TERJERAT CINTA YANG SALAH

TERJERAT CINTA YANG SALAH

By:  Autumn  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
52Chapters
3.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Dikatakan benar adalah tentang perasaanku padanya. Benar jika aku jatuh cinta padanya, dan ingin ada di sampingnya, mendampinginya dan mengharapkan hidup bahagia bersamanya. Dikatakan salah juga adalah tentang perasaanku. Perasaan ini tak seharusnya kutanamkan untuk pria itu. Tidak seharusnya aku mencintai seseorang yang ternyata sudah jadi milik orang lain. Namun, aku sendiri juga tak bisa menghapus perasaan yang begitu menggebu-gebu ini. Hingga pria itu menawarkan sesuatu yang cukup 'gila' padaku. Apakah aku harus menerimanya? Atau mengabaikannya saja? Perasaan yang membuatku terbelenggu ini aku tak tau bagaimana menyelesaikannya. *** Cerita ini adalah fiksi. Jika ada kesamaan nama, alur, tempat dan penokohan itu merupakan ketidaksengajaan. Selamat membaca. Semoga kalian suka. Cover by Canva

View More
TERJERAT CINTA YANG SALAH Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
52 Chapters
1
Alice masih berkutat di depan komputer demi-demi untuk memenuhi deadline pekerjaannya. Walaupun jam di dinding kantor sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dan rekan-rekan kerja Alice sudah pada pulang semua, tapi tidak menyurutkan niat Alice untuk bekerja lembur hari ini. Alice menghembuskan napas panjang, sebenarnya hal ini tidak akan terjadi jika Alice tidak salah dalam memberikan laporan tentang survei mengenai kepuasan konsumen terkait produk yang baru beberapa bulan diluncurkan. Memang itu bukanlah pekerjaan utamanya, hanya saja karena suatu kejadian, Alice harus juga membuat laporan survei tersebut. "Astaga, ini mulai membuatku muak," lirihnya dalam kehingan ruangan kantor yang tetap terasa nyama walaupun dalam kesendirian. Ruangan kantor yang tertata rapi ini karena ada seseorang yang selalu mengomel mengenai kerapihan suatu tempat. Tidak bisa jika melihat ada barang yang berantakan, atau meja yang acak-acakan, pasti dia akan lan
Read more
2
Alice Winsley sedang menatapi dengan penuh kagum pada seorang pria yang saat ini tengah memasang raut wajah serius tapi tetap memikat. Pria itu, Ethan Hill, dia adalah seorang Direktur Utama di perusahaan tempat Alice bekerja saat ini. 'Ya Tuhan. Mengapa dia begitu tampan? Hatiku rasanya sudah lelah terus meledak setiap kali melihatnya' batin Alice yang semakin menajamkan penglihatannya pada pria itu, Ethan. Walaupun saat ini mereka sedang berada di tengah-tengah rapat evaluasi membahas peluncuran produk baru mereka bulan kemarin, namun Alice dengan beraninya malah menatapi sang Direktur Utama. Alice sepertinya tidak lagi berpikir panjang, bagaimana seandainya ada salah seorang rekan kerjanya memergoki dirinya yang tengah menatapi Ethan Hill dengan mata bulat dan besar, penuh dengan ketertarikan. Seolah semua yang ada di sekelilingnya memudar dan hanya menampilkan pria itu. Dengan bibir tipis dan hidung mancungnya, alis tebal d
Read more
3
"Kau terus menghela napas. Ada apa?" Alice kaget karena mendengar suara nyaring Brilley tepat di telinganya. "Astaga. Apa Ketua Divisi tidak bisa tidak berbicara di telinga saya? Saya sungguh terkejut. Bagaimana kalau saya jantungan? Apa Anda ingin tanggung jawab?" balas Alice ngotot. Brilley terlihat tertawa cekikikan. "Setelah kau bertemu dengan si Iblis Ethan Hill, kau terus menghela napas. Saya begitu penasaran, apa yang sebenarnya kalian bicarakan tadi" Alice lebih memilih untuk mengabaikan ucapan Brilley yang sedang mengorek informasi darinya. Brilley mendadak menatap Alice dari dekat, alis matanya bertaut, melihat Alice dengan pandangan menyelidik. "Pasti ada sesuatu terjadi di antara kalian, bukan? Saya yakin itu," ucapnya dengan nada intimidasi seperti polisi yang tengah menginterogasi tersangka. Alice menggeleng cepat. Bahaya jika sampai ketahuan mengenai hubungan antara Alice dan Ethan Hill. Padahal tidak ada hubungan ap
Read more
4
Ethan Hill duduk dengan gugup dan resah di sofa ruang tamu kediaman Alice. Matanya tak henti memandangi rumah Alice yang tidak begitu besar ini.  Ini lebih seperti rumah kontrakan yang cukup ditinggali untuk satu orang saja. Dekorasi rumahnya juga sederhana namun tetap menampilkan sisi Alice yang hangat.   Ethan terus berpikir dalam hati, apakah Alice memang semudah ini mengajak pria lain untuk datang ke rumahnya. Atau karena terjadi hal mendesak seperti tadi.    Jujur saja, selama tiga bulan belakangan ini, Ethan jadi terus memikirkan wanita itu, ya sebenarnya Ethan tidak memiliki perasaan apapun, hanya saja Ethan merasa jika dia cukup nyaman dengan Alice Winsley.    "Silahkan dinikmati, pak direktur,"    Alice meletakkan secangkir kopi panas, ah ini hanya kopi instan biasa. Karena Alice sendiri hanya sesekali minum kopi, dan tidak pernah meracik kopi.   
Read more
5
"Itu sudah berlalu begitu lama. Apa kau tidak ingin menjalin hubungan lagi?" Ethan sudah seperti pewawancara yang tengah menanyai narasumbernya. Matanya seakan ikut bertanya perihal sesuatu yang sebenarnya Alice tak ingin bahas. Tapi juga terselip rasa ingin tahu dari Ethan. "Mungkin belum bertemu dengan seseorang yang tepat saja," komentar Alice datar. Ya, setidaknya itu jawaban terbaik. Karena memang dirinya belum menemukan seseorang yang bisa menarik perhatiannya. Terkecuali itu Ethan Hill. Apa yang dirasakannya untuk Ethan Hill ini hanyalah perasaan kagum semata. Bukan perasaan romantis antara pria dan wanita. Itulah yang bisa Alice pikirkan mengenai apa yang tengah terjadi pada dirinya saat ini. "Kau benar. Menemukan seseorang yang tepat itu bukan perkara mudah. Saya berharap, kau akan menemukannya suatu saat," Alice tersenyum getir mendengar ungkapan harapan Ethan itu. Bukannya dia tidak senang ada yang me
Read more
6
Alice menyeruput teh hijau kesukaannya dengan nikmat. Tapi nikmatnya teh ini tidak senikmat biasanya karena suasana hatinya yang tidak tenang memikirkan kesehatan ibunya. Dokter mengatakan bahwa penyakit ibunya sudah semakin parah, dan harusnya dirawat di rumah sakit saja. Tapi Alice tak memiliki biaya untuk membayar pengobatan ibunya itu. Belum lagi Alice juga harus membayar hutang yang dia pinjam pada rentenir demi ibunya agar bisa sembuh kembali. Tapi memikirkan tentang penyakit kanker paru-paru stadium akhir, tentu mendengarnya saja sudah tahu bahwa penyakit itu tidak dapat di sembuhkan. Juga beresiko tinggi akan kematian. Alice menghembuskan napas panjang untuk mengurangi sesak di dadanya. Alice masih belum siap jika ibunya itu pergi meninggalkannya. Banyak hal yang belum Alice lakukan untuk ibunya termasuk itu menikah. Harus bagaimana Alice sekarang? Tak bisa dia memaksakan kehendak ibunya, menikah dengan orang yang t
Read more
7
"Ashley, ayo kita makan di kafetaria kantor saja. Aku malas ingin keluar," ajak Alice setelah menyelesaikan setengah pekerjaannya. Setengahnya lagi akan dia kerjakan setelah makan siang. Perutnya pun sudah tak tahan lagi menahan keroncongan yang menggeram di tubuhnya. "Tunggu, aku selesaikan ini dulu," jawab Ashley acuh masih memandangi layar komputernya dengan serius. Alice mendesis kemudian mengambil ponselnya dari dalam tas. Memeriksa apakah ada pesan masuk atau mungkin panggilan tak terjawab. Selama bekerja Alice memang tidak memeriksa ponselnya, karena tak ingin fokusnya jadi terpecah. Alice membuka sebuah aplikasi pesan yang dia gunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Membuka salah satu forum kerja tapi lebih seperti grup mengobrol biasa dan ini seluruh karyawan ada di satu grup yang sama. Berbagai divisi kumpul menjadi satu. Tujuannya agar mereka bisa akrab dengan rekan lainnya. Grup ini tentu juga diawasi oleh pihak yang memang berwenan
Read more
8
"Mengapa hujannya tiba-tiba begini, sih," keluh Alice sembari menepikan dirinya masuk lagi ke dalam lobi perusahaan. Percikan air hujan mengenai sepatu hak warna hitam miliknya. Juga menyiprat sampai mengenai ujung celana kerjanya.    Alice menghela napas panjang, menyesali keputusannya saat Ashley menawarinya untuk pulang bersama.    "Untuk apa aku tadi menolak. Aku jadi menyesalinya," lirih Alice yang sedang menghentakkan kakinya kecil karena kesal.    Sambil menunggu hujan berhenti, Alice memilih duduk di sebuah sofa yang memang disediakan untuk menerima tamu.  Kalau Alice nekat menerjang hujan, besoknya pasti dia akan sakit. Hujan mengguyur dengan begitu derasnya.    Jika kondisi ini berlarut sampai beberapa hari kedepan, bisa dipastikan akan terjadi banjir.    Lebih sialnya, daerah rumah Alice juga rawan banjir. Membuat penderitaan Alice
Read more
9
"Sepertinya hujan kelihatan tidak akan berhenti," gumam Alice yang tengah mendengarkan suara hujan dengan begitu heboh menabrak atap rumahnya. Ini sudah berlangsung selama beberapa jam, dan mulai membuat Alice khawatir akan banjir.  "Ya, sepertinya memang begitu," sahut Ethan yang sudah keluar dari kamar mandi.    Ethan ingin menggunakan kamar mandi, karena dia merasa gerah. Padahal hujan di luar begitu deras dan membuat udara menjadi dingin, tapi sepertinya dingin itu tidak masalah baginya untuk mandi. Terlebih ternyata dia membawa baju ganti.    "Terima kasih, kamar mandinya,"    Alice tersenyum simpul, Ethan pun kemudian duduk di samping Alice. Seketika aroma tubuh Ethan masuk kedalam indera penciuman Alice. Aroma yang sangat dikenali Alice. Ini adalah aroma sabun mandinya.    Memikirkan itu wajah Alice jadi memerah, sangat memalukan. Tapi rasanya begitu berbeda ji
Read more
10
Ashley menatap wajah anak dan suaminya yang tertidur setelah anaknya meminta ayahnya untuk membacakan buku cerita. Ashley mengusap lembut puncak kepala Bryana, tapi isi kepalanya malah memikirkan Alice. Sebelum pulang kerja tadi, Ashley memaksa Alice untuk menceritakan semua yang terjadi dengannya belakangan ini. Terkhusus yang melibatkan Ethan Hill. Ashley menghela napas panjang. Rasanya semua ini terjadi begitu tiba-tiba. Rasanya jika dipikir lagi tidak mungkin Alice bisa dekat dengan Ethan, secara mereka berasal dari tingkatan sosial yang berbeda. Tapi tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan sudah berkehendak. Apapun terasa mudah dilakukan. Mungkin memang sepertilah jalan takdir Alice. Walaupun masih belum tahu bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Ethan. Sebagai teman baiknya, Ashley hanya bisa mengingatkan Alice untuk tidak terlalu terbawa perasaan akan perlakuan Ethan padanya. Ashley hanya tak ingin Alice merasakan patah hati. Lagipula sepertinya Alice masih belum ada ke
Read more
DMCA.com Protection Status