"Saya takutnya, bila kita melaporkan hal ini ke polisi. Akan banyak beredar berita simpang siur. Tau sendiri zaman sekarang. Takutnya akan ada oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi," sambung Ustad Faruk, seraya meletakkan gelas tehnya ke hadapannya. Pendapat Ustad Faruk ada benarnya. Hal seperti ini, bila sampai ke media, pasti akan menimbulkan banyak opini yang berseliweran tak jelas. Yang dikhawatirkan justru akan memperburuk situasi yang ada.
"Baiklah Ustad, kalau begitu saya ke rumah Pak Rt dulu." Roni berpamitan. Lalu mempercepat langkahnya untuk ke rumah Pak Rt.
Dewi segera ke dapur membantu Bik Jum menyiapkan sarapan buat mereka semua. Walaupun dalam keadaan berduka. Mereka juga butuh tenaga. Apalagi tadi malam, mereka tak sempat menyambut tamu mereka dengan baik.
<
"Yu Watiiiiii! Huhuhu." Terdengar suara seorang wanita meraung. Dia baru saja datang. Dewi yang berada diantara Ibu-ibu pengajian, agak heran melihatnya. 'Siapa Ibu itu?' batin Dewi. Padahal dia belum juga melihat jenazah Bu Wati, tapi sudah histeris.Roni cepat datang menyambutnya dan langsung merangkulnya."Sabar Bulek, kasihan Ibu," kata Roni."Kamu kok nggak ngabarin kalau Ibumu sakit?" tanyanya agak kecewa. Pak Dama memang memberitahu, Bu Wati meninggal karena sakit. Dia terpaksa berbohong, tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya."Maaf Bulek, Ibu yang minta. Karena takut merepotkan Bulek." Roni juga terpaksa berbohong. Agar tak banyak pertanyaan yang akan Buleknya lontarkan."Mana Ibumu, Ron? Bulek mau lihat wajahnya untuk terakhir kali." R
"Bulek ini bilal jenazah, Ron," kata Bu Ipah. Roni tak mengetahui kalau profesi Bu Ipah di kampung adalah sebagai seorang bilal jenazah. Seorang yang mengurus jenazah, mulai dari memandikan hingga mengkafani."Alhamdulillah, syukur kalau begitu. Karena kondisi Ibu. Kita harus meminimalisir orang yang melihat jenazahnya. Untuk menghindari banyaknya opini yang akan beredar," kata Iwan."Sudah jam sepuluh, sebelum Zuhur jenazah Ibumu kita kebumikan. Aku panggil Solihin dan Pak Dirman untuk membantu mengangkat jenazah Ibumu." Tanpa menunggu jawaban Roni. Iwan langsung keluar kamar dan menutupnya lagi."Bulek, ini Dewi, istri Roni." Roni lupa, kalau tadi belum sempat memperkenalkan Dewi. Dewi mencium punggung tangan Bulek. Bu Ipah mengulas senyum manis di bibirnya. Sa
Setelah jenazah Bu Wati selesai dikafani, langsung dimasukkan ke dalam keranda yang ada di ruang tamu. Karena Bu Wati harus segera disholatkan. Hal itu tak mungkin dilakukan di kamar, meskipun kamar Bu Wati terbilang luas. Namun kalau untuk melaksanakan sholat jenazah, sangat tak memungkinkan.Banyak kasak kusuk terdengar dari para pelayat yang saling berbisik-bisik melihat bentuk jenazah Bu Wati yang tak lazim. Saat Roni, Iwan, Solihin dan Pak Dirman mengangkatnya ke ruang tamu dan memasukkannya ke dalam keranda. Meskipun sudah dibalut kain kafan, tetap saja bentuknya terlihat tak biasa."Saatnya jenazah disholatkan, yang ingin ikut berjamaah, segera ambil wudhu. Jenazah akan segera dimakamkan sebelum Zuhur." Pak Rt buka suara.Beberapa orang bergegas meng
Setelah jenazah Bu Wati selesai dikafani, langsung dimasukkan ke dalam keranda yang ada di ruang tamu. Karena Bu Wati harus segera disholatkan. Hal itu tak mungkin dilakukan di kamar, meskipun kamar Bu Wati terbilang luas. Namun kalau untuk melaksanakan sholat jenazah, sangat tak memungkinkan.Banyak kasak kusuk terdengar dari para pelayat yang saling berbisik-bisik melihat bentuk jenazah Bu Wati yang tak lazim. Saat Roni, Iwan, Solihin dan Pak Dirman mengangkatnya ke ruang tamu dan memasukkannya ke dalam keranda. Meskipun sudah dibalut kain kafan, tetap saja bentuknya terlihat tak biasa."Saatnya jenazah disholatkan, yang ingin ikut berjamaah, segera ambil wudhu. Jenazah akan segera dimakamkan sebelum Zuhur." Pak Rt buka suara.Beberapa orang bergegas meng
"Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh." Hampir serentak mereka mengucapkan salam, setelah memarkirkan motor di halaman rumah."Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakutuh." Roni, Dewi juga Pak Darma menjawab salam mereka. Pak Darma dan Roni saling bersalaman dengan Iwan, Ustad Faruk dan Ustad Imam. Kecuali Dewi yang hanya menangkupkan kedua telapak tangannya."Gimana Bung, sudah bisa kita mulai," kata Iwan."Masuklah dulu. Kita sarapan, biar jangan terlalu tegang," ajak Roni, sembari merangkul bahu Iwan berjalan masuk ke dalam rumah.Padahal Dewi sudah tak sabaran ingin tau apa yang ada di gudang. Apa sama dengan yang pernah dilihat di mimpinya? Dan ada satu bingkai foto y
"Kuburan itu dibuat lagi seakan tak tak pernah dibongkar. Padahal sudah kosong. Ibumu sangat rapi melakukannya, jadi hingga sekarang, gak ada yang tau. Kalau kuburan Danu sama Suci sudah dibongkar.""Pak, lalu bagaimana deng–" Dewi ingin bertanya. Tapi terpaksa terputus."Maaf, Mas. Lubangnya sudah siap," kata seorang laki-laki, yang ditaksir seumuran dengan Roni dari pintu depan yang dibiarkan terbuka. Membuat Dewi urung mengajukan pertanyaan ke Bapak mertuanya. Tadinya dia ingin bertanya perihal fhoto yang dilihatnya."Oh, makasih ya Mas. Ini bayarannya." Roni merogoh saku celananya, dan memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu ke penggali lubang."Banyak sekali ini Mas," kata penggali lubang. 
"Maassss!" Dewi teriak sekuat tenaga memanggil Roni."Dewii!" Roni masih berusaha menggapai tanganku. Tapi tak berhasil.JEBRETPintu ruangan itu tertutup dengan sendirinya. Kejadiannya begitu cepat. Hal ini di luar dugaan mereka semua. Dewi sangat ketakutan. Jelas mereka yang ada di luar ruangan menjadi panik melihat kejadian yang barusan di depan mata mereka."Mas! Mas! Buka pintunya! Bapak!" Dewi terus teriak memanggil dan menggedor-gedor pintu dari dalam. Tak ada hasil."Dewi! Kamu tenang ya Sayang. Menyingkir dari balik pintu, Mas akan dobrak pintu ini," kata suaminya. Dewi menuruti kata-katanya dan menjauh dari pintu.
Roni melepaskan pelukannya dari Dewi. Matanya menyapu seluruh isi ruangan. Dia berjalan pelan, ke arah serpihan kaca dari bingkai yang jatuh tadi. Diambilnya foto yang ada di bingkai itu. Diperhatikannya dengan seksama. Dia melihat ke arah Dewi. Alisnya bertaut, melihat wajah yang ada di foto itu sangat mirip dengan istrinya. Tapi dia juga tau, itu jelas bukan Dewi."Pak … siapa wanita dalam foto ini?" katanya sembari berjalan mendekati Bapaknya yang masih berdiri terpaku di depan pintu. Roni menunjukkan lembaran foto itu ke Pak Darma. Pak Darma hanya menunduk lesu."Pak!" Roni lebih tegas memanggil Bapaknya. Karena sedari tadi, Pak Darma tak menjawab pertanyaannya."Namanya Minati." Pak Darma menyebutkan satu nama.