All Chapters of Karma(penyesalan): Chapter 41 - Chapter 50
182 Chapters
Maaf Untuk Dosa Yang Terulang
Benar saja, barusaja Herman kembali dari dapur, istrinya keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat. Sudah berapa kali dia bolak-balik ke wc. Tubuhnya tampak lemas. "Kau kenapa sayang? tanya Herman khawatir. Amira hanya mendudukkan tubuhnya dikursi, kepalanya disandarkannya ke belakang. Keringat dingin bercucuran."Entahlah mas, aku merasa sangat lemas. Jawabnya pelan. "Kau terlalu makan pedas tadi, jadi begini akibatnya."Herman terus mengusap kepala Amira yang duduk lemah. "Amira kenapa?" tanya Adinda yang baru datang dengan membawa minuman ditangannya. Amira membuka matanya perlahan. "Tak apa Ania, aku hanya sedikit lemas, mungkin karena kebanyakan makan pedas tadi" ucapnya sambil memejamkan matanya. "Kalau begitu, istirahatlah dulu, jangan dulu pulang" sergah Adinda. Ia kasihan melihat kondisi Amira, kemudian ia bergegas kembali ke dapur untuk membuat teh pahit hangat. Adinda kembali dengan membawa secangkir teh pahit hangat. Dia duduk disamping Amira. "Minuml
Read more
Kebohongan Herman Lagi
"Kamu sedang apa sayang?" tanya Amira sambil mendekati Herman, dan memeluknya. Herman yang tak ingin Amira curiga membalas pelukan Amira. "Tak apa sayang, ini pesan dari Andi tentang jadwalku besok." Jawabnya berbohong. "Mas, apa benar kau akan mencarikanku seorang pembantu baru?" Amira bertanya sambil mendongakkan wajahnya menatap mata suaminya. "Iya sayang...., kasihan kalau kau selalu sendirian" ucapnya pelan, sambil mengecup pucuk kepala istrinya. "Hmmm....mas, kalau misalkan selama kita menunggu pembantu baru, aku meminta Ania yang menemaniku sementara, apa kau mengjinkannya mas...?" tanya Amira pelan. Dia seakan sangat berhati-hati mengucapkan nama Ania, pasalnya dulu Herman sangat tidak menyukai sikap Ania. Herman kaget setengah mati mendengar usul Amira. Begitu polosnya istrinya itu, dia tak tahu apa yang dia inginkan akan menjadi boomerang baginya. Bagaimana tidak? jika Adinda diam dirumah mereka, maka dengan leluasa Adinda menggoda suaminya, dan
Read more
Bermalam Di rumah Adinda
"Sayang, ini sudah sore...sebaiknya aku bersiap dulu, nanti lepas maghrib, mungkin aku akan pergi dinas Seperti dulu lagi." Tiba-tiba Hati Amira merasa sedih mendengarnya. Herman yang sudah mulai berubah seperti sediakala, akan kembali meninggalkannya seperti dulu. Terlintas dalam fikirannya tentang ketakutannya dulu. Ia takut kalau Herman akan main serong lagi dibelakangnya. Mendengar pepatah, " satu kali selingkuh, maka selamanya akan selingkuh." Begitu kiranya pepatah yang didengar Amira. Namun kali ini, ia berusaha percaya pada suaminya. Amira mendongakkan kepalanya, memandang lekat maga suaminya. "Kau berjanji dulu, untuk tidak tergoda lagi dengan Adinda, dan Adinda lain diluar sana." mohon Amira. Herman hanya gelagapan mendengar permintaan Herman. Seperti anak panah yang kena sasaran. Pas sekali Amira berkata tentang dirinya. "Tidak sayang, aku benar-benar dinas luar kota malam ini, besok juga sudah beres. Jadi aku bisa langsung pulang.." jawabnya ngeles.
Read more
Tragedi Malam Itu
Waktu menunjukkan pukul 12.00 malam. Namun matanya masih tak bisa terpejam. Herman terus menerus mengubah posisi tidurnya, memang tidur diatas sofa membuat tubuh terasa nyeri. Ia terbangun, dilihatnya sekelilingnya, semua lampu utama dimatikan. Hanya lampu yang terang samar-samar mengisi ruangan. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Ia luruskan kakinya kedepan. Diputar-putarnya tubuhnya kesana kemari. "Aaah...rasanya sangat menyiksa sekali." Tenggorokannya terasa kering, ia langkahkan kakinya menuju dapur. Ia nyalakan listrik diruangan itu. Matanya memandang ke arah meja makan. Kagetnya Herman, ketika ia lihat sederet makanan tersaji dimeja makan. Dilihatnya makanan itu dari dekat. "Mungkin ini makanan yang tadi ia masak untukku." ujarnya dalam hatinya. Timbul rasa kasihan dalam hatinya, "ternyata dia sudah berkorban untukku." Ada rasa menyesal dalam hatinya, Tadi ia menolak makan dirumah Adinda, karena ia sudah makan bersama Amira. Dibukanya kulkas milik Adinda.
Read more
Kenyataan Pahit
Mereka bertiga terjaga dalam malamnya. Tak ada satupun yang bisa tidur. Setelah sekitar 3 jam Amira berada diruang operasi, akhirnya Dokter pun menemui mereka. "Bagaimana keadaan Nyonya saya Dokter?" tanya Dina cemas."Bersyukurlah, ibu dan bayinya sehat." ucap dokter lembut.Mereka bertiga saling melempar pandangan. "Bayi? maksud Dokter?" tanya Dina lagi."Ya...untuk menyelamatkan bayinya, terpaksa kita harus lahirkan sebelum waktunya. Tapi semua berjalan lancar, dan sekarang bayinya berada diruang incubator, karena bayi lahir prematur." jawab Dokter menjelaskan.Mereka hanya menganggukan kepalanya tanda setuju."Apa kita bisa menemuinya?""Silahkan, tapi butuh waktu agak lama untuk nyonya Amira sadar kembali. Saat ini dia masih dipengaruhi obat bius." terang Dokter. Mereka bertiga memasuki ruangan Amira. Dilihatnya saat ini majikannya masih terkulai lemas. Selang infus masih tertancap dihidungnya. Wajahnya nampak pucat pasi. *** Adinda terbangun saat sinar hangat
Read more
kelahiran Anak Pertama
"Beliau sedang dalam perjalanan kemari nyonya." ucap Dina. Amira merasa tenang mendengarnya. Tak lama, Herman dan Andi sampai. Dengan tergesa, Herman masuk ke ruangan dimana Amira dirawat. "Sayaang..." peluk Herman kuat. Airmatanya menetes, melihat keadaan istrinya. Amira memeluk balik Herman. Airmatanya tumpah seketika. "Anak kita mas, dia sudah lahir." terang Amira, dengan masih menangis. "Aku sudah tahu sayang, kau tenang ya.." Herman mendaratkan kecupan dikepala istrinya."Apa kau sudah melihatnya?" "Belum sayang, nanti kita lihat sama-sama ya..!" balas Herman lagi."Anak kalian laki-laki tuan, ucap Dina memotong pembicaraan Amira dan Herman. Herman semakin tak sabar ingin segera melihat keadaan anaknya. Apalagi anaknya seorang laki-laki. Anak yang sangat diinginkannya. "Kau cepat pulih sayang, nanti kita lihat anak kita bersama.." ucap Herman dengan airmata yang masih menetes. Ini adalah airmata pertama Herman. Selama ia menikah dengan Amira, belum pernah ia me
Read more
Herman Murka
Herman terus melajukan mobilnya, tanpa mendengarkan permintaan Adinda."Herman, kau membahayakan kita...!!" teriak Adinda yang semakin ketakutan. Tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Ia gemetaran melihat Herman marah."Kau harus kuperlakukan seperti ini ,baru kau takut hah?!!" bentak Herman. Ia menoleh tajam pada Adinda yang saat ini sedang ketakutan."Berhenti....!!, kubilang berhenti Herman...!!" Lagi lagi Adinda berteriak. Teriakan Adinda membuat telinga Herman sakit.Herman meminggirkan mobilnya dijalan yangs sepi. Ia mengerem mobilnya dalam sekali hentakan. Hal itu membuat Adinda tersungkur kearah depan."Kau sangat kasar Herman, kau meyakitiku..." Amira berkata lirih sambil memegangi dahinya, yang terkena bagian depan mobil. Ia mengelus-elusnya sambil merintih. Herman menyeringai sinis. "Kau tadi minta berhenti kan? aku kabulkan permintaanmu sekarang..!" ucapnya tenang.Herman berbalik ke arah Adinda, sekarang mereka sedang berpandangan."Katakan, sebenarnya apa maumu?
Read more
Pesta Kelahiran
Siapapun akan merasakan bahagia yang tak bisa diungkapkan, ketika telah menjadi seorang ibu. Dengan pertama kalinya, ia melihat malaikat kecil yang selama ini ada didalam perutnya. Dari atas kursi roda, Amira terus mengusap kaca Incu. Tangannya sudah tak sabar ingin segera memangku tubuh kecil bayinya itu. Herman yang melihat istrinya itu, mengusap lembut pundak Amira. Seakan mengisayaratkan untuk bersabar."Semoga besok kita sudah bisa pulang ya mas.." "Iya sayang, kalau hari ini anak kita sehat, tak ada masalah, besok kita sudah bisa membawanya pulang. " Herman berucap lembut kepada istrinya. Amira tersenyum bahagia mendengar penuturan suaminya itu.Mungkin sekitar setengah jam mereka berada disana, Melihat tingkah lucu bayinya, memang membuat tak bosan siapapun. Wajah bayi itu sangat mirip dengan Herman. Berkulit putih, berwajah seperti orang timur tengah. Walaupun masih sangat kecil ,namun bisa ditebak ,kalau suatu saat nanti, wajahnya dipastikan sangat tampan."Dia l
Read more
Perginya Adinda
Setelah kejadian itu, Keluarga Herman dan Amira terus dihampiri kebahagiaan. Sejak kelahiran anak pertamanya, suasana rumahnya menjadi hangat. Herman yang biasanya banyak menghabiskan waktunya dengan laptop dan pekerjaannya ,kini ia lebih sering berada dikamar anak kesayangannya itu. Usaha Herman yang semakin maju, perusahaan Herman yang semakin bertambah. Ia semakin melebarkan sayap bisnisnya. Perubahan yang luar biasa untuk keluarga Herman saat ini. Amira yang sudah sehat pasca operasinya, kini dengan lihai mengurus anak pertamanya itu. Dengan ditemani mbk Dina, ia mampu mengerjakan semua tugas rumahnya dengan baik. Tak terasa, waktu sudah berjalan selama 6 bulan. Vino kini sudah bisa diajak bermain. Suara khas bayi yang keluar dari bibir mungilnya, berhasil membuat Herman selalu rindu padanya. Ia segalanya untuk Herman. Ia menjadi pemicu semangat kerja Herman. Apalagi sekarang tak ada pengganggu lagi dalam kehidupannya. Adinda yang dulu selalu membuatnya
Read more
Kerjasama dengan Tuan Pramu
"Maaf menunggu lama tuan." ucapnya, sambil membungkukkan badannya, yang dibalas balik oleh Herman. "Aku sudah dengar sepak terjang anda disemua perusahaan milik anda, dan aku tertarik untuk bekerja sama dengan anda." ucap Pak Pramu lantang. Dari cara bicaranya, dia memang benar tertarik bekerja sama dengan Herman. Begitupun Herman, siapa yang tidak tahu tentang Pak Pramu, tak ada alasan untuknya menolak bekerja sama dengan pak Pramu. Setelah sekitar beberapa jam Herman bertatap muka dengan pak Pramu, akhirnya mereka deal dengan kerjasamanya. Ini adalah jalan untuk Herman mengembangkan lebih pesat bisnisnya ini. Herman kini tengah berada didalam mobilnya. Ia merasakan tubuhnya sangat lelah. Ia ingin segera menemui anaknya satu-satunya. Dipandangnya foto anaknya di ponselnya. Ia tersenyum sendiri menatap foto bayi kecilnya itu."Aah, bahkan hanya berjauhan sebentar saja, ayah sudah sangat merindukanmu." lirihnya. Tak sengaja ,ia membuka galery lama, sebuah galery
Read more
PREV
1
...
34567
...
19
DMCA.com Protection Status