Semua Bab Pembalasan Mantan Istri CEO: Bab 11 - Bab 20
189 Bab
BAB 11
Bab 11 “Kalau kamu tahu siapa saya, antarkan Kumi sekarang! Jika tidak aku akan memporak-porandakan hidup Kumi!” Teguh langsung menutup telponnya. Ancaman Teguh tidak membuat Sutomo gentar. Dia mencari istri dan anaknya di kamar. “Keluarga Mas Teguh mengancam kita, Bu. Dia mau membuat hidup Kumi sengsara. Tapi Ayah sudah bulat mau mengurus perceraian Kumi secepatnya,” kata Sutomo kalem, meski hatinya takut. Putri tersenyum. “Nah, gitu dong Yah. Ibu sangat bangga sekali dengan tindakan Ayah,” pujinya haru. “Soal ancaman, Ibu gak takut, kita sudah punya bukti kuat. Seandainya kita beberkan ke public apa ya mereka gak tambah malu.” “Khandra juga telah mengumpulkan beberapa foto Mas Arka bersama pacarnya,” kata Khandra tiba-tiba. Dia memberikan beberapa lembar foto pada Kumi. Kumi mengambil dan memperhatikannya. “Eh, bukankan ini tempat hotel saat kami honeymoon dulu.” Dia tersenyum kecut. “Kenapa dia Nduk? Apa
Baca selengkapnya
Bab 12
“Bukan Ayah mau mengusirmu dari rumah ini. Hanya saja, Ayah mau jujur dengan kondisi keuangan Ayah. Hingga Ayah mau pensiun, hutang Ayah di Bank masih ada. Sekarang dengan kamu pulang ke rumah dalam kondisi hamil, beban Ayah semakin berat.” Mendengar penuturan Ayah, tangis Kumi jatuh. Ia tahu kondisi keluarganya. Ibu merangkul Kumi. “Kamu di sini saja Nduk, di rumah ini. Kamu perlu dukungan kami, gak bisa menyelesaikan masalah ini sendiri.” Ibu menatap lurus-lurus wajah suaminya. dia tahu apa yang lelaki itu pikirkan. “Apa Ayah tega menelantarkan Kumi sendirian di kos. Dia sedang kesusahan dan hamil! Ibu tidak akan pernah mengijinkan Kumi keluar dari rumah ini!” “Ayah tidak usah takut kita kekurangan. Siapa tahu kehamilan Kumi membawa keberkahan bagi keluarga kita!” “Iya, Khandra setuju dengan Ibu. Khandra akan bantu Kakak. Biarkan Kakak tinggal bersama kita.” “Tapi Bu… bagaimana dengan gossip nanti?” Ayah masih keukeuh dengan pendiriannya. “Ngapain kita takut sama
Baca selengkapnya
Bab 13
“Pasti dengan wanita ini bukan?” Ibu datang dan melemparkan foto-foto Arka dan Rhea di atas meja saking jengkelnya. “Kami memang miskin, tapi kami masih punya attitude yang baik. Berani sekali Mba Rini mencaci maki dan menampar anak saya di rumah saya sendiri. Ck…ck… ck… saya makin gak respek dengan keluarga kalian!” Ingin sekali dia menjambak sanggul yang dipakai Rini. Sutomo ikut geram. “Mba Rini, biar nanti kita selesaikan masalah ini di pengadilan agama. Mba Rini pulang saja sekarang.” Shaka menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap mamanya Arka. Dia lalu menelpon Arka menggunakan video call. “Halo Arka, meeting besok saya batalkan. Saya masih ada urusan. Oh ya, apa kamu kenal dengan wanita cantik ini?” Shaka lalu menyorot ponselnya ke arah Rini. “Dia mama saya Pak,” tampak keterkejutan dalam mata Arka melihat mamanya bersama Shaka. Dia hendak bertanya tapi Shaka sudah menutup saluran telponnya. “Apakah Ibu sudah jela
Baca selengkapnya
Bab 14
Sesuai janjinya keesokan paginya Kumi pergi berbelanja di warung, Di warung Mba Narti, Kumi melihat ada Tante Yuni, Tante Ratih, dan beberapa-ibu-ibu yang tidak ia kenal. Kumi menyapa mereka. “Pagi Tante.” Kemudian ia mengambil ayam, tempe, sayur sop, dan kacang panjang. “Walah, Jeng. Saya denger-denger di sini ada yang baru jadi janda ya? Pantes saja mau keluar rumah, wong sudah siap-siap tebar pesona dan cari mangsa. Hati-hati lho Jeng, ntar suami kalian diambil. Hih… ngeri,” kata Yuni dengan sarkas. Matanya yang bulat besar melirik Kumi tak suka. Kumi tak menanggapi omongan Tante Yuni, dia membolak-balik sayuran dan melambatkan gerakannya memilih belanjaannya, lalu telinganya mendengar Tante Yuni membicarakan dia lagi. “Lihat itu ibu-ibu dia gak bereaksi, telinganya sudah budek kali ya. Jadi tambah ngeri gak sih dengan perempuan kayak gitu, kelihatan alim dan manis, tapi kelakuan kayak setan. Saya yakin dia sedang mencari laki-laki supaya bis
Baca selengkapnya
Bab 15
Bab 15 edit “Cepat katakan siapa yang membayar kamar Kakak!!” Suara Kumi naik beberapa oktaf. Khandra tak berani membalas tatapan Kumi. Lambat laun Kakaknya pasti tahu, lalu ia berkata pelan.“Ini atas permintaan Mas Shaka, Kak. Mas Shaka yang membayari semuanya, mulai dari biaya operasi sampai kamar, katanya supaya Kak Kumi dan adik bayi nyaman.” “Apa katamu? Shaka?” Kepala Kumi meneleng ke kanan. “Bagaimana Shaka tahu Kakak melahirkan. Apakah kamu yang memberitahunya?” desak Kumi masygul. Khandra mengangguk. “Tepatnya dia yang menelponku, lalu aku memberitahu kondisi Kakak.” Kumi memejamkan mata. “Kenapa Ibu dan Ayah tidak menolaknya?” katanya gusar. Kesal sekali dirinya mengetahui keluarganya memutuskan sepihak padahal mereka tahu ia tak suka merepotkan orang lain. “Jangan salahkan Ayah dan Ibu Kak. Mas Shaka yang memaksanya Kak. Katanya itu sebagai hadiah.” Khandra takut melihat wajah kakaknya yang cemberut. Percakap
Baca selengkapnya
Bab 16
Bab 16 Kumi mendesah. Dia menangkap kerinduan tersirat dalam mata Shaka. Selama ini hubungan pertemanan mereka dekat. Shaka menepati janjinya untuk tidak datang ke rumah Kumi selama dia menjalani proses perceraiannya. Namun, Shaka selalu hadir lewat makanan sehat yang dia kirimkan. Dia juga yang paling bawel menasehati Kumi untuk beristrirahat dan minum vitamin. Kumi gembira, jiwanya tenang ada lelaki yang memperhatikan dan menyayanginya, tapi di satu sisi, dia takut merengkuh kebahagiaan yang ditawarkan Shaka hanyalah ilusi. Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan orang yang tak menyukainya telah menimbulkan rasa tak nyaman pada diri Kumi dan membuatnya membangun benteng pertahanan yang kuat. Shaka menyentuh lembut tangan kanan Kumi. “Kok melamun? Apakah permintaanku terlalu berat untukmu?’ Lelaki itu terdiam. “Aku mau melindungimu dan Kaluna.” Kumi membuang napas berat, ia mengelus pipi Kaluna. Matanya mengembun, membayangkan nasib Kaluna
Baca selengkapnya
Bab 17
Bab 17 Kumi tidak mampu lagi menahan kecewa dan marahnya. Maka ia lampiaskan amarahnya pada Khandra dan Shaka. “Pergi kalian! Pergi! Tinggalkan aku sendiri!” Tanpa sadar tangannya meraih Kaluna dan mengangkatnya ke atas. Kaluna menangis keras, bayi itu meminta perhatian mommynya tapi Kumi tak bereaksi. Bahunya merosot letih setelah itu moodnya berubah menjadi buruk. Seketika dia membenci semua orang termasuk bayi mungilnya, Kaluna. Khandra dan Shaka menjadi tegang, Kaluna terus menangis sementara Kumi tetap bergeming. Matanya merah menyala. “Kak, maafkan Khandra,” ucap Khandra hampir menangis. Ia merasa sangat bersalah pada kakaknya. “Tolong jangan sakiti Kaluna, Kak.” Lelaki itu bersimpuh di lantai di dekat Kumi. Pelan-pelan air mata Kumi mengucur deras, jauh dari lubuk hatinya ia tak tega mendengar suara tangis anaknya. Shaka mendekati Kumi. Ia tetap waspada melihat ke arah perempuan itu. “Kumi, aku sayang kamu. Aku juga sayang Kaluna. Kamu jangan sedih,
Baca selengkapnya
Bab 18
Bab 18 Wanita muda itu mengerang, mengetahui Tante Yuni sang tetangga yang suka bergosip datang menjenguknya. Dengan keras ia berusaha untuk bersikap manis demi menjaga etika dan menghormatinya sebagai tamu. “Silahkan duduk Tan,” kata Kumi mempersilahkan tamunya. Di kamarnya memang ada fasilitas sofa dan meja kecil untuk menerima tamu. Bukannya duduk, Yuni malah berkeliling melihat-lihat kamar. Kemudian matanya tertuju pada Kumi yang sedang menyusui bayinya. “Ck… ck…ck… kasihan sekali kamu Kumi. Melahirkan setelah bercerai, bayimu gak punya Papa. Apa enaknya itu! Kalau Tante sih, mending bayinya dikasihkan orang. Beres. Gak repot mikir bayi. Gedein bayi itu mahal lho! Yuni menggeleng-gelengkan kepalanya, dengan mulut mencibir. “Tapi kok aneh ya, seorang janda pengangguran pula kok bisa bayar kamar semahal ini?” Matanya melirik ke kanan dan ke kiri. “Tante yakin, yang bayar kamar ini pasti lelaki yang melihara kamu kan?
Baca selengkapnya
Bab 19
Bab 19 Ayah tergemap, bagaimana Kumi tahu? Undangan yang dibawa Teguh tadi memang membuatnya terguncang. Dia masygul dan sakit hati dengan sikap Teguh dan keluarganya yang tidak ada rasa simpati sama sekali pada Kumi. “Ngapain datang, bikin sakit hati saja!” tolak Ibu mentah-mentah. “Ibu ndak mau datang. Lagian Ibu males ketemu sama mamanya Arka yang sombong itu. Duh, amit-amit jabang bayi dah. Bisa-bisa Ibu sawan melihatnya lagi.” Ayah diam, dia rencananya tidak mau datang dan menyembunyikan undangan itu dari Kumi. “Justru kalau kita diam, malah mereka yang senang. Untuk apa coba mereka undang kita, kalau bukan buat pamer? Mereka pingin kita sakit hati. Kita jangan mau ngalah terus sama mereka. Pokoknya Kumi mau datang, sekalian sama Kaluna, akan Kumi tunjukkan kalau Kumi dan Kaluna baik-baik saja tanpa Arka dan keluarganya,” kata Kumi tegas. “Tapi, kamu baru melahirkan, Kaluna juga masih bayi merah. Apa kamu yakin akan
Baca selengkapnya
Bab 20
Shaka kelimpungan mengetahui Kumi mematikan ponselnya. “Aarghh!!” Berulangkali dia menelpon. 30 menit kemudian Kumi menghidupkan ponsel. “Kumi please jangan marah.” Shaka tidak menyukai keputusan Kumi. Lelaki itu tampak gundah. “Hmmm… cobalah pikirkan lagi. Kamu baru melahirkan dan jahitan operasimu itu belum pulih bener. Kalau aku boleh minta tolong jangan datang ke perkawinan Arka walaupun dia mengundangmu?” “Kenapa sekarang kamu yang cerewet mengaturku? Kamu bukan siapa-siapaku Mr Protektif!” Kumi seharusnya memanggil Shaka dengan sebutan Mr. Protektif. Shaka sangat bawel dengan Kumi dan Kaluna. Wanita itu mulai sewot dengan nasehat Shaka. Ia tak habis pikir lelaki yang sedang video call dengannya itu sangat posesif setelah dirinya melahirkan. Dia lantas mematikan ponselnya lagi dan menghempaskan badannya di atas kasur di samping Kaluna. Kumi memejamkan mata supaya bisa menfokuskan pikirannya mencerna perkataan Shaka. Lelaki itu sebenarnya ti
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
19
DMCA.com Protection Status