"Aaaarrghh!" Dewi dan Roni terkejut mendengar ada suara jeritan.
Gegas mereka berlari kecil, dengan cepat menuruni anak tangga. Mereka langsung menuju ke kamar Bu Wati. Suara itu berasal dari kamar Bu Wati.
"Bu! Ibu! Ibu kenapa?" Roni memanggil-manggil, sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar orangtuanya. Gurat khawatir tergambar jelas di wajahnya. Takut terjadi apa-apa dengan orangtuanya.
"Eng–gak papa. Ma–matiin tivinya." Suara Bu Wati terbata dari dalam kamar.
Dewi cepat berlari lagi ke atas, segera mematikan tivi. Lalu balik lagi, pintu kamar Bu Wati belum dibuka juga ternyata.
"Ibu, buka dulu pintunya," pinta Roni.
"Mas memikirkan Bapak dan Ibu," kata Roni dengan pandangan nanar ke dinding kamar.Dewi memahami maksud Roni, hatinya pasti sedang dilanda kegalauan saat ini. Melihat hubungan yang semakin dingin dengan orangtuanya. Juga banyaknya kejanggalan yang terjadi."Apa yang ingin Mas lakukan?""Entahlah, terlalu banyak misteri di rumah ini.""Bapak dan Ibu sepertinya menyembunyikan sesuatu yang besar dari Mas," ucap Roni.Ya, di rumah itu banyak misteri yang belum terungkap.★★★KARTIKA DEKA★★★Sudah dua hari ini, De
Roni sulit untuk menjelaskan keadaan Dewi, dia membuka pintu kamar perlahan. Untuk menunjukkan langsung pada Bapaknya, apa yang sedang terjadi pada istrinya. Pak Darma melihat Dewi masih berdiri bergelantungan di langit-langit kamar. Tanpa rasa takut, Pak Darma masuk."Siapa kamu?!" tanya Pak Darma tegas. Dewi memandang Pak Darma dengan bola matanya yang tetap saja putih."Bapak jahat!" Roni terperanjat mendengar suara yang keluar dari mulut Dewi. Seperti suara anak kecil. Suaranya begitu menggema. Dan seperti buka berasal dari satu orang, tapi suara dua orang."Keluar dari tubuh Dewi!" titah Pak Darma."Gak mau!" Dia yang saat ini sedang menguasai tubuh Dew
Terdengar suara gaduh di dalam kamar Bu Wati. Mereka semua saling pandang. Pintu kamar Bu Wati terkunci. Roni mencoba mendobraknya."Ibuk, Bapak!" Roni memanggil dengan suara yang kuat. Tapi tak ada sahutan, hanya suara rintihan dan erangan yang terdengar.Roni coba dobrak lagi, kali ini dibantu Iwan. Beberapa kali mereka mendobrak, sempat mengalami kesulitan karena pintu yang sangat kokoh, akhirnya setelah hampir menyerah, pintu berhasil juga didobrak. Mereka semua terperanjat melihat kondisi kamar Bu Wati yang sangat berantakan.Roni melihat Bapaknya menggeliat di dekat lemari, seperti menahan sakit yang teramat sangat. Iwan segera menolong Pak Darma yang terus mengerang kesakitan.Hal ta
Terdengar suara gaduh di dalam kamar Bu Wati. Mereka semua saling pandang. Pintu kamar Bu Wati terkunci. Roni mencoba mendobraknya."Ibuk, Bapak!" Roni memanggil dengan suara yang kuat. Tapi tak ada sahutan, hanya suara rintihan dan erangan yang terdengar.Roni coba dobrak lagi, kali ini dibantu Iwan. Beberapa kali mereka mendobrak, sempat mengalami kesulitan karena pintu yang sangat kokoh, akhirnya setelah hampir menyerah, pintu berhasil juga didobrak. Mereka semua terperanjat melihat kondisi kamar Bu Wati yang sangat berantakan.Roni melihat Bapaknya menggeliat di dekat lemari, seperti menahan sakit yang teramat sangat. Iwan segera menolong Pak Darma yang terus mengerang kesakitan.Hal tak jauh berbeda pun terjadi dengan Bu Wati, dia mengge
Roni segera mendekati istrinya, membantunya berjalan dengan memapahnya. Dewi kelihatan begitu lemah. Wajahnya pun masih terlihat pucat. Roni membantunya duduk di sofa."Bik, tolong ambilkan air minum buat Dewi," kata Roni pada Bik Jum."Air yang di botol tadi. sudah habis Bung?" tanya Iwan."Masih ada," jawab Roni."Itu saja minumkan. Air itu sudah dibacakan doa ruqyah, sama santri-santri di Pesantren. Kami sengaja membawa beberapa botol," ucap Iwan. Roni segera beranjak masuk ke kamarnya, mengambil sisa air di botol mineral yang tadi buat membasuh wajah Dewi.Segera diminumkan air itu perlahan ke istrinya. "Ada apa denganku Mas?" tanya Dewi dengan suara yang masih terdengar le
Suara itu begitu menyeramkan, siapa pun yang mendengar pasti bergidik ngeri. Bik Jum dan Pak Dirman sampai gemetaran."Tak usah didengarkan, dia sengaja ingin membuat kita takut dengannya. Sehingga lupa, bahwa ada Zat yang jauh lebih kuat darinya," kata Solihin.Terdengar suara ringtone berdering. Ternyata panggilan masuk di ponsel Iwan. Dia cepat mengambil gawai dari dalam saku celananya."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Iwan mengucapkan salam pada orang yang meneleponnya.[Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Ana sama Ustad Imam sudah sampai di depan rumah yang ente maksud] jawab Ustad Faruk, orang yang menghubungi ponsel Iwan.
"Ron, ini Ustad Faruk dan Ustad Imam. Pemilik pesantren tempatku belajar ilmu tauhid juga kebatinan. Insha Allah beliau bisa membantu kita." Iwan mengenalkan Ustad Faruk dan Ustad Imam. Roni menundukkan kepalanya sebagai salam perkenalan. Di situasi seperti ini, Roni tak.bisa menyambut kedatangan dua Ustad itu terlalu formal."HAHAHAHAHA KALIAN TAK SANGGUP MELAWANKU! SAMPAI MEMINTA BANTUAN HAHAHAHA. TAK AKAN ADA YANG SANGGUP MENGUSIRKU HAHAHAHAH." Suara menyeramkan itu terdengar lagi, seakan mengejek kehadiran Ustad Faruk dan Ustad Imam."Astaghfirullah." Ucapan istighfar serentak keluar dari mulut Ustad Faruk dan Ustad Imam."Semuanya harap tenang. Selain kami jangan ada yang masuk," kata Ustad Faruk."Wan, k
Bik Jum semakin ketakutan, meringkuk ke dekat Dewi. Begitupun dengan Pak Dirman."Bik, terus zikir," bisik Dewi. Bik Jum melanjutkan zikirnya dengan mata terpejam."Dewiiii ikut kami." Dewi tiba-tiba mendengar suara bisikan. Kepalanya menoleh ke asal suara, tak ada siapa-siapa."Ayo ikut kami." Suara itu terdengar lagi.Kembali Dewi menoleh, tetap kosong. Dewi mencoba mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, tetap kosong. Hah, kosong!"Kemana Mas Roni? Kemana Bang Iwan? Kemana Bapak? Dimana Bik Jum dan Pak Dirman? Bukankah tadi mereka di sini. Bahkan tadi Bik Jum mendekat denganku." Dewi bergumam sendiri.