Semua Bab Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel): Bab 111 - Bab 120
156 Bab
Part 111. Antonio
“Dan kau akan terkejut mendapat fakta bahwa salah satunya sekarang ada di sini.” Aku terkejut. Jika asumsiku benar, tentu bukan masalah sepele lagi, melainkan Dad berada dalam bahaya. Orang itu sudah menyebut nama Dad, dan semua juga cocok. Delta-female yang dikatakan sebagai pasangan, aku menduga jika itu ibuku. Lalu Delta-male, itu pasti Paman Sean. Dan anak itu, pasti aku. Bukan maksudku untuk merasa bangga, tetapi semua itu bukan hal yang bagus. Aku takut keberadaan Dad akan diketahui dan kami dalam bahaya. Apalagi posisi yang sedang tidak bagus. Kami berada di ruang tertutup, di mana ada banyak orang yang pasti akan tunduk di bawah kuasa Arthur. “Katakan padaku apa yang kau tahu!” tuntut Arthur. Nada kemarahan sudah terdengar jelas, dan aku tidak tahu kenapa. Dugaanku, pria itu adalah pelayan yang Dad hukum saat aku kembali. Aku heran, bagaimana bisa pelayan itu berada di tempat Arthur? Siapa
Baca selengkapnya
Part 112. Tersudut
“Biarkan aku yang menghadapinya,” ujar Arthur.Posisiku yang tidak terlalu dekat dengan Dad, memiliki keuntungan tersendiri. Aku bisa melihat mereka tanpa mengundang kecurigaan.“Kau ingin menghadapiku untuk sekali lagi, Arthur? Bukankah dulu dengan tubuh sempurna saja kau tidak bisa melukaiku? Kalau kau berani, majulah!” tantang Dad. Wow! Berani sekali beliau menantang werewolf dengan aura yang besar. Sedangkan Dad, auranya tak kurasakan.“Tanganku tak lengkap, bukan berarti aku tidak bisa mengalahkanmu. Kau masih bisa melihatku di sini, kan? Itu berarti aku sudah melewati kematian itu sendiri. Dan kau, bersiap saja untuk mewariskan surat wasiat pada keluargamu.”Jujur saja, suara Arthur begitu menggelegar. Auranya terasa semakin pekat saja. Di sana, ada Dad yang berdiri tenang tanpa terpengaruh apa pun, seolah yang dihadapinya bukan seorang yang berbahaya. Aku curiga jika di balik Arthur, ada seseorang yang mendukungnya. Tak mungkin dia hanya menantang Dad tanpa persiapan. Apalagi
Baca selengkapnya
Part 113. Membodohi Mereka
“Silakan saja kalian melawanku,” tantang Dad. Tubuhnya tetap seperti patung, tidak bergerak sama sekali. Dan aku, menahan tremor. Khawatir dengan apa yang akan terjadi pada Dad. Bagaimanapun juga, tempatnya di bawah kekuasaan Arthur. Ada banyak orang yang akan membantunya. Jika menurut banyaknya pasukan, tentu kami akan kalah. Dua melawan banyak, tak akan adil, kan? Itu kalau aku tertunjuk juga.“Wicth!” teriak Arthur. Tak lama kemudian ada beberapa penyihir datang. Mereka berbaris dengan rapi dan berjalan dengan tenang. Tak lupa dengan jubah kebanggan mereka. Hampir sama untuk ukuran dan bentuk, hanya berbeda warna dengan yang kupakai.“Aku meminta bantuan kalian untuk melenyapkan vampire arogan itu. Kalian bersedia?”Wow! Aku takjub dengan ucapan Arthur. Kukira dia akan memerintah. Tak kusangka jika dia bisa berkata sopan seperti itu. Aku tak tahu, itu hanya ucapan atau pencitraan semata.“Kami bersedia membantumu.” Tanpa ragu, mereka mengucapkannya dengan serentak. Kalau saja di be
Baca selengkapnya
Part 114. Cara Untuk Lolos
“Kau gila, Dad!” pekikku setelah berada di tempat yang jauh dari markas Arthur. Kami yang keluar dengan cepat tak sempat melihat bagaimana reaksi Arthur. Mungkin bisa saja aku tetap tinggal di sana, tetapi hal itu bisa berbahaya. Aku akan kehilangan nyawa jika ketahuan menyamar. “Sebuah kegilaan akan menghasilkan kenangan yang manis, Dav. Kau tak akan pernah mengerti hal itu.” Dad benar. Aku yang hidup dengan baik tak akan mengerti dengan hal semacam ini. Jangankan untuk mencari pengalaman yang bagus, berlatih dengan baik saja kau sulit melakukannya. “Aku tak menyangka kau cukup berani, Dad. Kau bisa saja terbunuh di sarangnya. Kau tahu sendiri, kan, ada banyak bawahan Arthur di sana. Tadi saja dia cukup berani memerintahkan penyihir untuk membuat barrier—atau pelindung, dan belum kawanan vampire itu. Apalagi Dad yang selalu memancing perkara dan membuat kejahatan masa lalu Dad terkuak
Baca selengkapnya
Part 115. Mom
“Kau serius?!” Aku senang kala mendengar ibu akan ke sini. Sudah lama, dan entah berapa lama aku tidak bertemu dengannya. Berada jauh dengannya dan hanya berdua dengan Dad, membuatku tahu bahwa Dad orang yang kaku. Kalau awalnya aku mengira jika Dad semenyebalkan Daphne, ternyata hal itu keliru. Dad lebih menyebalkan.“Dav sayangku.” Tiba-tiba Mom sudah memelukku saja. Entah kapan beliau datang, aku sama sekali tak menyadarinya.“Mom?” ucapku lirih. Meski suhu tubunya dingin, tetapi pelukannya masih hangat seperti pertama kali kurasakan. Ingin sekali kukatakan jika aku merindukannya.“Mom di sini, Sayang. Bagaimana dengan ayahmu? Apa dia melakukan hal yang merugikanmu? Apa dia melakukan sesuatu yang menyulitkanmu? Katakan pada Mom, dan Mom akan melakukan bagian Mom.”Aku tersenyum. Dad yang berada di hadapanku tidka mengeluarkan ekspresi sama sekali. Beliau tetap diam, tenang, dan tidak bergerak. Terkadang, aku mengacungi jempol akan diamnya yang persis patung itu.“Aku dan Dad baik,
Baca selengkapnya
Part 116. Jika Harus Pergi
“Sebenarnya, tidak ada, Mom. Devan hanya mengagumi paras Mom saja,” ucapku secara spontan. Kalau terbata, mungkin aku akan terlihat berbohong. Kalau saja aku tidak menanggapi Devan, mungkin Mom tidak akan menyudukanku. “Kau bercanda?” tuduh Mom. Beliau sampai menyipitkan matanya dan menatapku dengan …. “Ti … tidak, Mom,” kilahku. Yah … aku pasrah kalau harus ketahuan. “Baiklah, Mom percaya padamu.” Lega, tetapi tidak sepenuhnya karena di saat seperti itu, pasti ada hal yang Mom sembunyikan. “Mom datang ke sini bukan hanya karena merindukanmu, Dav. Yah, memang rindu, sih. Tapi ada hal yang lebih penting, yaitu melihat perkembanganmu secara langsung. Aku ingin tahu bagaimana pria kaku itu melatihmu.” Hah? Pria kaku? Aku baru tahu jika Dad mendapat panggilan itu dari Mom.&nb
Baca selengkapnya
Part 117. Terpancing
Aku akan pergi, itu adalah keputusan. Akan tetapi, tentu itu hanya sebuah gertakan untuk Mom. Sebuah pertanda untuk memberitahunya bahwa aku sungguh-sungguh dengan ucapanku. Atau palin tidak, agar Mom tidak memandangku sebagai anak kecil dan mau memberitahuku segalanya. “Jangan! Jangan pergi atau Mom akan kembali hancur seperti dulu.” Mom menarik tanganku kala kakiku melangkah. Namun, ketika baru satu langkah, dan Mom sudah mencekal tanganku. Aku yang ingin tersenyum, harus menahannya mati-matian. Tidak boleh menunjukkan senyum atau aku ketahuan. “Lalu, apa Mom pikir aku juga tidak hancur? Bertahun-tahun aku tidak tahu apa pun. Berpikir bahwa aku hanya werewolf yang cacat. Aku yang tidak pernah memiliki kepercayaan diri yang bagus, dan tidak tumbuh bersama kedua orang tuaku. Mom pikir itu hal bagus? Bahkan setelah kita bertemu, Mom masih ingin menyembunyikan semuanya dariku. “
Baca selengkapnya
Part 118. Sikap Aneh
“Ayahmu melakukannya!!!” pekik Mom. Aku mengangguk. Tak butuh waktu lama baginya, kehadirannya sudah hilang dari hadapanku. Huh … dasar wanita! Kalau saja bukan ibuku, sudah kutinggalkan dia. Untung saja yang bertingkah seperti itu bukan pasanganku.Apa Mom pergi karena aku mengatakan jika Dad-lah yang mengajakku, ya? Selama ini aku tahu jika Dad bukan orang yang bisa mengeluarkan ekspresinya dengan baik. Tak hanya itu, beliau juga sepertinya payah menghadapi Mom. Buktinya, setelah ada aku dan Daphne yang berusia belasan tahun ini, Dad masih tidak bisa mendekati Mom. Payah! Ingin sekali rasanya aku mengikat mereka berdua dan mengurungnya di ruang tertutup.“Lalu, bagaimana kalian bisa pergi? Aku yakin jika Arthur tak akan semudah itu melepaskan kalian!”Gawat! Aku merasa Mom mulai tersulut emosi, ya. Kalau begini, aku bimbang. Aku harus mengatakan yang sebenarnya, atau tidak? Ah, lebih baik aku ….“Dad menghisap darahku, Mom,” ucapku sambil menunduk. Aku tak tahu harus mengatakan apa
Baca selengkapnya
Part 119. Mana Ada?
Semua terjadi begitu cepat. Setelah Mom mendatangiku dan berkata hal yang tidak bisa dimengerti, Dad berlaku semakin keras. Latihan semakin banyak, dan waktu istirahatku semakin sedikit. Aku tidka tahu, apakah Mom akan marah jika melihatnya, atau tidak. Semoga saja Dad tidak terkena amukan Mom lagi. Kalau terkena, aku ingin sekali tahu bagaimana reaksi Dad.Akan tetapi, ada hal yang tak bisa kumengerti. Di malam hari, aku terkadang melihat Dad termenung dengan memegang sebuah buku lusuh. Dari kejauhan, bisa kulihat jika buku itu telah memiliki kertas yang menguning. Sepertinya, buku itu berasal dari waktu yang sangat lama.Dad akan memegangnya, terlihat memandang kosong seolah merenung, dan menangis setelahnya tidak secara tersedu-sedu, tetapi cukup membuatku merasa kasihan. Hanya saja, aku harus bisa menahan emosi dan tidak mengeluarkan suara apa pun, baik itu ucapan dalam hati sekalipun.Ingat! Dad memiliki kemampuan untuk membaca pikiran. Dan aku tak mau Dad melakukan hal itu lagi
Baca selengkapnya
Part 120. Tentang Davian
“Dad, Mom sudah ada di sisimu lebih lama dari yang kau tahu,” ucapku. Tidak mungkin mereka berpisah, sedangkan selama ini aku masih menghidu aroma feromon yang bercampur. Selain itu, Mom juga tidak pernah mengatakan jika mereka telah berpisah. Beliau bersikap layaknya biasa saja. Untuk semua hal yang terjadi di antara mereka berdua aku tidak pernah mengerti. Hubungan keduanya begitu rumit dengan masalah yang tak bisa dirinci. Jika kulihat, Mom bersikap biasa dan tidak terkesan bahwa tidak ada hubungan di antara mereka. Namun, dari sisi Dad tentu tidak sesederhana itu. Dad merasa Mom bukan miliknya. “Sudah kukatakan padamu, Dav. Aku memang memiliki raganya, tetapi tidak dengan hatinya. Werewolf begitu setia dengan pasangan yang sudah ditentukan untuk mereka. Tak hanya itu, cinta mereka tetap pada kekasihnya meski telah tiada. Seperti  yang terjadi pada ibumu. Dia memang memiliki pasangan lain, yaitu aku. Tetapi tidak de
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
16
DMCA.com Protection Status