All Chapters of TERJERAT CINTA YANG SALAH: Chapter 11 - Chapter 20
52 Chapters
11
Hujan sudah benar-benar berhenti, jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah berlalu begitu lama Ethan ada di rumah Alice. Tentu wanita itu ingin beristirahat. Ethan tak akan mengganggu waktunya lagi. Beruntung suara dalam kepalanya tadi menghentikan aktivitasnya. Menyadarkan Ethan, bahwa dirinya ini sudah memiliki istri. Walaupun Ethan tidak mencintai istrinya itu, namun bukan berarti Ethan bisa bermain api di belakangnya. Datangnya Alice ke dalam kehidupan Ethan, seolah memberikan sentuhan baru. Sentuhan yang berbeda dari saat dia bersama istrinya. Apa mungkin karena Ethan tidak mencintai istrinya itu, hingga dia merasa biasa saja. Lalu bagaimana dengan Alice? Terlalu mudah jika Ethan menyebutnya cinta. Hanya karena Ethan suka dan nyaman berada didekat wanita itu. Akal sehatnya juga mendadak hilang saat bersama Alice, dan hatinya selalu menginginkan untuk menemui wanita itu. Hingga berujung Ethan datang padanya. Ethan tahu ini sangat salah. Ethan harus menjaga jarak
Read more
12
Setelah kejadian di rumah Alice waktu itu, artinya sudah lima hari berlalu, Ethan tidak lagi datang menemui Alice. Tidak juga menghubunginya walau Alice sudah memberikan nomor ponselnya. Inilah yang Alice sudah duga. Sepertinya Ethan menghindari dirinya. Juga Alice menghindari Ethan, dia tak tahu harus bagaimana menghadapi pria itu. "Alice, hari ini kau pergi menggantikan saya untuk melihat bagian produksi. Pergilah sekarang, lalu laporkan bagaimana perkembangannya. Di sana kau akan bertemu dengan Direktur Utama Ethan Hill. Jadi jangan sampai kau membuat masalah yang akan mempermalukan saya" perintah Brilley pada Alice yang dengan satu tarikan napas. Matanya masih sibuk menatapi laporan yang ada di tangannya. "Kenapa harus saya Ketua Divisi Brilley?" tolak Alice. Biasanya pekerjaan ini akan diberikan pada Ashley. Tapi entah kenapa malah diberikan padanya hari ini. Hal ini memang diperlukan, agar memastikan bahwa produksi juga berjalan sesuai dengan arahan Divisi yang di ketuai o
Read more
13
Daniel yang sedari tadi diam kini angkat bicara. "Sepertinya kita harus mempertimbangkan untuk mengeluarkan produk seperti itu, mengingat beberapa perusahaan kecantikan juga sudah mengeluarkan produk serupa," Ethan terdiam. Benar, produk lipstik mereka bisa saja kalah saing dengan produk sejenis lip lainnya. Untuk itu membutuhkan pengembangan produk. "Kalau begitu, biarkan saya melihatmu memakai produk yang kau sebut tadi," Alice menelan ludah. "Maksud bapak?" Alice tak ingin memikirkan apapun. "Maksud saya, biarkan saya melihatmu ketika kau mencoba memakainya. Agar saya bisa membuat keputusan. Kapan kau ada waktu luang? Saya ingin kau mencobanya di depan saya," Alice syok mendengarkan permintaan aneh itu. Rasanya sangat memalukan memikirkan Ethan memperhatikan dirinya mencoba lip cream atau lip tint yang tadi dia sebutkan. "Ta-tapi pak, saya sejujurnya sudah membuat analisa perbedaannya. Nanti bapak hanya perlu membacanya saja. Ma-mana mungkin saya bisa mencobanya langsung di
Read more
14
Alice menghela napas berat dan merebahkan tubuhnya di empuknya sofa panjang di ruang tamu rumah ibunya ini. Dirinya langsung melesat pergi ketika jam sudah menunjukkan pukul lima sore yang menandakan waktu pulang kerja. Setelah dari pabrik tadi, Alice tidak lagi bertemu dengan Ethan, Alice tak bisa mengejar Ethan yang sudah pergi entah kemana. Hasilnya, Alice dan Daniel pun berpisah di depan pintu pabrik. Alice kembali ke ruang kerjanya, sedangkan Daniel pergi mencari kemana Ethan. Alice sejujurnya masih terbayang-bayang tentang apa yang dikatakan Ethan tadi. Mungkin memang ide bagus jika Ethan melihat seseorang mengaplikasikan lip tint atau mungkin lip cream langsung ke bibir. Tapi tidak juga memakai bibir Alice kan. Alice jadi malu, harus memasang wajah bagaimana nanti saat dia memakainya di depan Ethan. Alice berteriak tanpa suara dan mengacak-acak rambutnya, pikirannya sungguh kacau. Belum lagi mereka membicarakan yang terjadi terakhir kali di rumah Alice. "Kenapa kau berteri
Read more
15
Alice sesenggukan di ruang tamu yang terlihat lengang itu. Wajahnya dia tundukkan karena dia tak ingin ibunya melihat keadaannya yang lemah begini. Alice lebih baik memendam semuanya sendiri daripada harus dia bagi dengan orang lain, apalagi membuat orang tersebut jadi kepikiran. Alice sudah menanggung ini semua sejak lama. Sejak ayahnya meninggalkan mereka. Seperti yang dikatakan ibunya, tak tahu sudah seberapa banyak kesedihan yang dia alami, tapi Alice selalu berhasil menutupinya. Jadi, Alice ingin memainkan peran seperti ini lebih lama lagi. Catharina termangu melihat Alice menangis dihadapannya. Membuat perasaan Catharina campur aduk, karena Alice sudah lama sekali tidak menunjukkan tangisan di depannya seperti ini. Karena selama ini, Alice hanya diam-diam menangis di kamarnya, tidak ada suara. Tapi firasat seorang ibu mengatakan padanya. Untuk itu dia sungguh tidak ingin lagi merepotkan Alice dalam banyak hal. Bukan berarti dia ingin meninggalkan Alice sendirian karena ras
Read more
16
Alice termenung, berbaring di atas ranjang dengan seprai bermotif bunga mawar yang selaras dengan tirai jendelanya, memikirkan apa yang terjadi tadi di rumah ibunya. Beruntungnya, ibunya berjanji tidak akan lagi menutupi apa yang dirasakannya dari Alice. Bukan berarti Alice bisa lega sepenuhnya mengingat jika sebenarnya banyak kekhawatiran terpendam yang disimpan ibunya rapat-rapat. Sejauh ini Alice merasa sudah melakukan yang terbaik, untuk dirinya, untuk kesehatan ibunya. Bergantung pada dirinya sendiri, mengandalkan seluruh kemampuannya, untuk bertahan hidup. Bertahan hidup dari dunia yang rasanya begitu kejam. Banyak kebahagiaan yang memang terenggut dari Alice. Namun seiring waktu berjalan bergantikan dengan sesuatu yang lebih baik. Sesuatu yang membuat Alice tercengang bahwa dia bisa merasakan kebahagiaan yang hilang dulu itu. Sekalipun Alice tidak lagi mengingat bagaimana rupa wajah ayahnya yang sudah meninggalkan dia dan ibunya, sekalipun Alice menyangkali bahwa dia merind
Read more
17
Ethan mengerutkan keningnya kala Alice tidak menjawab panggilan darinya. Padahal Ethan sudah berada di depan rumahnya. Tadi siang ketika di pabrik, Ethan langsung pergi begitu saja. Awalnya dia ingin kembali ke ruangannya, namun ternyata dia dapat pesan bahwa kakeknya jatuh sakit lagi. Itulah sebabnya dia pergi tanpa mengabari Daniel. Sejujurnya Ethan ingin bertemu Alice untuk membicarakan yang terakhir kali itu. Dia ingin meminta maaf atas sikap kurang ajarnya pada Alice. Walaupun mereka berdua sama-sama terbawa perasaan, namun tetap saja itu tidak dibenarkan. Tapi sepertinya Ethan harus mengurungkan niatnya itu, karena Alice tak menjawab panggilannya juga tak membalas pesan darinya, mungkinkah Alice sudah tidur. Ethan berbalik, dan melangkahkan kakinya menuju mobil yang terparkir tenang tidak jauh dari posisinya berdiri. Menelan kekecawaan karena tak bisa menemui wanita itu. Lagipula, mereka besok akan bertemu juga kan, Ethan sudah mengatakan bahwa dia ingin melihat Al
Read more
18
"Sialan!!""Sialan!""Ah, sialan," Berulang kali umpatan terlontar dari bibir tipis Alice. Mengumpati kekonyolan dirinya yang sungguh-sungguh konyol dan bodoh. Alice jadi sangat menyesali kebodohan dirinya tadi malam. Karena ternyata panggilan masuk tadi malam itu adalah dari Ethan. Ethan juga mengirimkan pesan padanya, agar Alice bisa menemuinya. "Bodohnya kau," teriak Alice di dalam kamarnya sembari mengacak-acak rambutnya sedikit kuat untuk melampiaskan rasa frustasinya. Sepertinya saat itu Ethan sudah berada di depan rumahnya. Namun karena tidak ada jawaban apapun dari Alice, Ethan pun memutuskan untuk pulang. "Padahal aku ingin bertemu dengannya," lirih Alice dengan nada lesu. Alice melemparkan begitu saja ponselnya di atas ranjang, menatap cermin di hadapannya dan merapikan rambut panjangnya. 'Perasaanku kenapa jadi aneh begini sih. Apa aku benar sekecewa itu hanya karena aku tak bisa bertemu dengan Ethan?' batin Alice. Dia sendiri bertanya-tanya, kenapa dia merasa begi
Read more
19
"Apa yang bapak lakukan?" pekik Alice membulatkan matanya sempurna saat melihat Ethan juga ikut masuk di elevator yang sama dengannya. Ethan membenarkan jas hitam yang dipakainya, dan menyisir rambutnya dengan jari tangannya. Beberapa detik itu sempat membuat Alice berdecak kagum akan ketampanan atasannya ini. Bulir keringat juga memenuhi kening Ethan. Mungkinkah Ethan tadi berlari? Mungkin jika Alice adalah wanita yang memandang seseorang dari rupanya, maka dipastikan Alice sudah jatuh cinta pada Ethan. "Untuk menemuimu," balas Ethan serak, napasnya sedikit tersengal, berarti memang benar dia berlari-lari kesini. Ah apakah karena mengejar Alice? Alice tertawa kecil. "Apa ada yang ingin bapak sampaikan? Nanti kita juga akan bertemu kan," Ethan tak tahan ingin menemui Alice sekarang juga, untuk itu dia dengan sekuat tenaganya berlari mengejar Alice. Ethan menggaruk belakang telinganya padahal tak gatal. Salah tingkah karena memang nanti mereka akan bertemu juga. "Saya tadi
Read more
20
Alice sedari tadi memeriksa ponselnya dengan perasaan gelisah. Entahlah, dia hanya berharap, Ella menghubunginya untuk memberikan kabar atau sekedar mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Tapi melihat jika ada Daniel yang menjaganya, membuat Alice jadi sedikit tenang. TUK!!!! Ashley mengetukkan ujung map plastik yang dibawanya di meja Alice, membuat Alice tersentak kaget. "Kau ini. Kau ingin membuatku mati terkena serangan jantung apa bagaimana? Aissshhh," Alice meringis kesal dan menatap marah pada Ashley. Hampir saja jantungnya kenapa-kenapa. Suka sekali Ashley mengejutkan Alice seperti tadi. "Kau itu sedang memikirkan apa? Kau terlihat melamun," balas Ashley, lalu mendudukkan bokongnya di atas kursi kerjanya. "Hanya kepikiran hal kecil saja," balas Alice cuek"Cih," desis Ashley kesal tak mendapatkan jawaban yang memuaskannya. Alice menghela napas dengan keras, dalam pikirannya tidak seharusnya dia terlalu memikirkan Ella. Pasti nanti juga akan ada kabar darinya. "Bagai
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status