All Chapters of PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA: Chapter 11 - Chapter 20
164 Chapters
Bisikan
Dewi sebenarnya sudah sangat mengantuk, tadi malam dia hampir tak tidur sama sekali. 'Tapi sebaiknya aku makan dulu, kasian bik Jum, udah capek-capek masak' batin Dewi.  "Bik, saya boleh nanya sesuatu?" tanya Dewi ke bik Jum. Saat dia sedang melintas di dekat meja makan  "Mau nanya apa Mbak?" tanya Bik Jum langsung berhenti di hadapan Dewi. "Bibi kan, udah lama kerja di sini. Kira-Kira Bibi tau gak, ruangan yang ada di dalam gudang?" Dewi mencoba menyelidiki melalui bik Jum dulu tentang ruangan yang tadi dilihatnya di gudang. "Bibi gak tau, Mbak. Yang boleh masuk ruangan itu, cuma Bapak sama Ibuk aja."  "Oh gitu."  "
Read more
Siapa bersama Dewi?
"Yang, kenapa sih?" Roni menggaruk kepalanya, kebingungan melihat tingkah Dewi.    "Tadi … aku duduk dan ngobrol di ayunan sama kamu Mas," bisik Dewi.   "Bercanda kamu. Mas masih di dalam tadi." Roni tak percaya apa yang Dewi katakan, karena sedari tadi dia memang di dalam rumah tepatnya di dapur, membuat kopi.    "Beneran Mas, ada yang aneh di rumah ini," kata Dewi. Bola mata Dewi liar menyapu setiap sudut kamar, Dewi merasa ada yang ikut mendengar pembicaraan mereka. Dewi merasa was-was.   "Bukan Mas gak percaya sama kamu. Tapi Mas, sejak kecil tinggal di sini, tak pernah ada hal aneh. Mungkin hanya perasaanmu saja Yang." Roni masih berusaha meyakinkan Dewi. Bahwa tidak ada yang aneh di rumah orangtuanya
Read more
Siapa yang masuk gudang
Roni langsung terburu-buru masuk kamar mandi begitu melihat Dewi keluar, panggilan alam katanya. "Kok, gak sholat?" tanya suami Dewi itu. Yang terlihat ganteng dengan memakai sarung, baju koko dan kopiah. "Lagi kedatangan tamu Mas." "Oh." Selama menunggu Roni sholat, Dewi membuka gawainya. Berselancar ke dunia maya. Rindu dengan adik-adiknya di Panti. Dewi mengintip akun mereka. 'Alhamdulillah, sepertinya adik-adikku sehat' kata Dewi di dalam hatinya. Mereka semalam pergi jalan-jalan ke kolam renang yang tak jauh dari Panti. Itulah yang di lihat Dewi dari postingan salah satu anak Panti di media sosialnya. Bu Yanti memang rajin membawa anak-anak Panti refresing. Paling tidak sebulan sekali. "Nanti siang, aku akan video call mereka. Kangen dengar celotehan mereka," gumam Dewi. Tiba-tiba, Dewi seperti melihat siluet orang di jendela kamar. Dengan berjingkat Dewi bangkit dari tempat tidur, dan berjalan pelan ke arah jende
Read more
Mengikuti Ibu penjual tiwul
 "Mas, ini kan hari Minggu. Apa gak libur ke ke kebunnya." "Oh iya, Mas lupa. Biasanya sih, Bapak gak ke kebun kalau hari Minggu. Kalau nanti Mas gak diajak ke kebun sama Bapak. Kita ke rumah Iwan lagi." "Ngapain Mas?" Agak heran Dewi, apa hubungannya masalah ini dengan bang Iwan, pikirnya."Mas kan pernah bilang, kalau Iwan itu bisa melihat yang tidak bisa kita lihat. Iwan dulu juga pernah di Pesantren selama enam tahun. Siapa tau, dia bisa membantu kita." Dewi mulai mengerti, padahal baru kemarin Roni cerita padanya tentang Iwan. "Iya ya Mas, mudah-mudahan dia bisa membantu kita. Mencari tau, apa yang sebenarnya terjadi sama Bapak dan Ibu." Mereka terus berlari kecil, sesekali berhenti untuk melakukan peregangan. Kembali mata Dewi tertuju ke arah Ibu penjual tiwul, yang mengambil daun-daun jati untuk membungkus tiwul-tiwulnya. "Mas, itu Ibu penjual tiwul di Pekan," tunjuk Dewi ke arah
Read more
Anak terbuang
 "Mas sekarang percaya kan? Ada yang aneh di rumah kita." Dewi menyambung pembicaraan mereka tadi. "Iya, kita harus cari tau hal itu juga. Banyak misteri yang harus diungkap.""Ibu tadi juga aneh, ya Mas. Dia kok kayak mengenalku. Tapi, bagaimana bisa?" "Mas rasa, Ibu itu mengetahui jati diri kamu sebenarnya."'Apa benar, Ibu itu tau jati diriku sebenarnya? Apa orang tua kandungku, juga berasal dari kampung ini. Ah, aku tak begitu perduli tentang jati diriku. Buat apa aku mencari mereka! Mereka juga sudah membuangku, bahkan … mungkin mereka mau aku mati saat itu. Berarti mereka tak menginginkan diriku. Ada rasa sakit di hati ini, bila mengingat aku hanya lah anak yang dibuang' batin Dewi terus berkecamuk sendiri. "Mas, kalau memang benar Ibu itu tau tentang jati diriku. Biarkan saja lah, tak usah kita cari tau lagi." Roni menghentikan langkahnya ketika mendengar apa istrinya itu katakan. "Kamu yaki
Read more
Rindu Adik panti
"Kebelet pipis." Dewi berdalih lalu masuk ke kamar mandi.  Gantian Roni masuk kamar mandi setelah melihat Dewi keluar.  "Kita sarapan dulu," ajak Roni. Sebenarnya Dewi belum lapar, tapi gak enak juga menolak ajakan Roni. Apalagi Bik Jum sudah repot menyiapkannya buat mereka. Memang itu sudah menjadi tugas Bik Jum, tapi tentunya dia akan berkecil hati, bila ternyata sang majikan tak berkenan menyentuh makanan yang telah disiapkan. Dengan malas, Dewi bangkit juga dari ranjang memenuhi ajakan Roni. "Bapak sama Ibuk kemana Bik?" tanya Roni pada Bik Jum, seraya menikmati sarapannya.  "Gak tau Mas, siap sarapan tadi langsung keluar," jawab bik Jum. Tangannya sibuk mengelap setiap furnit
Read more
Melihat ruangan di dalam gudang
Suara-suara itu terus bersahutan di telinga Dewi, rasanya gendang telinganya hampir pecah. Kadang suara itu terdengar jelas, kadang seperti desauan angin. Dewi mencoba menutup telinganya, tapi suara itu seolah sudah menempel di kepalanya. Dewi pejamkan matanya kuat-kuat, tiba-tiba ada sesuatu yang dingin menyentuh tangannya. Dewi buka matanya perlahan, matanya langsung membeliak. Melihat dua orang anak itu, anak laki-laki dan perempuan yang dilihat di mimpinya.  Tangan mereka memegang tangan Dewi, menarik dan mengajaknya ke suatu tempat. Dewi seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, menurut saja dengan mereka. Dewi melihat ke arah Roni yang masih tertidur. Dewi ingin minta tolong dengannya, tapi suaranya seperti hilang. Dewi tak mampu mengeluarkan suara apa pun dari mulutnya. Pun tak mampu menepis tangan mereka dari tangannya. 'Mas, bangun! Tolong aku' Dewi coba berteriak, namun suaranya tak keluar. Dewi hanya bisa me
Read more
Jin?
melakukannya. Kalau memang sangat dibutuhkan, nanti aku minta tolong sahabatku di pesantren."  "Kalau bisa secepatnya Bung. Aku takut terjadi sesuatu dengan istriku."  "Sabar Bung. Saat ini istrimu sedang berhalangan." Dahi Dewi mengernyit merasa heran, kenapa Iwan bisa tau kalau dia sedang berhalangan. Tapi Dewi hanya diam, merasa tak enak kalau bertanya hal seperti ini.  "Sebab itu mereka bisa lebih leluasa mengganggu istrimu. Banyak kan dzikir di rumah kalian. Aura rumahmu itu terlalu gelap Bung." Kata-kata Iwan cukup masuk akal bagi mereka. Rumah mertua Dewi memang megah, tapi suram. Siapapun yang masuk untuk pertama kalinya, pasti akan bergidik.  
Read more
Merasa aneh
 "Malah melamun, mau pulang gak?" tanya Roni yang sudah di atas motor, sementara Dewi masih saja sibuk bermonolog dengan dirinya sendiri.  Tanpa menjawab, Dewi pun naik ke atas boncengan, dia merasa malas mau pulang. Rasa takut mulai menyergap, padahal mereka belum lagi sampai di rumah.  Masih lagi di luar gerbang, mata mereka melihat Pak Darma dan Bu Wati sedang menikmati suasana sore di teras rumah. Tentu saja, dengan patung kuda menjadi objek utama pandangan mereka. Pak Dirman langsung membukakan gerbang, saat mendengar klakson sepeda motor anak majikannya itu. Roni langsung melajukan sepeda motor ke arah garasi. Setelah sepeda motor diparkirkan di garasi, mereka berjalan ke arah depan rumah.  
Read more
Suara aneh dari kamar mertua
"Aaaarrghh!" Dewi dan Roni terkejut mendengar ada suara jeritan.  Gegas mereka berlari kecil, dengan cepat menuruni anak tangga. Mereka langsung menuju ke kamar Bu Wati. Suara itu berasal dari kamar Bu Wati.   "Bu! Ibu! Ibu kenapa?" Roni memanggil-manggil, sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar orangtuanya. Gurat khawatir tergambar jelas di wajahnya. Takut terjadi apa-apa dengan orangtuanya.  "Eng–gak papa. Ma–matiin tivinya." Suara Bu Wati terbata dari dalam kamar.  Dewi cepat berlari lagi ke atas, segera mematikan tivi. Lalu balik lagi, pintu kamar Bu Wati belum dibuka juga ternyata.  "Ibu, buka dulu pintunya," pinta Roni.  
Read more
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status