Semua Bab GAGAL MENIKAH KARENA ORANG KETIGA: Bab 71 - Bab 80
100 Bab
Bab 71
"Mas Ilham ngapain di sini?""Kita bisa bicara sebentar?""Bisa," jawabku kaku, lalu memintanya masuk rumah.Mas Dika ternyata sedang duduk di ruang tamu memainkan ponsel. Dia memasang air muka terkejut. Ya, setelah empat bulan berlalu sepertinya ini kali kedua kami bertemu dengan Mas Ilham.Lelaki itu duduk di depan Mas Dika yang wajahnya kurang bersahabat. Aku masuk dapur meletakkan belanjaan, kemudian kembali ke depan; duduk di sisi kanan masku."Aku minta maaf atas semua kesalahan selama ini baik disengaja atau pun tidak. Bukan maksud mengulik masa lalu, hanya saja lamaran yang batal sepihak itu ... aku minta maaf karena–""Sebenarnya apa yang mau Mas sampaikan?"  Ucapan terbata-bata Mas Ilham kupotong."Intinya aku meminta maaf atas semua kesalahan termasuk memutuskan lamaran tanpa alasan jelas. Sebenarnya aku ada alasan, tetapi bersifat pribadi.""Apa ini bukan bagian dari rencana kalian lagi?" Mata Mas Dika me
Baca selengkapnya
Bab 72
"Entah kenapa takdir seindah ini. Setiap insan yang kucintai atau mencintaiku, pasti menikah dengan orang lain. Ini sudah kali ke tiga dan aku hanya bisa bersabar." – Yumna Alishba Nazafarin. *** Qadarullah Ustaz Hasan dan istrinya berkunjung ke rumah mertua di Sukabumi, jadi kami diliburkan kembali untuk beberapa hari. Sementara itu, Amel minta ditemani ke toko baju membeli beberapa pakaian yang akan dibawa untuk bulan madu nanti ke Bali. Pernikahannya berlangsung tiga hari lagi, jadi harus menuruti. Dia mengaku masih sungkan bertamu ke rumah apalagi sekarang Mas Dika tidak ke percetakan. Kemarin juga sama, tetapi alasannya beda. "Mau ke mana?" Pertanyaan Mas Dika menghentikan langkahku. Tidak ingin membuatnya sedih karena teringat pada Amel, aku menjawab, "ke toko sebentar mau beli sesuatu, Mas." "Ada uang?" "Kemarin kan Mas Dika ngasih dua ratus ribu buat beli gamis." Mas Dika ber-oh ria. Aku mengembus napas lega. Be
Baca selengkapnya
Bab 73
Pukul sembilan pagi aku sibuk di dapur. Yah, kalau saja Mas Dika melihat, pasti mengejek dengan mengataiku kerasukan jin. Saudara memang begitu, susah akur sepenuhnya.Saat tengah memotong wortel, ibu bertanya, "siapa orang yang kamu cintai?""Entahlah, Bu. Aku sendiri ndak tahu. Kevin hanya membuat nyaman, tetapi sejak dulu ...." Aku menggantung kalimat tidak berani jujur pada ibu tentang hati yang pernah dihuni Gus Qabil.Ibu memintaku berhenti memotong wortel. Beliau menatap serius, meski begitu aku tetap bisa bersikap tenang. Ada kemungkinan diintrogasi hari ini."Kamu masuk kamar ibu, buka lemari dan ambil sesuatu yang ibu simpan di bawah lipatan baju. Baca!""Baca apa, Bu?""Udah sana!"Kaki mengayun cepat menuju kamar ibu dan membuka lemari yang dimaksud. Di bawah lipatan baju ternyata ada buku yang Gus Hanan beri tempo hari.Dengan cepat aku duduk di lantai bersandar pada lemari, lalu membuka lembarannya. Halaman pertam
Baca selengkapnya
Bab 74
Besok Kevin sudah akan menikah. Ternyata kalimat 'will you marry me' bulan April kemarin tidak bisa ditepati. Bukan karena kesalahan Kevin, melainkan garis takdir yang menentukan. Sejumput nyeri merebak, aku sedikit kesulitan mengambil napas. Sulit dipercaya, seseorang yang bahkan ikut berbuka puasa dengan kami malah akan bersanding dengan sahabatku sendiri. "Maksudmu mengaku jatuh cinta pada Kevin?" Aku memberi gelengan sebagai jawaban pertanyaan Mas Dika. Bukan. Jatuh cinta bukan yang aku pikirkan sekarang karena sudah pasti hati ini bertuan pada Gus Qabil. Namun, entah mengapa aku sedikit sedih seperti kehilangan semangat. Sekelebat bayangan masa lalu menghantui. Tiba-tiba aku teringat pada masa Mas Ilham melamar, lalu kembali memutus sepihak dengan pesan aksara saja. "Aku tidak peduli kamu bilang apa, Dik. Satu hal yang pasti adalah aku bukan lagi calon suami adikmu, tetapi Nurul. Ya, ini perempuan yang berhasil memikat hatiku seha
Baca selengkapnya
Bab 75
"Mas tidak bercanda?" tanyaku setelah kami duduk di pelataran rumah. Semoga masku sungguh-sungguh ingin melupakan Amel.Mas Dika menggeleng dengan wajah tersenyum ramah. Awan gelap yang sejak tadi menutupi cerahnya wajah perlahan beranjak. Tanpa sengaja aku melipat bibir, resah.Walau perasaan mereka seakan selesai baik-baik, tetap saja menoreh muram di paras tampannya. Lelaki berwajah teduh di sampingku berdehem beberapa kali."Kok, bengong, Mas?""Mas sedang berusaha mengusir bayangan Amel yang semakin cantik dengan gaun pengantinnya. Biar bagaimana pun dia sudah menjadi istri orang."Aku mengangguk lemah karena bisa merasakan sekuat rasa Mas Dika menjaga ekspresi agar tidak lepas dari senyuman. Namun, bagiku usahanya semakin menyayat hati. Senyum yang terasa hampa diam-diam menyimpan perih."Apa mas baiknya kerja sampai lembur untuk mengalihkan fokus?"Untuk sesaat aku bergeming, kemudian menyahut. "Tidak harus lembur, Mas. Jangan
Baca selengkapnya
Bab 76
Aku : Mel, kapan ke Bali? Hari ini sibuk ya?Pesan What$app itu aku kirim sejak ba'da subuh tadi dan baru mendapat balasan dua jam kemudian.Amel : Pekan depan. Sedikit sibuk, sih. Kenapa memangnya?Aku : Oh. Anu, kamu gak ke aqiqah-an anak Gus Qabil?"Astagfirullah, hari ini ya? Aku sampai lupa. Insya Allah, aku pergi. Kita ketemu di mana?" Kali ini Amel membalas dengan pesan suara. Aku melakukan hal yang sama dengan memintanya datang ke rumah saja.Aku duduk bertopang dagu di meja belajar. Jantung berdegup cepat karena harus ke pesantren Gus Qabil. Sebenarnya aku tidak ingin ke sana, tetapi Mas Dika memaksa. Katanya, "menghindar sama saja menerima tuduhan itu!"Entahlah, terlalu malu rasanya jika harus hadir. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana tatapan orang-orang pesantren kalau ternyata rumor sudah sampai di telinga mereka apalagi Kyai Sholeh, sosok yang sangat kami segani."Yumna, ditunggu Amel tuh di depan!" panggil ibu membuatku
Baca selengkapnya
Bab 77
Di dalam rumah aku bertemu ibu. Perihal Gus Qabil kuceritakan semuanya. Beliau tampak terkejut dengan air muka menandakan kekhawatiran. Aku hanya bisa mendesah berat sebelum akhirnya memberitahu sesuatu.Tepatnya tentang Mas Ilham yang datang membawa Romi mengaku sebagai dalang dari masalah ini. Apalagi Bu Wenda juga sudah tahu dan besar kemungkinan aku sudah jadi buah bibir orang-orang yang datang ke acara tasyakuran itu."Lalu, Ilham ke mana sekarang?""Dia bilang mau ke pesantren menjelaskan langsung pada Gus Qabil. Dia membawa Romi sekalian, Bu. Namun, entah kenapa hatiku gundah." Aku berucap panik."Gundah gimana maksud kamu, Nduk? Jangan buat ibu ikutan panik nanti jantungan lagi."Aku menggigit bibir, napas mulai tidak beraturan. "Jangan sampai Mas Ilham malah bicara yang tidak-tidak pada Gus Qabil. Tadi aja rumor itu didengar oleh Gus Hanan, Bu. Dia ada di situ waktu Bu Wenda ngegosipin aku!""Tenang!" pinta ibu memegang kedua pundak
Baca selengkapnya
Bab 78
Gus Qabil : Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh, Ukhty Yumna. Ada yang hendak aku sampaikan padamu, ini berkaitan dengan rumor yang beredar. Di pesantren masih belum tahu karena ibu-ibu yang sempat menggosipmu di depan adikku tadi pagi sudah kucegah. Tiba-tiba beberapa jam setelahnya, Ilham datang membawa seorang lelaki bernama Romi. Dia mengaku sebagai penyebar rumor itu dengan menggunakan akun palsu atas nama Ilham Thalib. Aku sempat merasa lega karena bukan kamu pelakunya, tetapi Romi melanjutkan bahwa dia melakukan itu karena dihadang seorang perempuan di jalan, lalu memberinya uang dengan syarat menyebar hoax. Nama perempuan yang menghadang adalah Yumna. Sekarang aku mengerti, kamu meminta Ilham ke pesantren untuk menjelaskan padaku dengan membawa Romi agar tuduhan untukmu lepas. Padahal kebenaran telah terungkap. Aku tahu, kamu yang melakukan ini!Setelah pesan aksara yang lumayan panjang itu, Gus Qabil mengirim stiker tangan mengatup. Hati begitu perih membaca de
Baca selengkapnya
Bab 79
"M-mas Ilham?"Lelaki itu sekali lagi tersenyum. "Boleh aku masuk?"Andin tiba-tiba menyikut lenganku. Ah, dia memang selalu muncul tak terduga. Mas Ilham diminta duduk di kursi yang katanya kinclong gara-gara aku yang semangat membersihkan.Aku melotot padanya, tetapi Andin menjelaskan lagi pada Mas Ilham kalau aku memang seaneh itu jika sedang berbunga-bunga. Perempuan itu baru akan diam ketika aku mendaratkan telapak tangan di dahinya yang sedikit lebar.Ibu ikut duduk di kursi tamu tepat di sampingku, di sebelahnya lagi ada Andin yang terus tersenyum semringah. Ibu memang tidak pendendam, makanya setelah luka itu diberi Mas Ilham, beliau mengaku sudah memaafkan."Ada apa, Nak Ilham?"Mas Ilham tersenyum malu-malu, dia terlihat kesulitan menyampaikan maksud. Aku ikut deg-dengan, tetapi jauh di lubuk hati sama sekali tidak berharap di lamar untuk kedua kalinya. Cukuplah kemarin menjadi pelajaran untuk tidak menikah dengan lelaki seperti Ma
Baca selengkapnya
Bab 80
"Serupa guyonan dalam Cinta 2 Kodi; kami tidak akan bersatu karena beda keyakinan."–Yumna Alishba Nazafarin. *** "Jadi, Mas Ilham itu murtad?" tanya Andin terkejut ketika aku mengutip jawaban dari novel Cinta 2 Kodi. Aku menggeleng sebegai jawaban. "Dia muslim. Hanya saja Mas Ilham yakin alamarannya akan aku terima, makanya kembali untuk kali kedua walau pernah membuat masalah sebelumnya. Sementara aku, merasa yakin tidak akan menerima lamaran itu." Andin melongo, mata indahnya mengerjap berulang kali. Dia mungkin tidak percaya dengan jawabanku karena sejak tadi perempuan berwajah oriental itu terus memaparkan sisi baik Mas Ilham. "Kalau kamu mau menikah dengan Mas Ilham, maka silakan saja, Ndin. Orang tua dan Mas Dika ndak setuju. Lagi pula aku sedang dalam kebimbangan," jawabku jujur. Aku bimbang memikirkan perasaan Gus Hanan. Ah, terlalu banyak nama lelaki yang singgah dalam pikiran sampai aku kesulitan untuk memilih. Sebenarnya tadi malam salat istikharah, tetapi aku merasa b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status