All Chapters of GAGAL MENIKAH KARENA ORANG KETIGA: Chapter 51 - Chapter 60
100 Chapters
Bab 51
Jumat pagi biasanya aku membaca al-qur'an, kali ini tidak karena ada pesanan kue pastel untuk acara syukuran. Ibu memang menerima pesanan kue sejak enam tahun yang lalu. Tiba-tiba pintu rumah terketuk sangat keras, aku sampai ketakutan mengingat di film-film tamu yang berlaku seperti itu biasanya rentenir. Apakah ayah atau Mas Dika meminjam uang? Aku mengekor ibu karena tidak tega juga membiarkannya membuka pintu sendirian. Dengan basmalah kami membukanya berharap hanya tamu biasa. "Mana Dika?!" tanya seorang ibu-ibu yang aku tidak kenal siapa namanya. Dia bersama seseorang, mungkin anaknya. "Dika lagi kerja, Bu. Ini ada apa ya, datang menggedor pintu rumah kasar nanyain Dika juga." "Anak Ibu itu gak ada sopan santunnya!" omel ibu-ibu itu. "Maksudnya apa ya, Bu?" Aku ikut membuka suara karena tidak suka melihat orang bicara kasar di depan orangtuaku. Ibu-ibu itu memperkenalkan diri, oh ternyata namanya Bu Ajeng, sementara anakn
Read more
Bab 52
"Bu Wenda apa gak mau taubat? Bentar lagi bulan ramadan, loh!" sungutku kesal. "Gak usah sok-sokan ceramah kalau kalian saja gak lepas dari dosa!" timpal Bu Wenda. Aku tidak mengerti apakah Bu Wenda tulus meminta maaf kala itu. Jujur, dalam hati kesal juga bertetangga dengan mereka semua. Aku sampai bingung bagaimana cara menghentikannya. Kami memang banyak dosa, tetapi belum pernah memfitnah orang lain apalagi karena mendengar cerita dari satu sisi. Aku sangat ingin semuanya berakhir. "Lah lah lah, apa ini?" Andin tiba-tiba muncul di antara ibu-ibu. Dia terus melangkah hingga berdiri di samping Rara. "Ra, ngapain lo di sini?" Rara membisikkan sesuatu ke telinga Andin membuat sepupuku itu melotot sempurna. Aku juga bingung kenapa dia ada di sini biasanya lebih banyak menghabiskan waktu di luar karena orangtuanya sibuk. "Gue nuntut Dika karena sudah ngelecehin, Din," jawabnya dengan suara parau. Aku menyikut lengan Andin, dia ha
Read more
Bab 53
"Jika gula tahu akan manisnya cinta, pasti ia tertunduk malu karena manisnya tak seberapa."–Maulana Jalaluddin Rumi.***Sehari sebelum ramadan, aku duduk termenung di depan rumah menghadap tanaman yang baru diletakkan ibu dalam pot subuh tadi. Entah itu pot besar atau kecil, yang pasti jumlahnya lumayan banyak.Mata terpejam menikmati angin sepoi yang tiba-tiba menyapa menyentuh kalbu. Bibir mengukir senyum seolah hidup tanpa beban. Genangan air menjadi saksi bisu bagaimana hujan mengguyur bumi malam tadi."Yumna!"Aku menoleh, lalu menyahut, "iya?""Bukankah tanaman bisa menjadi sebab pikiran tenang? Dia mengeluarkan oksigen yang kita butuhkan. Warna hijau pun terlihat begitu damai."Aku tersenyum menanggapi kalimat Andin. Bukan hanya itu, aku bahkan senang melihat tetes-tetes embun pada daun dan bunga yang mekar."Kalau saja cinta seperti itu ...," lirih Andin lagi."Cinta seperti apa yang kamu maksud, Ndin?" ta
Read more
Bab 54
Lelaki itu mematung di depan rumah, dia memeluk diri karena hanya memakai kaos lengan pendek. Ingin menawari masuk rumah, tetapi hari sudah semakin sore takutnya hujan kembali turun sampai dian terjebak di sini.Memalukan untuk seorang lelaki yang sudah beristri apalagi kami terlibat masa lalu yang diketahui semua orang sekitaran sini. Situasi saja masih memanas. Breaking Hot! Namun, untuk membiarkannya pulang rasanya terlalu kejam padahal dia mengantar Mas Dika."Pakai jaket ini biar gak terlalu dingin!" Mas Dika tiba-tiba menyembul keluar dengan jaket tebal dan berbulu kesayangannya."Tidak usah, Dik. Lagian hujannya sudah reda.""Hujan yang reda, hawanya masih kerasa!" ketus Mas Dika, "pake gih! Besok ramadan, mau lu gak tarweh nanti malam?"Jiyah. Masku sudah mulai gaya-gayaan pakai lu gue.Mas Ilham meraih jaket itu dan memakainya. Tanpa aba-aba lagi, dia kembali ke motor dan melaju dengan kecepatan sedang. Aku hanya bisa menatap sendu
Read more
Bab 55
"Jangan menoleh ke belakang. Tiada seorang pun tahu awal mula terciptanya semesta. Jangan takut masa depan, tiada yang abadi untuk selamanya. Jika sibuk dengan masa lalu atau masa depan, kau akan kehilangan hari ini." –Maulana Jalaluddin Rumi. *** Fajar menyingsing, aku menutup al-qur'an karena sudah harus menyapu halaman depan. Puasa pertama pasti berlalu sedikit berat karena kemarin masih bisa makan. Sungguh, aku bahagia karena berjumpa dengan ramadan. Di kala puasa, kita tidak hanya menahan lapar dan dahaga, melainkan berhenti mencari aib seseorang untuk dijadikan bahan cerita. Jangan marah pun jangan melakukan hal-hal yang bisa memakruhkan atau menghilangkan pahala puasa. Puasa sebagai ajang melatih diri untuk lebih bersabar lagi. Dengan puasa, kita juga tahu bagaimana rasanya menahan lapar sepanjang hari karena tidak memiliki uang. Ini untuk mengingat faqir miskin. Di bulan ramadhan, dosa dilipat ganda, dosa diampuni dan sebagainya. "Eh, ada Yumna lagi menyapu." Aku mengangka
Read more
Bab 56
Aku : Apa, Mas? Sampaikanlah! "Sebenarnya aku sudah menjatuhkan talak satu pada Nurul sepulang dari percetakan menemui Dika." Mas Ilham mengirim voice note, aku terkejut mendengarnya. Separah apa kesalahan Nurul sampai menjatuhkan talak padahal pernikahan mereka baru sepuluh hari? Aku tidak ingin mengetahui terlalu jauh, tetapi sepertinya memang ada kaitannya dengan kami, makanya Mas Ilham memberitahu. Aku hanya mengirim stiker terkejut karena tidak tahu mau bilang apa. Ingin memberi nasihat juga jangan sampai kena imbas atau mendapat tuduhan pura-pura peduli padahal mau menarik hatinya. Lagi, Mas Ilham mengirim voice note. "Ada sesuatu yang harus aku sampaikan dan tidak boleh lewat chat begini, nanti kedengaran sama Nurul. Ini ada kaitannya dengan Dika." Suara itu terdengar sangat pelan. Setelah satu menit berlalu, semua pesan ditarik Mas Ilham. Aku membalas memintanya datang saja. Dia menyetujui, semua pesan aku hapus, kemudian melangkah ke luar. Rupanya masih ada Kevin di sini
Read more
Bab 57
Mas Dika yang tadi masuk kamar tiba-tiba ke luar dengan memakai jaket. Dia mengajakku ikut serta, lalu menyambar kunci motor."Tunggu, Mas! Aku ganti baju sebentar."Mas Dika tidak menjawab, hanya mengangguk pelan. Gegas aku menuju kamar dan mengganti pakaian. Hanya lima menit takut kelamaan menunggu.Kami melaju dengan kecepatan sedang. Mas Dika seperti mencari sesuatu. Namun, dia tidak mau memberitahuku. Katanya, nanti juga akan tahu sendiri. Beruntung baru jam sembilan pagi, rasa lapar belum sampai puncak.Tiba-tiba motor direm mendadak. Aku memindai sekeliling dan melihat Nurul tengah berdiri tidak jauh dari kami. "Turun!" titah Mas Dika.Aku menurut saja tanpa mau bertanya. Seperti pasangan, Mas Dika malah menggandeng tanganku atau mungkin berniat melindungi. Kami mensejajarkan langkah mengikis jarak hingga tersisa satu meter saja."Tidak ada yang mau kamu sampaikan, Nurul?" Mas Dika memulai pembicaraan.Nurul terkekeh pelan. "Se
Read more
Bab 58
Aku sangat tidak sabar menunggu waktu berbuka. Bukan karena lapar, melainkan penasaran pada cerita ibu. Aku kasihan pada Mas Dika yang tidak pernah ke luar kamar selain salat berjamaah ke masjid, dia nampak sedih sekali. Paling tidak kalau mengetahui cerita sebenarnya, akan mudah menemukan solusi. Itulah mengapa aku penasaran bukan semata-mata mencari tahu aib seseorang. Ketika menunggu, waktu berputar begitu lambat. Aku merasa sudah seharian duduk di meja makan menanti waktu berbuka puasa padahal sebenarnya baru satu jam. "Panggil Dika, lima menit lagi azan magrib!" "Iya, Bu." Aku melangkah pelan menuju kama Mas Dika. Pintunya masih tertutup juga dikunci. Berulang kali aku ketuk baru terbuka. "Mas, sebentar lagi buka puasa." "Iya, mas juga tahu itu!" ketusnya. Tidak ada pilihan lain kecuali mengekor di belakang saja. Aku harus bisa memaklumi bahwa Mas Dika tengah dilanda masalah berat, tentu suasana hatinya sedang tidak bersahabat. Kami berempat duduk di meja makan, bedug lang
Read more
Bab 59
Siang ini aku sudah siap untuk ke percetakan. Mas Dika menitip power bank, jadi aku harus ke kamarnya. Setelah mengambil kunci motor yang digantung dekat televisi, aku membuka pintu kamar Mas Dika.Mata memindai hati-hati berusaha menemukan powe bank yang katany ada di meja. Nihil, sepertinya Mas Dika lupa. Tanganku terus sibuk mencari, membuka laci demi laci tetap tida ada."Apa mungkin di lemari?" tanyaku pada diri sendiri karena cuma lemari lah yang belum aku buka.Tidak terkunci. Akubtersenyum sambil mencari power bank itu. Padahal ukurannya tidak kecil malah kesulitan menemukannya. Aku mempertajam penglihatan dan menemukan laci kecil di sudut bawah."Ketemu!" sorakku gembira.Namun, sesuatu yang ikut ke luar dari laci membuatku penasaran. Tanpa menunggu lama segera aku sambar dan membuka kertas itu perlahan.Surat dari Amel? batinku bertanya-tanya.~~~Assalamualaikum, Mas Dika.Apa kabar? Semoga baik-baik saja.
Read more
Bab 60
Aku menoleh dan melihat pada Mas Ilham. Dia tiba-tiba datang dengan pedenya mengaku ingin menyembuhkan trauma padahal dia lah penyebabnya. Kevin yang mulanya duduk langsung berdiri menatap Mas Ilham dengan tajam. Aku khawatir ada sesuatu yang terjadi. Beruntung ada Mas Dika sebagai saudaraku yang akan melindungi."Trauma itu akan disembuhkan olehmu?" tanya Kevin."Iya, kenapa? Asal kamu tahu ya, Yumna gak bakal nerima lamaran kamu karena udah cinta sama aku!"Kevin membuang pandangan beberapa detik, lalu masuk ke ruang sebelah dalam. Aku sendiri tidak tahu dia mau melakukan apa. Mas Ilham yang melihat itu tertawa, aku menegur mengingatkan kalau lagi bulan puasa."Gak apa-apa, aku melakukan ini supaya kamu gak nikah sama yang lain."Mata Mas Dika memicing. "Kalau saja bukan bulan puasa, kepalamu sudah kupecahkan!""Santai, Dik. Aku cuma bercanda."Bersamaan dengan itu Kevin kembali, dia seperti habis mengambil wudu. Masih
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status