All Chapters of Terjerat Gairah Arjuna: Chapter 41 - Chapter 50
102 Chapters
41. Flowers grow in his lungs
Juna :Udah di rumah? |Terkirim pada kontak bertajuk Arina. Si adam yang telentang itu sedang memegang ponsel tepat di atas dada. Lehernya tertekuk, kepala bersandar pada papan ranjang, sementara tubuh yang panjang menghadap langit-langit kamar indekosnya. Butuh waktu untuk menanti masuknya balasan. Sudah jadi hal biasa tapi tetap saja menimbulkan gores di benaknya. Menghadapi manusia sibuk nan slow response macam pacarnya memang harus ekstra sabar. Harus punya hati seluas samudera. Sembari menunggu, Juna menggulir layar. Tidak meninggalkan aplikasi bertukar pesan, apalagi bertemu crush manisan. Ia bahkan tetap di ruang obrolan yang sama. Katakanlah tengah me-review percakapan. Lantas disadarinya bahwa tiap-tiap balon pesan selalu ia yang mulai mengirimnya duluan. Detak jarum jam di sepertiga pertama malam seolah berlomba dengan degup jantung Juna. Lama-lama ia rasa akan tumbuh baby breathe hingga mawar di relung dadanya. Sebuah penyakit yang tiada seorang pun ingin mengidapnya. N
Read more
42. Alarm hati
Butir-butir hitam, merah, dan putih di tangan senada dengan Redeu, serta kaus putih di balik kemeja hitam sang pemuda. Tak lupa jins kelabu yang menutupi kaki jenjang bersepatu. Berada di sekitar halte tak menjadikan Juna sebagai calon penumpang BRT seperti kebanyakan orang di sana. Sebab ia sudah menduduki kendaraannya sendiri. Di tepi jalan, bergeming menundukkan kepala, ia memainkan rangkaian manik-manik di pergelangan. Bibir ranumnya mengerucut. Satu hal yang menyarang di kepala tak meleset dari fenomena yang ia alami semalam. Kabut, kebakaran, dan seseorang bergaun putih. Apakah kemarin harinya sangat melelahkan hingga si adam bermimpi menakutkan? "Maaf lama," suara itu mengusir lamunan insan bersurai pekat di atas motornya. Juna menoleh, kecantikan paripurna ciptaan Tuhan sungguh membuatnya ingin memuja tiap saat. Dalam hati saja, sebab lisan selalu terasa tak pantas mengutarakannya. Ya, jangan lupakan soal si pria yang seringkali sangat memikirkan segala hal sampai ke akarn
Read more
43. Two statements
"...selama bersama harus saling perhatian, mengingatkan...."Kutipan singkat yang sukses melekat di otak mengakibatkan kaki-kaki berbalut sneakers itu berlari meninggalkan kelas tanpa berpikir panjang. Berhenti di parkiran, dan mengoperasikan Redeu hingga sampai di depan sebuah gerbang bermotif gunungan. Berakhirlah Juna terdiam di atas motornya. Menyilangkan kedua tangan dengan dahi berkerut samar, serta bibir menyun sekian senti panjang. Juna pun menghabiskan lebih banyak waktu sendirian di sana. Sembari berpikir dan menanti kehadiran sang pujaan. Dia bukan lelaki abal-abal, makanya menepati ucapan. Tak peduli dengan netra-netra yang menghujam. Anggap saja penggemar. Seperti itulah motivasi hidup Juna. Meski lama-lama agak risih juga jika tiap orang lewat melirik seenaknya. Satu pinta Juna, semoga Arin cepat datang menyelamatkan. "Wah... Serius nunggu di sini?" Lantun kalimat itu cukup lirih di telinga Juna. Tapi ternyata berhasil menarik pandangan si adam hingga terpaku pada pre
Read more
44. Teman-teman
Dua hari favorite sejuta umat pun berlalu. Senin datang bersama haru. Ups, untuk Juna tidak berlaku. Pagi ini Arjuna memasuki gerbang fakultas dengan siulan yang diredam suara Redeu. Tak apa, masih bisa masuk ke telinganya sendiri yang tertutup helm. Setidaknya itu berhasil menambah cerahnya suasana hati Juna. Ia memarkir motor, melepas pelindung kepala, lalu menaruhnya di atas Redeu. Juna memeriksa outfit berupa kemeja denim dan tatanan rambutnya di kaca spion. Kala memutar tubuh untuk pergi ke gedung tempatnya belajar, diorama yang didapat cukup tak terduga. Entah dengan alasan apa, empat pemuda jangkung berkumpul di dekat patung. Ya, ada pahatan batu yang dikelilingi bangku semen di halaman Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Ah, bukan monumen itu yang membuat Juna bertanya-tanya, tapi eksistensi keempat kawan dipagi mendung itu. Lokasi yang dipilih untuk bertemu diam-diam pun nampak tak biasa. Apa ada pesta kejutan untuk Juna? "These brats bukannya UAS di kelas, malah main di si
Read more
45. Precious you
Waktu ketika kurva bulan menggantung di tengah bintang yang samar bersinar. Malam ini, yang berjumlah jutaan kalah dengan satu-satunya putri malam, sebab hujan menyuruh kabut menenggelamkan mereka bersamaan. Gumpalan kapas kelabu itu membebaskan bulir air jatuh ke segala bidang. Hingga di atap bangunan, kamar Juna pun berisik jadinya. Sang empu baru menyadari hal itu ketika dirinya lepas dari bilik mandi. Juna mengeringkan rambutnya dengan handuk persegi panjang ukuran sedang. Menelisik ke jendela terbuka, ia mempercepat langkah guna menutup kaca tersebut. Setelahnya Juna berbalik, dan tatapannya yang jatuh ke meja pun menemukan kenyataan bahwa ada yang belum dikerjakan. Ujian semester di perkuliahan adalah hal yang amat berbeda dengan ujian di sekolah-sekolah sebelumnya. Ada jadwal, tapi soal-soal kadang turun duluan. Tak melulu pilihan ganda, namun essay lebih dominan. Sebut saja jenis pengerjaan take home. Dikerjakan di mana pun dengan tenggat semau pengampu matkul. Alhasil, ka
Read more
46. Kucing hitam dan tali sepatu
Makin siang sang rawi makin pula gencar memancarkan panas ke bumi. Sisa hujan sudah raib. Rerumputan pun amat kering, seolah jauh dari musim turunnya air. Begitu pula dengan tanah lapang di depan gedung rektorat itu. Banyak muda-mudi mendudukinya begitu saja. Alih-alih untuk alas, beberapa dari mereka menggunakan kertas-kertas sebagai kipas. Berbeda dengan dua manusia di sisi barat itu. Dengan sebatang pohon sebagai penampung punggung-punggung, keduanya tenang menghadap materi di masing-masing tangan. Benar, dari luar saja nampak damai. Sebab selalu ada desir di benak milik si adam. Juna tak tahu bagaimana cara fokus belajar ketika tiada jarak antara lengannya dengan pundak sang pacar. Hendak menjauh pun rasanya seluruh tenaga sudah habis untuk rasa euforia. "Belajar apa?" Arin membuka pembicaraan lagi setelah tadi hanya saling sapa di awal pertemuan hari ini. Usai sama-sama duduk, mereka malah diam menyiapkan materi yang harus dicerna. Barulah sekarang bicara. Pemuda yang mena
Read more
47. Power of phone
"Kita duluan atau nunggu dulu?"Tanpa menatap lawan bicara, si pemuda bersurai gelap malah terus menunduk sambil melempar pertanyaan itu. Tentu ada sesuatu di hadapan wajahnya, dan itu adalah benda pipih kesayangan sejuta umat. Dari gerak jemarinya, Juna sedang mengetik rangkaian alfabet di layar. Kontak tujuannya tebak saja atas nama Arina. "Nunggu yang lain, pergi bareng-bareng aja," balas Sena. Lelaki satu itu berjalan seiring langkah Juna sambil mengunyah manisan di mulutnya. Tangan kiri kemudian menjatuhkan bungkus bergambar hewan warna-warni ke tong sampah.Selesai mengikis koridor lantai dua fakultas, keduanya akan menginjak anak tangga. Menuju bidang pertama, tapi suara langkah dari tingkat ketiga cukup menginterupsi para kasanova itu. "Tungguin Kamal!" pekik si pemilik surai kecoklatan. Sesuai realita, Kamal memang termuda di antara circle pertemanan itu. Tingkahnya macam anak TK. Sementara badannya seperti Gatot Kaca. Dan sekarang sedang mengekor para tetua. "Tara gimana
Read more
48. Hujan, bunga, suka, duka
Suatu hari menuju penghujung bulan Desember, ada momen berakhirnya Ujian Akhir Semester. Yup, inilah saat yang ditunggu-tunggu para pelaku UAS tersebut.Lewat tengah hari, lazuardi masih memimpin meski kelabu perlahan muncul di langit. Sinar sang rawi pun belum surut memanasi bumi. Masuk lewat celah jendela, cahayanya menempa kaki-kaki yang berlarian menuruni anak tangga. Badan semampainya berbalut kaus bergaris monokrom di balik kemeja hitam. Jins senada beserta converse bertali pas di kaki. Pundaknya menampung strap bag dari tas kotak. Melihat senyum pada wajahnya saja sudah bisa diterka apa yang sedang dipikirkan Arjuna. Langkah Juna makin cepat menuju parkiran depan bangunan. Lalu ia mendadak berhenti sambil memasang wajah terkejutnya. Bagaimana tidak? Ia mengira terjadi sesuatu selama perjalanan singkat itu hingga dirinya telah sampai surga. God, ada malaikat di depannya. "Kenapa kamu yang ke sini?" tanya Juna sedikit tergagap. Ah, ia belum juga mengatur raut mukanya. "Sekali
Read more
49. Stranger x family
Menghabiskan masa kecil hingga SMA di kota budaya Surakarta, satu setengah tahun lalu akhirnya sang pemuda Abisatnya berpisah dari dua pasang tangan hangat orang tuanya. Si anak tunggal pun melanjutkan pendidikan di ibukota provinsi hingga sekarang. Lantas setelah hampir enam bulan lamanya, hari ini, detik ini Juna pulang. Lebih kurang jam tujuh malam, hujan masih menerpa kala Juna memarkirkan motor di garasi rumahnya. Bangunan dominan putih dengan dua lantai di dalamnya. Petak hangat meski hanya bertiga yang mengisinya. Juna pikir betapa kosongnya tempat tinggal itu ketika dirinya tak ada. Ia tak tega pada orang tua, tapi untuk merasakan rindu harus ada perpisahan dulu, bukan? Juna selalu percaya bahwa tiap orang butuh survive sendirian. Seperti ia yang harus berani menantang dunia saat memutuskan untuk belajar di Semarang dan ia yang berani pulang sendirian di tengah hujan seperti sekarang. Mantel kelabu dilepas, helm sudah sejak tadi mencium tanah. Redeu menggigil, sang empu pun
Read more
50. Dua sisi kembang api
Apa yang dilakukan anak burung ketika kehilangan induknya? Induk yang pamit mencari makan, tapi tak kunjung pulang. Apa yang bisa bayinya lakukan? Berteriak hingga kulit lembek tak berbulu itu menampilkan urat. Menangis sampai air mata mengering. Mengepakkan sayap meski tahu tak cukup bertenaga untuk terbang. Lalu perlahan diam, kedinginan, dan tertidur dengan perut lapar. Awalnya insan itu menolak untuk bernasib sama dengan si bayi burung. Tubuhnya memang meremang mendengar penuturan di luar batas imajinasinya seumur hidup. Maniknya memanas, tiga objek di depan mata bukanlah gambar yang pernah ia lukiskan. Kakinya melemas, tapi dipaksa untuk tetap kokoh menopang hati yang tergores nestapa. Ia juga cukup memungkinkan untuk pergi saat telinga, mata, dan bibir terlampau kelu untuk bekerja sesuai tugas. Situasinya mengejutkan, Juna belum bisa mencerna meski secara perlahan. Berada di hadapan ayah-ibu, serta lelaki yang mengaku sebagai kakaknya adalah hal mustahil untuk Juna tanggapi
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status