All Chapters of PATUNG KUDA DI RUMAH MERTUA: Chapter 31 - Chapter 40
164 Chapters
Bu Wati meninggal 2
"Bu." Roni berusaha memanggil Bu Wati dan mengguncang-guncang tubuhnya yang tergeletak di lantai. Walaupun dia tahu, Bu Wati sudah dinyatakan meninggal. Tapi tetap saja, dia berharap Ibunya masih hidup. Roni menangis tersedu melihat keadaan Bu Wati. Meskipun dia baru mengetahui kenyataan, bahwa dia bukan anak kandung Bu Wati. Tapi Bu Wati yang sudah membesarkan Roni dengan kasih sayang sejak dia kecil. Pak Darma dan Bu Wati memang menyayangi Roni dengan tulus. Sehingga Roni tak menyadari kalau dia bukan anak kandung mereka. Dipeluknya erat tubuh Bu Wati, diabaikannya bau gosong yang menusuk hidungnya. "Sabar Bung. Jangan terlalu diratapi. Banyak-banyak memohon ampunan untuk orangtua terutama Ibumu." Iwan berusaha menasehati Roni. Ditepuknya lembut punggung sahabatnya itu. Ro
Read more
Membersihkan kamar Ibu
"Nah Pak. Kuncinya." Roni menyerahkan kunci itu ke tangan Pak Dirman. Dengan ragu dan tangan agak bergetar Pak Dirman menerimanya. 'Mati aku! Seharusnya bilang takut aja tadi' Pak Dirman bersungut di dalam hatinya. "Maaf, sebaiknya jenazah Ibu, biarkan di kamar saja. Jangan izinkan pelayat untuk melihatnya, dikhawatirkan akan ada banyak argumen dari para pelayat nantinya." Pendapat Ustad Imam. Roni berpikir, ada benarnya kekhawatiran Ustad Imam.  "Ya sudah Pak, gak usah jadi. Nanti tolong bantu bereskan ruangan ini saja ya," kata Roni. Senyum langsung mengembang di bibir Pak Dirman. "Iya Mas," sahutnya. "Selamet selamet," gumam Pak Dirman seraya mengelus dadanya sendiri. "
Read more
Taubat
Segera Roni ke kamarnya. Dewi, sudah selesai mandi dan tampak segar.  "Mas, aku bantu Bik Jum ya." "Tinggal ngepel kok. Apa kamu sudah merasa sehat?"  "Alhamdulillah, sudah Mas."  "Ya sudah, bantu saja membereskan ruangan tengah. Mas mau mandi. Habis sholat Subuh, mau ke rumah Pak Rt memberi tau tentang kabar meninggalnya Ibu."  "Apa Mas! Ibu meninggal!" Dewi sangat terkejut, mendengar Bu Wati meninggal. Roni lupa, tadi Dewi dalam keadaan tak sadar. Jadi dia belum mengetahui kondisi Bu Wati.  Dewi langsung berlari ke kamar Bu Wati, Roni mengejarnya. Begitu melihat jenazah B
Read more
Taubat 2
"Saya takutnya, bila kita melaporkan hal ini ke polisi. Akan banyak beredar berita simpang siur. Tau sendiri zaman sekarang. Takutnya akan ada oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi," sambung Ustad Faruk, seraya meletakkan gelas tehnya ke hadapannya. Pendapat Ustad Faruk ada benarnya. Hal seperti ini, bila sampai ke media, pasti akan menimbulkan banyak opini yang berseliweran tak jelas. Yang dikhawatirkan justru akan memperburuk situasi yang ada.  "Baiklah Ustad, kalau begitu saya ke rumah Pak Rt dulu." Roni berpamitan. Lalu mempercepat langkahnya untuk ke rumah Pak Rt.  Dewi segera ke dapur membantu Bik Jum menyiapkan sarapan buat mereka semua. Walaupun dalam keadaan berduka. Mereka juga butuh tenaga. Apalagi tadi malam, mereka tak sempat menyambut tamu mereka dengan baik.  
Read more
Memandikan jenazah
"Yu Watiiiiii! Huhuhu." Terdengar suara seorang wanita meraung. Dia baru saja datang. Dewi yang berada diantara Ibu-ibu pengajian, agak heran melihatnya. 'Siapa Ibu itu?' batin Dewi. Padahal dia belum juga melihat jenazah Bu Wati, tapi sudah histeris. Roni cepat datang menyambutnya dan langsung merangkulnya."Sabar Bulek, kasihan Ibu," kata Roni.  "Kamu kok nggak ngabarin kalau Ibumu sakit?" tanyanya agak kecewa. Pak Dama memang memberitahu, Bu Wati meninggal karena sakit. Dia terpaksa berbohong, tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya. "Maaf Bulek, Ibu yang minta. Karena takut merepotkan Bulek." Roni juga terpaksa berbohong. Agar tak banyak pertanyaan yang akan Buleknya lontarkan. "Mana Ibumu, Ron? Bulek mau lihat wajahnya untuk terakhir kali." R
Read more
Tetangga kepo
"Bulek ini bilal jenazah, Ron," kata Bu Ipah. Roni tak mengetahui kalau profesi Bu Ipah di kampung adalah sebagai seorang bilal jenazah. Seorang yang mengurus jenazah, mulai dari memandikan hingga mengkafani. "Alhamdulillah, syukur kalau begitu. Karena kondisi Ibu. Kita harus meminimalisir orang yang melihat jenazahnya. Untuk menghindari banyaknya opini yang akan beredar," kata Iwan.  "Sudah jam sepuluh, sebelum Zuhur jenazah Ibumu kita kebumikan. Aku panggil Solihin dan Pak Dirman untuk membantu mengangkat jenazah Ibumu." Tanpa menunggu jawaban Roni. Iwan langsung keluar kamar dan menutupnya lagi.  "Bulek, ini Dewi, istri Roni." Roni lupa, kalau tadi belum sempat memperkenalkan Dewi. Dewi mencium punggung tangan Bulek. Bu Ipah mengulas senyum manis di bibirnya. Sa
Read more
Pemakaman
Setelah jenazah Bu Wati selesai dikafani, langsung dimasukkan ke dalam keranda yang ada di ruang tamu. Karena Bu Wati harus segera disholatkan. Hal itu tak mungkin dilakukan di kamar, meskipun kamar Bu Wati terbilang luas. Namun kalau untuk melaksanakan sholat jenazah, sangat tak memungkinkan.  Banyak kasak kusuk terdengar dari para pelayat yang saling berbisik-bisik melihat bentuk jenazah Bu Wati yang tak lazim. Saat Roni, Iwan, Solihin dan Pak Dirman mengangkatnya ke ruang tamu dan memasukkannya ke dalam keranda. Meskipun sudah dibalut kain kafan, tetap saja bentuknya terlihat tak biasa.  "Saatnya jenazah disholatkan, yang ingin ikut berjamaah, segera ambil wudhu. Jenazah akan segera dimakamkan sebelum Zuhur." Pak Rt buka suara.  Beberapa orang bergegas meng
Read more
Terpaksa bohong
Setelah jenazah Bu Wati selesai dikafani, langsung dimasukkan ke dalam keranda yang ada di ruang tamu. Karena Bu Wati harus segera disholatkan. Hal itu tak mungkin dilakukan di kamar, meskipun kamar Bu Wati terbilang luas. Namun kalau untuk melaksanakan sholat jenazah, sangat tak memungkinkan.  Banyak kasak kusuk terdengar dari para pelayat yang saling berbisik-bisik melihat bentuk jenazah Bu Wati yang tak lazim. Saat Roni, Iwan, Solihin dan Pak Dirman mengangkatnya ke ruang tamu dan memasukkannya ke dalam keranda. Meskipun sudah dibalut kain kafan, tetap saja bentuknya terlihat tak biasa.  "Saatnya jenazah disholatkan, yang ingin ikut berjamaah, segera ambil wudhu. Jenazah akan segera dimakamkan sebelum Zuhur." Pak Rt buka suara.  Beberapa orang bergegas meng
Read more
Kuburan dibongkar
 "Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh." Hampir serentak mereka mengucapkan salam, setelah memarkirkan motor di halaman rumah.  "Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakutuh." Roni, Dewi juga Pak Darma menjawab salam mereka. Pak Darma dan Roni saling bersalaman dengan Iwan, Ustad Faruk dan Ustad Imam. Kecuali Dewi yang hanya menangkupkan kedua telapak tangannya.  "Gimana Bung, sudah bisa kita mulai," kata Iwan.  "Masuklah dulu. Kita sarapan, biar jangan terlalu tegang," ajak Roni, sembari merangkul bahu Iwan berjalan masuk ke dalam rumah.  Padahal Dewi sudah tak sabaran ingin tau apa yang ada di gudang. Apa sama dengan yang pernah dilihat di mimpinya? Dan ada satu bingkai foto y
Read more
Melihat isi gudang
"Kuburan itu dibuat lagi seakan tak tak pernah dibongkar. Padahal sudah kosong. Ibumu sangat rapi melakukannya, jadi hingga sekarang, gak ada yang tau. Kalau kuburan Danu sama Suci sudah dibongkar." "Pak, lalu bagaimana deng–" Dewi ingin bertanya. Tapi terpaksa terputus. "Maaf, Mas. Lubangnya sudah siap," kata seorang laki-laki, yang ditaksir seumuran dengan Roni dari pintu depan yang dibiarkan terbuka. Membuat Dewi urung mengajukan pertanyaan ke Bapak mertuanya. Tadinya dia ingin bertanya perihal fhoto yang dilihatnya. "Oh, makasih ya Mas. Ini bayarannya." Roni merogoh saku celananya, dan memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu ke penggali lubang.  "Banyak sekali ini Mas," kata penggali lubang. 
Read more
PREV
123456
...
17
DMCA.com Protection Status