All Chapters of Pembalasan Mantan Istri CEO: Chapter 171 - Chapter 180
189 Chapters
Bab 171
Bab 171 “Apakah kamu mencintai Shaka?” tanya penyidik itu sekali lagi. “Iya Pak. Kalau tak cinta, ngapain saya siap sedia bekerja untuknya 24 jam. Saya rela ditelpon berjam-jam maupun datang pada waktu tengah malam, hanya untuk mendengarkan dia bercerita tentang Kumi.” Rio mendengus kesal. “Walaupun hati saya dongkol, saya tetap temani dia, supaya dia nyaman dan bahagia,” jawab Rio dengan nada cemburu. “Saya suka melihatnya tersenyum.” “Bukankah Shaka memiliki istri? Tapi kenapa kamu tidak cemburu pada istrinya. Kamu malah kelihatan sekali membenci Kumi.” Rio terlihat mengatur napas. Dia agak ragu menjawab. “Nada - istri Shaka seorang l*sb**n. Shaka tidak pernah mencintainya dan sudah menceraikan Nada di saat malam pertama. Dia berencana menikahi Kumi sekalipun Nenek tidak merestui.” Kilatan amarah terpercik di mata Rio. Penyidik itu mengetukkan jemarinya di atas meja. Suaranya tuk, tuk, tuk mengalihkan ketegangan Rio. “Jadi, kamu tak suka dengan rencana Shaka dan ingin melenya
Read more
Bab 172
Bab 172 Shaka memandang mata Kumi lekat. Kemudian tangan kanannya menyibak anak rambutnya yang berantakan. Gerakan Shaka sangat lembut hingga membuat perempuan itu kesulitan bernapas. Ia selalu suka perlakuan Shaka yang sederhana, tidak berlebihan dan tampak sangat memujanya. "Selepas aku bercerai, aku ingin menikahimu secepatnya." Shaka menarik napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. "Kondisi Nenek buruk. Dia stroke dan tidak akan bisa complain jika mengetahui kita telah menikah. Aku sangat mencintaimu, Kumi. Aku berjanji mau melindungimu dan Yashi selamanya." Kumi gelisah, ia menggeser dan mengubah posisi duduknya berulang kali. Pernyataan Shaka melambungkan gairah sekigus membuatnya sangat ketakutan. Aneh! Bukankah itu yang selama ini ia inginkan. Shaka berjuang untuknya? Tapi kenapa hatinya menjadi ragu? Wanita itu mencintai Shaka, tapi ia tak mau bila hubungan mereka berjalan tanpa restu Nenek. Perempuan lain mungkin sebagian tak peduli. Mereka berusaha keras mengej
Read more
Bab 173
Bab 173 “Tolong Nduk! Kamu iyain saja, supaya jeng Rini tenang,” Ibu membujuk Kumi. Kumi melihat Ayah datang. Dia mengambil ancang-ancang untuk menyergap Rini dari belakang. “Istighfar Mba, kasihan Arka. Lihat anakmu itu. Dia butuh Mba,” kata Ayah mencoba mendekati Rini. Desakan Shaka, desakan Ibu memenuhi otak Kumi. Dirinya merasa tertekan dengan tekanan – tekanan yang datang beruntun seperti sebuah ombak di lautan. Ia menjadi membenci keadaan. “F*ck!” rutuknya sambil meremas-remas kepalanya yang mendadak pusing. “Tolong bantu Jeng Rini Nduk, kasihan dia dan Nak Arka.” Sekali lagi Ibu berusaha membujuk anak perempuannya. “Arrghhhh!!! Tidak! Kenapa kalian memaksaku untuk menikahi Arka! Biarkan saja Tante Rini bunuh diri. Kumi tidak peduli!” Ia histeris di telepon. Rini mendengarnya. Rini makin agresif. “Tante minta kamu menikahi Arka, Kumi. Dia butuh kamu. Hanya kamu wanita yang baik untuk Arka. Kalian juga sudah punya anak!” “Tidak! Saya tidak mau. Tante bunuh diri saja sana!
Read more
Bab 174
Bab 174Matahari sudah lama condong ke barat. Di terminal keberangkatan bandara Soekarno – Hatta, Kumi duduk mengamati lalu lalang penumpang yang hendak berangkat.Mata perempuan itu tertuju pada perempuan gendut yang sedang menggendong bayi dan menyeret kopor. Sekilas wajahnya mirip Tante Yuni,Kumi mengamati perempuan itu yang mulutnya sibuk memanggil 2 anak lelaki kembarnya Bima dan Bumi yang aktif. Umur mereka kira-kira 5 tahun. Kelihatan sekali wanita itu kewalahan menangani anaknya.“Bima, Bumi, jangan berlarian. Nanti kita ketinggalan pesawat!”Ke dua anak itu berlarian ke sana ke mari, mereka sama sekali tidak patuh dengan perkataan sang ibu. Kumi mengelus dada melihatnya. Ada rasa kasihan menyelinap di hati Kumi.Ia teringat pada anaknya, Yashi yang tenang saat perjalanan. Anaknya tidak pernah merepotkannya meski perjalanan yang mereka tempuh sama sekali tidak nyaman. Hhhh… ibu macam apakah dia? Kumi pergi tanpa pamit pada anak dan kedua orang tuanya.Sebuah pertanyaan bergul
Read more
Bab 175
Bab 175“A-apa maksud Anda?” Bibir Kumi bergetar saat mengucapkannya. Dia tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh lelaki yang ikut memeriksa Dara.“Teman Anda meninggal Mba. Profesi saya dokter. Saya menduga beliau terkena serangan jantung waktu turbulansi hebat tadi. Sekaranfg aya akan melaporkannya kepada awak kabin pesawat.” Lelaki itu berjalan ke tempat awak kabin berada.“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.” Suara Kumi tercekat di kerongkongannya. Ia teringat dengan permintaan Dara padanya sebelum pesawat lepas landas. “Mba, siapa tahu ini perjalanan saya yang terakhir.” Mata Kumi dipenuhi oleh air mata.Rasa menyesal merangkul Kumi. Andaikan ia tahu Dara akan meninggal, dia akan memberikan tempat duduknya tadi. Tetapi semuanya telah terlambat, wanita itu telah meninggal dunia tanpa bisa melihat keindahan awan dari balik jendela pesawat.Kumi kemudian menoleh pada 3 anak Dara yang masih balita. Bayi perempuannya menangis mencari puting susu Dara. Bayi itu kehausan dan tak tah
Read more
Bab 176
Bab 176 “Apakah tidak ada telpon dari pihak keluarganya yang menanyakan kabar Dara dan anak-anaknya?” tanya Kumi. Rasanya aneh, bila suami maupun keluarganya tidak menghubungi seorang istri yang bepergian membawa 3 anaknya sendirian. “Belum ada Kak. Kami sudah merilis kematian Ibu Dara melalui sosial media kami dan berharap pihak keluarganya menghubungi kami segera.” Pikiran jelek muncul di benak Kumi. Bagaimana bisa telpon suami berganti sang istri tidak mengetahuinya? Mungkinkah suami Dara selingkuh dan sengaja mengecoh istrinya supaya berangkat ke Bali terlebih dahulu supaya dia bisa bersenang-senang dengan kekasihnya? Namun, Kumi tidak mau memanjangkan pikirannya dengan menambahkan asumsi-asumsi yang justru membuat pikirannya kian keruh. Ia putus pikiran negatifnya itu dan kembali fokus pada anak-anak Dara. “Iya, saya kira itu langkah bagus. Saya tunggu saja berita selanjutnya. Kasihan juga melihat anak-anak itu,” ucap Kumi sendu. Arum mengiyakan. “Maaf Kak, saya harus pergi
Read more
Bab 177
Bab 177Lelaki itu berlalu dari hadapan Kumi dengan langkah sombong dan ia ingin meninju muka songongnya.Kumi kembali masuk ke dalam kamarnya. Bima dan Bumi masih menangis, mereka bergulingan di lantai. Kemudian untuk ketiga kalinya si adek muntah-muntah lagi. Kumi panik! Ia takut si bungsu dehidrasi. “Kakak, Tante tahu kalian lelah dan sedih. Tapi tolong berhentilah menangis.” ratapnya memohon. Kumi tidak bisa berpikir dengan jernih menghadapi situasi chaos di depannya. “Di mana dokternya, kenapa lama sekali?” tanya Kumi ke resepsionis melalui telepon sambil membersihkan muntahan dengan tissue.“Dokter apa Bu?” tanya resepsionis yang bertugas shift malam dengan nada bingung.“Sejam lalu saya menelpon resepsionis perempuan dan bilang kalau saya butuh dokter. Anaknya Ibu Dara sedang demam tinggi, dan sampai sekarang dokternya belum datang!” Kumi mulai emosi.“Sebentar Bu, saya cek dulu ke teman saya. Saya akan menghubungi Ibu kembali.”“Tidak usah! Tolong pesankan taksi sekarang, s
Read more
Bab 178
Bab 178 Kumi kaget dengan ucapan Ibu. Belum sempat ia menjawab, Ibu telah menutup saluran telponnya dengan kasar. Baru kali ini ibunya marah besar pada Kumi. Selama ini Ibu selalu bersikap baik dan cenderung membelanya. Namun, kali ini beda. Dengan gagap Kumi berupaya menelpon ibunya berkali-kali. Akan tetapi Ibu langsung mematikan ponselnya. Kumi tidak menyerah. Dia menelpon nomor ayahnya. “Ayah, Kumi mau berbicara dengan Ibu,” pinta Kumi. “Sebentar, Nduk.” Ayah bergerak ke kamar menemui istrinya. “Ibu, anak kesayanganmu telpon, bicaralah sebentar padanya. Jangan marah begitu,” kata Ayah membujuk Ibu. Kumi gembira. Sayangnya kegembiraan itu lenyap berganti dengan kekecewaan yang menelan dadanya. “Gak mau! Kamu bilang saja pada Kumi gak usah balik-balik lagi ke rumah. Ibu sudah jengkel sekali dengan dia. Anak kok suka sekali minggat tiap ada masalah.” “Hush! Istighfar Bu, ngomong jangan ngawur. Kamu juga ikut andil. Coba kalau kamu gak memintanya menikah dengan Arka. Ayah ya
Read more
Bab 179
Bab 179Kumi menengok ke kiri dan ke kanan, tidak ada siapa-siapa di kamar itu selain dirinya dan 3 anak Dara.Mungkinkah tamu di sebelah kamarnya? Ah tidak mungkin! Suara perempuan itu terdengar jelas seperti berada di dekatnya.Atau jangan-jangan suara itu milik Dara? Dia sedang mengunjungi anaknya!Hiii!! Bulu kuduk Kumi merinding. Kemudian dia melihat ke adek bayi. Bayi itu sedang menggeliat dan mulai merengek meminta susu. Tapi ia diam setelah mendengar suara perempuan menyanyikan lagu Nina Bobo untuknya.Suara perempuan lain tak berwujud yang ada di kamar bersama mereka. Bayi itu tersenyum, kakinya menggelinjang senang, sedangkan tangannya seolah – olah sedang menyentuh wajah seseorang.Badan Kumi kaku melihatnya. Hatinya terenyuh mendengarkan nyanyian Nina Bobo itu. Air menggenang di matanya dan merembes deras ke luar. Ia merasakan kerinduan dan sakit seorang Ibu bersamaan. “Dara, kamukah itu?”Mobil-mobilan milik Bumi yang ada di atas meja tiba-tiba jatuh dengan sendirinya. Bu
Read more
Bab 180
Bab 180Mereka tiba di hotel 30 menit lebih lambat. Arum sudah menunggunya di resepsionis. Ketegangan kentara sekali di mukanya.“Sorry tadi kami terjebak macet.” Kumi langsung meminta maaf.Arum langsung membawa Kumi menjauh dari area resepsionis. “Aku langsung ikut ke sini karena khawatir dengan Kakak. Suami Ibu Dara galak sekali. Dia mulai tadi marah-marah. Jefry sedang bersamanya di restoran.”Kening Kumi saling bertautan. “Ibunya Mba Dara di mana?”“Pesawatnya baru landing, sebentar lagi pasti menyusul ke hotel.”“Oke, mari kita temui suami Ibu Dara,” kata Kumi tenang menemui suami Dara dengan rasa ingin tahu tinggi.Kurang dari 10 langkah, Arum telah memberi tahunya sosok suami Dara. “Itu suami Ibu Dara Kak.” Langkah Kumi terhenti. Ia kaku melihat lelaki yang duduk bersama Jefry. Kumi membalikkan badannya.“Apa itu benar suaminya Dara?” Kumi terlihat ragu.“Benar Kak. Kami mendapatkan informasi dari salah satu netizen yang membaca postingan kami di media sosial. Netizen tersebu
Read more
PREV
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status