yang sepi dari notifikasi. Selama ini, ia hanya berhubungan dengan Herman saja. Ia berusaha selalu tetap dirumah, untuk menjadi istri yang baik ,yang selali mendukung suaminya. Bahkan sekedar berkumpul dengan teman-temannya saja, ia enggan melakukannya. Itu semua karena dia terllu mengabdikan hidupnya untuk Herman. Namun kesetiaannya itu ,dibalas hal menyakitkan oleh Herman. Ia berselingkuh dengan wanita lain, dan yang paling membuatnya sakit, ia pernah lebih memilih wanita itu daripada dirinya. Walaupun sekarang Herman sudah semakin berubah, perasaan menyakitkan itu sewaktu-waktu terus muncul, membuat sakit itu kembali lagi. Dan membuat rasa cinta dihatinya mulai terkikis. " TRIIING"Suara pesan masuk ke ponselnya. Dia menyangka kalau suaminya yang menghubunginya. Namun lagi-lagi ia meraskan kecewa untuk yang ke sekian kalinya. "Aku jemput kau malam ini, kita bertemu di hotel x...by sayangku."Sebuah pesan
Read more
Kejujuran yang Menyakitkan
"Hai sayang ,kau suka dengan kejutanku?" tanya Wisma, saat Amira telah membuka tali pengikat matanya. Sepertinya, Amira mulai terbiasa dengan perlakuan lembut dan romantis Wisma. Ia bahkan mulai menyukai setiap sentuhan Wisma."Aku bahagia Wisma...." jawab Amira. Kemudian ia memeluk erat tubuh Wisma. Dibawah sinar rembulan, lampu yang samar-samar, dua insan yang sedang jatuh cinta ini, saling menautkan bibirnya satu sama lain. Entah mengapa, Amira berubah menjadi sosok yang mengerikan. Kesetiaan yang selalu terabaikan, kebaikan yang tak pernah dianggap, suatu waktu bisa merubah seseorang itu, dan membuatnya menjauh darimu. Mungkin itulah prinsip yang Amira. Bersama Wisma, ia merasa dibutuhkan. Bersama Wisma ,ia merasa kalau dirinya berarti. Setelah saling melepaskan pagutan tersebut, Wisma memberikan kotak merah kecil, yang berbentuk hati untuk Amira. Dengan menjongkokkan tubuhnya ,dengan bertumpu pada lutut satu kakinya, ia menyerahkan kotak itu. "Ambillah persemba
Read more
Part 2
Tak terkecuali Amira. Ia menjerit sekuatnya ,saat melihat Wisma tersungkur karena pukulan Herman yang membabi buta. Herman tak menghiraukan Amira, yang sedari berteriak ,memintanya berhenti melakukan itu. Dia terus memukuli Wisma. Sampai beberapa saat, datang Parman dan melerai mereka. Wisma terhuyung dan ambruk. Dia tak siap menerima pukulan mendadak dari Herman. Herman yang datang tiba-tiba, dan memukulnya dengan brutal, membuat Wisma kehilangan kesadarannya. "Cukup!! Hentikan Herman....!!" Amira sudah tak tahu ,dengan cara apa ia bisa menghentikan suaminya itu. Parman memeluk Herman dari belakang. Dan menghentikan majikannya itu, yang terlihat seperti orang yang sedang kesurupan. Kepalnya mengucur darah, bekas pukulannya yang sekuat tenaga di wajah Wisma. Wisma yang tergolek lemas, bersimbah darah segar dimhkanya. Karena pelipisnya sobek, akibat pukulan mendadak dari Herman."Hentikan, atau aku panggil polisi!!" Amira berteriak dengan sangat keras. Dan akhirnya berh
Read more
Amira Bimbang
Herman mundur beberapa langkah. Tubuhnya bergetar karena menangis dan tertawa."Kau bahkan tak mau mendengarkan alasanku meninggalkanmu waktu itu? lantas kau lebih memilih memukulku karena dia?!!" Telunjuk Herman mengarah pada Wisma yang tergolek tak sadarkan diri. "Aku benci sifat kekanakanmu Herman, kau egois..."Amira menangis."Kau tak peduli dengan kami lagi, bahkan kau sekarang terlihat sangat mengerikan, jadi untuk apa aku mendengarkanmu!!" Amira berbicara sambil terbata. Ia tak dapat menahan lagi Emosi, dan bencinya. Amira benci keadaan seperti saat ini. Dia mengusap lembut wajah Wisma. Kemudian ia menelpon dokter Dhani, dan menyuruhnya untuk datang ke rumahnya dengan segera. "Pak Parman, angkat dia ke kamar tamu." Titah Amira pada Parman. Parman mengangkat tubuh Wisma, dan menidurkannya dikamar tamu. Wisma yang masih belum sadar ,membuat Amira bertambah khawatir. Sedangkan Herman, ia mendudukkan fubuhnya dengan kasar. Ia mengacak-ngacak rambutnya. Dia sangat fr
Read more
Membujuk Amira
Kalau boleh tahu, kenapa muka anda bisa sampai berdarah begini?" Dhani terus bertanya, sambil membersihkan luka dimuka Wisma dengan alkohol. Dengan sedikit memberikan obat cair pada lukanya. Bisa sedikit mengurangi rasa linu pada luka bekas pukulan Herman. "Tak perlu banyak tanya dok, obati saja luka saudaraku ini!!. perintah Amira pada Dhani. Lagi-lagi Dhani menjadi sasaran kemarahan pasangan suami istri ini. Dhani akhirnya memeriksa Wisma, dan memberikannya obat. Setelah semuanya selesai, ia lekas keluar dan langsung berpamitan pulang. Suasana rumah sobatnya yang sedang tak bersahabat, membuatnya tak betah lama-lama berada disana. Saat ia menuju kelauar, ditemui pak Parman, Ia meminta maaf dengan sambutan yang diberikan kedua majikannya itu."Terimakasih dok, maaf untuk sambutan yang tak mengenakan dari mereka." ucap Parman, dan membungkukkan badannya."Dhani hanya mengangkat satu jempolnya. Menandakan kalau dia baik-baik saja."Fine...gak apa-apa pak, tenang saja." Balasny
Read more
Belajar Mencintai Herman Kembali
Namun satu sisi, ia merasa berat hati karena Vino. Dia takut akan nasib anaknya dimasa depan. Perasaan berkecamuk menghantui pikirannya. Haruskah ia bertahan?atau pergi meninggalkan? Amira benar-benar bimbang. Setelah meninggalkan Herman tanpa basa-basi. Amira pergi ke kamar Vino, dilihatnya dia sudah tertidur lelap.Tantri masih sibuk membereskan pakaian Vino ke dalam lemari. Amira mendekati Tantri, ia ingin mendapat masukan dari babysister anaknya itu. Yang kini menjadi teman curhatnya. "Mba Tantri belum selesai?" Amira membuka percakapan diantara mereka. Tantri menoleh, dan membalas pertanyaan Amira dengan senyum tipis dibibirnya. "Sedikit lagi nyonya, tinggal memasukkan ke lemari saja, sudah selesai." jawabnya lagi. Amira bingung memulai percakapannya darimana. Dia dibuat salah tingkah. "Mba..aku boleh bertanya satu hal padamu?" Amira mulai memberanikan bertanya. "Iya nyonya, silahkan...ada apa? apa ada masalah lagi?" tanyanya penasaran. Tersirat rag
Read more
Perasaan yang Berbeda
Malam telah tiba. Suasana canggung diantara kedua orang ini, semakin terasa. Dimana Amira yang tak kunjung datang ke kamar mereka. Ia selalu diam dikamar Vino, dengan alasan menemaninya. Perasaan sepi mulai menelisik ke dalam hati Herman. Bagaimanapun juga,ia adalah laki-laki. Sudah lama ia menyimpan hasrat itu. Namun sepertinya takkan bisa tersalurkan malam ini. Akhirnya, ia beranikan diri menuju kamar Vino. Diajaknya Amira untuk tidur bersamanya. Semua kecanggungan ini harus segera diakhiri pikirnya. Ia tak mau terus berlarut dalam keadaan yang membuat mereka tidak nyaman. Herman masuk ke kamar begitu saja. Ia melihat Amira yang tengah asik memainkan ponselnya. Yang langsung disimpannya begitu saja ,saat Herman masuk. Sakit memang untuk Herman. Tapi perasaan sakit itu, harus ia abaikan. Agar hubungan mereka kembali membaik. "Seperti inilah dulu sakitnya hati istriku. Dia yang membaca semua pesanku bersama Adinda dulu. Ternyata rasanya seperih ini." Herman bergumam didal
Read more
Suasana yang Tak Menyenangkan
Mereka tidur satu ranjang, namun hati mereka hidup dalam fikiran masing-masing. Tak ada kehangatan dimalam itu. Suasana yang dingin, semakin dingin karena sikap Amira. Sesekali Herman menoleh, menatap istrinya. Dia ingin istrinya mengerti ,kalau dia sangat merindukannya. Rasanya malu sekali mengutarakan perasaannya, kalau saat ini, dia ingin memeluk tubuh istrinya itu. Sebagai kode, dia bolak balikkan tubuhnya ,matanya berpura ia pejamkan ,namun sebenarnya masih terjaga. Saat mereka saling bertatapan, Herman membuka matanya. Namun apa yang dia lihat? Amira tengah tertidur pulas. Amira sengaja, untuk menghindari Herman menyentuhnya. Saat ini, ia belum siap melakukan hubungan dengan Herman. Ia takut, saat melayani suaminya, maka hanya akan membuatnya kecewa. Karena Amira melakukannya dengan terpaksa. Bukan karena sama-sama saling membutuhkan. "Apa salah aku mengharapkanmu Amira? kenapa kau begitu cepat berubah?" Herman menatap lekat wajah istrinya. Amira masih mende
Read more
Cemburu
Amira masih sibuk dengan pekerjaannya. Ia tak bisa berhenti walau sebentar. Pelanggannya kali ini benar-benar sedang membludak. Sampai-sampai ia tak sempat untuk sarapan.Ia yang tengah sibuk ,mendapat kiriman makanan dari seseorang. Dibukanya kotak itu. Kemudian ia tersenyum. Sudah pasti dia tahu, siapa pengirim makanan itu. Wisma, ya..kekasih barunya itu yang selalu perhatian kepadanya. Walau baru sebentar menjadi kekasihnya, tapi dia mampu menggantikan posisi Herman dihati Amira. Terlihat Amira yang sedang memegang kotak makanan itu. Lalu membukanya, dan mulai melahapnya. Dari kejauhan nampak seseorang memperhatikan tingkah Amira. Ia memicingkan matanya ,melihat istrinya itu mendapat sebuah bingikisan. Hatinya berubah menjadi panas ,sepanas suasana diluar mobil. Ia tak rela istrinya mendapat sesuatu selain dari pemberiannya. Terlihat Amira sangat bahagia, wajahnya berbinar. Wajah yang sudah lama tak ia lihat didalam Amira. Wajah yang sudah lama tak ia dapatkan
Read more
PREV
1
...
56789
...
19
DMCA.com Protection Status