All Chapters of Delta yang Terpilih (She-wolf Sequel): Chapter 71 - Chapter 80
156 Chapters
Part 70. Masalah Daphne
Kupandangi wajah frustrasi milik Daphne, yang terlihat mengenaskan di mataku. Dia menyedihkan, tetapi aku tidak bisa menghujatnya. Sudah cukup dai terpuruk dan aku tidak boleh menambahinya. Bagaimanapun juga, aku mengerti rasanya. Dia butuh ditemani, dibesarkan hatinya, dan dihibur. Cukup dia yang melakukan hal buruk padaku. Aku, jangan sampai. Daphne mungkin buruk sejak pertemuan pertama kami, tetapi bukan berarti aku harus membalasnya, kan? Yah ... meski aku pernah memiliki keinginan itu. “Kalau saja melihat petunjuk di ponsel pintarku, tentu hal ini tidak akan terjadi, ya? Kita bisa menyewa penginapan yang lebih jauh. Jika begini, rasanya sia-sia aku memberikan darahku untukmu. Sia-sia saja jika akhirnya kita berada di dekat mereka.” Daphne masih saja mengeluh tentang ini. Aku tidak tahu harus menghiburnya dengan apa. Selama ini, aku tidak memiliki kemampuan untuk berdekatan dengan wanita. “Kau jangan diam saja, Dav! Ayo bantu aku!?” Aku mendesah lelah. Aku bertanya, salah. Mela
Read more
Part 71. Daphne Tenang
“Daph, kita bisa melakukan semua hal yang kau katakan. Tapi untuk saat ini, sebaiknya kita tidur terlebih dahulu,” ucapku. Rasa penasaran yang sudah hilang membuat kantukku datang. Apalagi, aku seperti mendapat suntikan semangat, lalu diambil kembali secara paksa begitu saja. Kalau saja dia tahu kelelahanku, dia pasti menghinaku lagi. “Tapi, Dav. Aku masih belum bisa tenang. Kita berada tak jauh dari mereka. Apa sebaiknya kita pergi dan mencari tempat yang baru untuk bersembunyi? Kau tahu, aku banyak mengetahui penginapan di sekitar sini.” Ingin rasanya aku berteriak padanya. Mengumpat dan menghina betapa dia tidak berguna. Namun, tentu itu hanya bisa kutahan dalam hari. Dia tak pantas mendapatkan di situasi seperti sekarang. Daphne mungkin memiliki kekurangan karena sifatnya yang sedikit pelupa. Aku sendiri masih ragu atas apa yang dikatakannya, setelah kami merasa berlari cukup jauh padahal tida
Read more
Part 72. di Pelukan Mom
Aku terdiam dan tak ingin menjawab. Sisa ayam yang tidak kuhabiskan, teronggok begitu saja di meja. Juga dengan minuman yang tadi. Aku takut, jika yang datang itu adalah mereka yang lagi-lagi mencari keonaran. Untuk kali ini, aku tak ingin tinggal diam. Daphne mungkin bisa membakar habis tempat tinggal Mom, lalu meninggalkannya dan menghapus jejak kami. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan di sini. Ini adalah penginapan milik orang lain, yang pasti juga akan memiliki banyak orang di dalamnya. Akan ada banyak korban jiwa yang jatuh. “Daph, aku tahu kau di dalam! Kalau kau tidur, kupastikan telingamu akan putus!” Wanita di luar sana terus mengatakan ancaman pada Daphne. Sebenarnya siapa dia? Suaranya begitu asing, tetapi nadanya terdengar begitu mengenal Daphne. Aku ingin membangunkan adikku itu, tetapi tidak tahu apakah hal itu akan mengganggunya atau tidak. “Dav, bukakan pintu untuk
Read more
Part 73. Ucapan
“Hey! Kau tak melupakanku, Dav?” Sayup kudengar suara pria. Aku mengenalinya, tetapi lupa siapa pemiliknya. Ah, lagi-lagi aku terdampar di tempat antah berantah yang tak kuketahui letaknya di mana. “Kita memiliki nama yang sama, ingat?” Aku mencoba mencari sumber suara, dan menoleh ke kiri. Sudah kuduga, ternyata paman yang bernama sama ini memanggilku lagi. Ah, rasa-rasanya orang ini suka sekali memanggilku akhir-akhir ini. “Tentu saja aku masih sangat ingat dengamu, Paman! Kau pikir ingatanku sependek itu, bahkan hanya untuk sekadar mengingatmu?” Aku bertanya dengan nada ketus. Baru saja aku tenang tidur di pelukan Mom, kini orang ini sudah mulai menghantuiku lagi. Kukatakan menghantui, karena orang ini datang seperti hantu saja. Lagi pula, bukankah beliau juga sudah meninggal? Dasar! Sudah meninggal masih menyusahkan yang hidup saja.
Read more
Part 74. Kilas Masa Lalu 1
“Kau mengatakannya dengan gampang seolah sudah dewasa, Dav!” ujarnya. Paman Davian langsung membungkuk dan menatapku dari dekat, lalu melanjutkan, “Kau masih terlalu kecil untuk membahasnya, Nak!” “Aku sudah dewasa, Paman! Jangan panggil aku seperti itu! itu merusak harga diriku!” “Kau memang masih kecil, Dav! Tanya saja pada ibumu.” Dia terbahak, dan aku tak tahu harus berkata apa. Jika sudah menyangkut ibuku, tak banyak yang bisa dilakukan. Seperti ucapan beliau sebelum aku tertidur. Bukankah beliau mengatakan aku selalu menjadi putra kecilnya? Ah ... ucapan ini seperti kutukan untukku. “Kau tak akan bisa melawan takdir, Dav! Lunar sudah mengorbankan banyak hal untuk hidupmu. Karena itu, kau jangan mengecewakannya sedikitpun. Kau tahu kau orang yang bertanggung jawab, tetapi tidak ada salahnya meletakkan semua hal di atas keluarga. Dahulukan keluargamu.” “Tapi, Paman, kau tahu jika aku sudah jauh dari ibuku sejak masi bayi.” “Dia melakukannya untukmu, Dav. Biar kutunjukkan!” S
Read more
Part 75. Ayah
“Mom tidak akan melakukan hal kejam seperti itu, Paman! Jadi, jangan menghasutku dengan sesuatu yang tidak masuk akal seperti itu.” Sebisa mungkin aku menyanggah pernyataan paman ini. Di akalku, mana mungkin ada seorang ibu yang tega memberi anaknya kutukan? Lagi pula, dari yang kulihat, Mom sangat menyayangiku. Terbukti dari perlakuannya saat ada bencana yang dihadapi. “Tapi itulah kenyataannya, Dav! Pendar itu adlah kutukan untukmu. Kau boleh tidak memercayaiku, tetapi memang begitulah adanya. Kau tidak bisa mengelah dari kenyataan yang ada.” Paman Davian masih tetap bersikeras bahwa aku dikutuk. Entahlah ... aku seakan tidak memercayai dengan semua ini. Kutukan adalah hal jahat yang bisa merusak kehidupan. Pun dengan jalan yang dilalui oleh yang dikutuk. Tak ada hal baik yang bisa dibanggakan daripadanya. Jadi, jika memang aku telah dikutuk sejak awal, kenapa aku harus menerimanya? Apa aku sangat pantas menerima ku
Read more
Part 76. Tak Bisa Pulang
“Vampire memang memiliki air mata berwarna seperti itu, Dav. Kalau ayahmu yang mngeluarkannya, itu terlihat tidak cocok untuknya yang gelap, ya?” ujar Paman Davian. Beliau mengambil tempat di sampingku dan duduk. Dengan kaki diselonjorkan dan dua tangan menyangga tubuh, beliau dan aku mungkin terlihat seperti teman sebaya. “Jika rasa sakit dan takut sudah mendominasi, tidak cocok bukan suatu hal yang patut ditertawakan, Paman.” Seketika aku berubah menjadi melankolis saat melihat adegan itu. Di sana memperlihatkan bagaimana ayah memelik dan melindungi ibu, lalu ada batu yang menimpa keduanya. Aku tak tahu. Ingin menjerit, tetapi tak bisa. “Kau harus ingat jika ibu dan adikmu masih selamat.” Yah ... apa yang dikatakan Paman Davian memang benar adanya. Dari kilas kejadian itu bisa terlihat keadaan yang buruk, tetapi di kenyataan ibu masih menyapaku. Pun begitu dengan Daphne. Dia telah tumbuh menjadi gadis lincah yang tak kurang satu hal pun. Di antara mereka, mungkin aku adalah yang
Read more
Part 77. Tetap di Sini
“Tenang saja, Dav. Aku tak akan setega itu untuk tidak memulangkanmu pada Lunar.”Bolehkah aku bernapas lega untuk saat ini? Setidaknya dari ucapan itu aku bisa menyimpulkan bahwa aku akan dipulangkan. Ah ... sial! Serigala tua ini terlalu menyusahkan. Selain menyebalkan, tingkahnya juga seperti omega yang akan mengalami heat. Perilaku mereka berubah-ubah.Eh, aku lupa! Hanya omega wanita saja yang mengalami heat. Heat adalah kondisi di mana keadaan mereka membutuhkan sesuatu. Aroma mereka terasa lebih manis, apalagi untuk yang belum mendapatkan pasangan. Jika sudah mendapatkan pasangan, aroma pasangannya akan mendominasi. Dan tentunya, hal itu akan menghalangi werewolf lain untuk mendekat.Setidaknya seperti itu yang dikatakan paman dulu, kala aku menghirup aroma memabukkan.Aku tahu Paman Davian seorang omega. Akan tetapi, beliau pria, dan omega pria tak mengalami heat seperti omega wanita. Namun, di sini sikapnya persis sekali dengan mereka. Kata paman, kondisi ini mirip seperti pr
Read more
Part 78. Terkejut
“Hahahaha!” Aku melongo. Paman tua ini tertawa terbahak dan langsung muncul saja di hadapanku seperti tanpa punya salah. Padahal, salahnya sudah teramat menggunung. “Aku tak akan mengajakmu tinggal di sini, Dav. Belum saatnya kau menghuni tempat ini. Untuk sekarang, tempatmu adalah bersama keluargamu. Kau masih pantas bersama mereka. Pulanglah! Aku hanya bercanda saja tadi,” lanjutnya. Ah, lagi-lagi aku kena sial. Aku ditipu mentah-mentah oleh pria tua ini. Tak tahukah dia kalau aku sudah ketakutan setengah mati karenanya? Aku tadi bahkan sampai berpikir bahwa akhir hidupku di dunia ini. Lucu! Aku bahkan sampai berpikir ke sana, yang nyata-nyata tidak akan pernah terjadi. Seharusnya sejak awal aku tidak mudah percaya padanya, pria dengan omongan manis seperti wanita. “Sekarang pulanlah! Aku tidak akan menahanmu di sini.” Setelah aku mendengarnya, indera penglihatan
Read more
Part 79. Tiga Darah
Aku terjatuh dengan kepala yang terlebih dulu menghantam lantai. Terkejut, tentu! Siapa yang tidak terkejut saat melihat orang yang tidur, lalu tiba-tiba membuka mata dengan spontan seperti itu? jujur saja, jantungku sampai berdebar terlalu kencang saat Mom memelototiku. “Kau baik-baik saja?” tanya Mom. Beliau hanya melihatku yang terjatuh tanpa berniat membantu. Juga, pandangannya berubah menjadi polos. Ke mana tadi pandangannya yang menusuk dan memelototiku itu? Aku mencoba duduk dengan sisa kesadaran dan tenaga yang tak sepenuhnya pulih. Sambil tangan kanan mengusap kepala yang terasa sakit, tentunya. Astaga! Sepertinya Mom ini tipe orang yang suka mengejutkan orang lain, ya. “Aku ... baik-baik saja.” Setelah dirasa tubuhku mulai membaik, aku bangkit dan kembali ke ranjang. Kali ini hanya duduk di tepiannya, tidak berniat tidur lagi meski tubuh masih terasa lemas. Untuk kal
Read more
PREV
1
...
678910
...
16
DMCA.com Protection Status