"Kebelet pipis." Dewi berdalih lalu masuk ke kamar mandi.
Gantian Roni masuk kamar mandi setelah melihat Dewi keluar.
"Kita sarapan dulu," ajak Roni.
Sebenarnya Dewi belum lapar, tapi gak enak juga menolak ajakan Roni. Apalagi Bik Jum sudah repot menyiapkannya buat mereka. Memang itu sudah menjadi tugas Bik Jum, tapi tentunya dia akan berkecil hati, bila ternyata sang majikan tak berkenan menyentuh makanan yang telah disiapkan. Dengan malas, Dewi bangkit juga dari ranjang memenuhi ajakan Roni.
"Bapak sama Ibuk kemana Bik?" tanya Roni pada Bik Jum, seraya menikmati sarapannya.
"Gak tau Mas, siap sarapan tadi langsung keluar," jawab bik Jum. Tangannya sibuk mengelap setiap furnit
Suara-suara itu terus bersahutan di telinga Dewi, rasanya gendang telinganya hampir pecah. Kadang suara itu terdengar jelas, kadang seperti desauan angin. Dewi mencoba menutup telinganya, tapi suara itu seolah sudah menempel di kepalanya.Dewi pejamkan matanya kuat-kuat, tiba-tiba ada sesuatu yang dingin menyentuh tangannya. Dewi buka matanya perlahan, matanya langsung membeliak. Melihat dua orang anak itu, anak laki-laki dan perempuan yang dilihat di mimpinya.Tangan mereka memegang tangan Dewi, menarik dan mengajaknya ke suatu tempat. Dewi seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, menurut saja dengan mereka. Dewi melihat ke arah Roni yang masih tertidur. Dewi ingin minta tolong dengannya, tapi suaranya seperti hilang. Dewi tak mampu mengeluarkan suara apa pun dari mulutnya. Pun tak mampu menepis tangan mereka dari tangannya.'Mas, bangun! Tolong aku' Dewi coba berteriak, namun suaranya tak keluar. Dewi hanya bisa me
melakukannya. Kalau memang sangat dibutuhkan, nanti aku minta tolong sahabatku di pesantren.""Kalau bisa secepatnya Bung. Aku takut terjadi sesuatu dengan istriku.""Sabar Bung. Saat ini istrimu sedang berhalangan." Dahi Dewi mengernyit merasa heran, kenapa Iwan bisa tau kalau dia sedang berhalangan. Tapi Dewi hanya diam, merasa tak enak kalau bertanya hal seperti ini."Sebab itu mereka bisa lebih leluasa mengganggu istrimu. Banyak kan dzikir di rumah kalian. Aura rumahmu itu terlalu gelap Bung." Kata-kata Iwan cukup masuk akal bagi mereka.Rumah mertua Dewi memang megah, tapi suram. Siapapun yang masuk untuk pertama kalinya, pasti akan bergidik.
"Malah melamun, mau pulang gak?" tanya Roni yang sudah di atas motor, sementara Dewi masih saja sibuk bermonolog dengan dirinya sendiri.Tanpa menjawab, Dewi pun naik ke atas boncengan, dia merasa malas mau pulang. Rasa takut mulai menyergap, padahal mereka belum lagi sampai di rumah.Masih lagi di luar gerbang, mata mereka melihat Pak Darma dan Bu Wati sedang menikmati suasana sore di teras rumah. Tentu saja, dengan patung kuda menjadi objek utama pandangan mereka.Pak Dirman langsung membukakan gerbang, saat mendengar klakson sepeda motor anak majikannya itu. Roni langsung melajukan sepeda motor ke arah garasi. Setelah sepeda motor diparkirkan di garasi, mereka berjalan ke arah depan rumah.
"Aaaarrghh!" Dewi dan Roni terkejut mendengar ada suara jeritan.Gegas mereka berlari kecil, dengan cepat menuruni anak tangga. Mereka langsung menuju ke kamar Bu Wati. Suara itu berasal dari kamar Bu Wati."Bu! Ibu! Ibu kenapa?" Roni memanggil-manggil, sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar orangtuanya. Gurat khawatir tergambar jelas di wajahnya. Takut terjadi apa-apa dengan orangtuanya."Eng–gak papa. Ma–matiin tivinya." Suara Bu Wati terbata dari dalam kamar.Dewi cepat berlari lagi ke atas, segera mematikan tivi. Lalu balik lagi, pintu kamar Bu Wati belum dibuka juga ternyata."Ibu, buka dulu pintunya," pinta Roni.
"Mas memikirkan Bapak dan Ibu," kata Roni dengan pandangan nanar ke dinding kamar.Dewi memahami maksud Roni, hatinya pasti sedang dilanda kegalauan saat ini. Melihat hubungan yang semakin dingin dengan orangtuanya. Juga banyaknya kejanggalan yang terjadi."Apa yang ingin Mas lakukan?""Entahlah, terlalu banyak misteri di rumah ini.""Bapak dan Ibu sepertinya menyembunyikan sesuatu yang besar dari Mas," ucap Roni.Ya, di rumah itu banyak misteri yang belum terungkap.★★★KARTIKA DEKA★★★Sudah dua hari ini, De
Roni sulit untuk menjelaskan keadaan Dewi, dia membuka pintu kamar perlahan. Untuk menunjukkan langsung pada Bapaknya, apa yang sedang terjadi pada istrinya. Pak Darma melihat Dewi masih berdiri bergelantungan di langit-langit kamar. Tanpa rasa takut, Pak Darma masuk."Siapa kamu?!" tanya Pak Darma tegas. Dewi memandang Pak Darma dengan bola matanya yang tetap saja putih."Bapak jahat!" Roni terperanjat mendengar suara yang keluar dari mulut Dewi. Seperti suara anak kecil. Suaranya begitu menggema. Dan seperti buka berasal dari satu orang, tapi suara dua orang."Keluar dari tubuh Dewi!" titah Pak Darma."Gak mau!" Dia yang saat ini sedang menguasai tubuh Dew
Terdengar suara gaduh di dalam kamar Bu Wati. Mereka semua saling pandang. Pintu kamar Bu Wati terkunci. Roni mencoba mendobraknya."Ibuk, Bapak!" Roni memanggil dengan suara yang kuat. Tapi tak ada sahutan, hanya suara rintihan dan erangan yang terdengar.Roni coba dobrak lagi, kali ini dibantu Iwan. Beberapa kali mereka mendobrak, sempat mengalami kesulitan karena pintu yang sangat kokoh, akhirnya setelah hampir menyerah, pintu berhasil juga didobrak. Mereka semua terperanjat melihat kondisi kamar Bu Wati yang sangat berantakan.Roni melihat Bapaknya menggeliat di dekat lemari, seperti menahan sakit yang teramat sangat. Iwan segera menolong Pak Darma yang terus mengerang kesakitan.Hal ta
Terdengar suara gaduh di dalam kamar Bu Wati. Mereka semua saling pandang. Pintu kamar Bu Wati terkunci. Roni mencoba mendobraknya."Ibuk, Bapak!" Roni memanggil dengan suara yang kuat. Tapi tak ada sahutan, hanya suara rintihan dan erangan yang terdengar.Roni coba dobrak lagi, kali ini dibantu Iwan. Beberapa kali mereka mendobrak, sempat mengalami kesulitan karena pintu yang sangat kokoh, akhirnya setelah hampir menyerah, pintu berhasil juga didobrak. Mereka semua terperanjat melihat kondisi kamar Bu Wati yang sangat berantakan.Roni melihat Bapaknya menggeliat di dekat lemari, seperti menahan sakit yang teramat sangat. Iwan segera menolong Pak Darma yang terus mengerang kesakitan.Hal tak jauh berbeda pun terjadi dengan Bu Wati, dia mengge