All Chapters of Suami yang Tak Diinginkan: Chapter 251 - Chapter 260
305 Chapters
251. Keharmonisan yang Palsu.
“Oh... iya. Mama sampe lupa sudah janji bawa Alan jalan-jalan.” Juwita memegangi kepalanya. Dia benar-benar lupa, tak ada niat sama sekali berpura lupa dengan janji itu. Sebab pertengkaran dengan Hendra pula dia sampai menjadi kalap mencari Lilis, kemarin.“Baik, mama minta maaf, Sayang. Hari ini mama akan tepati janji,” ucapnya sangat menyesal.Setelah ingkar janji, dengan gampangnya Juwita meminta maaf dan membuat janji lagi. Hendra tidak ingin anaknya sekali lagi kecewa termakan janji Juwita, dia pun berdiri menghampiri mereka dan berkata, “Tapi aku yang bawa Alan hari ini. Kamu istirahat saja di rumah, pasti capek setelah kemarin sangat sibuk, kan?”Hendra menyindir secara halus sehingga Maria tidak mengerti keduanya sedang tidak baik-baik saja.“Lubang… Alan mau jalan-jalan sama mama.” Alan berteriak sambil bertanya, dan berkata pada Hendra, “Pa, Alan nggak mau ikut papa, maunya pelgi sama mama.”“Tapi, Lan. Mama capek dan butuh istirahat, kamu ikut papa saja,” kata Hendra lagi u
Read more
252. Merelakan Rumah Tangga Hancur
Juwita berpura tidak mendengar pertanyaan ibunya. Dia berpura sibuk mengisi sarapan untuk Alan, menghiraukan tatapan Maria yang penuh selidik. Sedangkan Hendra menghilangkan rasa khawatirnya dengan meminum sampai habis teh yang tadi Juwi siapkan untuknya. “Aku berangkat sekarang, ya. Perjalanan ke Bandung sering macet.” Dia segera berdiri mengulurkan tangan pada mertuanya. “Permisi, Ma.” “Ya, hati-hati di jalan, Hendra. Bawa lah sopir agar kamu tidak terlalu lelah menyetir, perjalanan itu tidak sebentar,” pesa Maria pada Hendra. “Baik. Saya akan membawa sopir.” Buru-buru Hendra meninggalkan meja makan, dia tidak punya jawaban jika mertuanya mengulang pertanyaan yang sama. “Alan, makan sampai habis ya. Kita harus punya tenaga cukup agar bisa bermain seharian.” Kini Juwita yang mendapat tatapan dari mamanya, membuat Juwi sedikit salah tingkah. Maria tidak melupakan begitu saja pertanyaan yang belum mendapat jawaban. “Mama tanya, tante siapa yang bawa Alan jalan-jalan? Kamu dan Hendr
Read more
253. Alan Menghilang
“Alan mainnya hati-hati, ya. Mama duduk di sini lihatin Alan,” kata Juwi melepas putra sambungnya memasuki arena bermain itu. Alan mengangguk antusias sedang Juwita memilih duduk di salah satu kursi untuk yang disediakan untuk orang tua mengawasi anaknya. Perut Juwita sudah mulai terlihat besar, tak terasa kandungannya memasuki bulan ke lima. Hal itu membuat geraknya tidak bebas seperti sebelum mengandung dulu, dia tidak bisa ikut ke dalam arena menemani Alan. Sembari melihat Alan yang tertawa bahagia dengan tumpukan bola-bola kecil itu, Juwita tersenyum. Ini adalah pengalaman pertama Juwi memasuki arena bermain untuk anak-anak, selama ini hanya tahu tempat seperti itu dari layar televisi. Sejak kecil, Juwita tidak pernah dibawa bermain oleh papa dan mamanya, sebab keduanya sangat sibuk dengan pekerjaan. Juwita tidak mempermasalahkan hal itu, dia tahu kedua orang tuanya harus bekerja sangat keras agar bisa seperti sekarang. Terkadang dia merasa bersalah pada Alan. Ketidaktahuannya a
Read more
254. Sebelum Hendra Tahu
“Alan, kamu di mana, Sayang?”Juwita sudah berputar-putar di sekitar arena bermain, mencari keberadaan Alan yang menghilang entah ke mana. Dengan perut yang sudah mulai membuncit, Juwi berlarian melihat ke segala arah berharap akan menemukan anak itu. Tapi sampai sudah lama dia mencari, Alan tidak juga ditemukan.Dia sangat lelah, kedua kakinya mulai pegal setelah berjalan sejak tadi. Juwita menjatuhkan diri di salah satu bangku yang disediakan untuk pengunjung.“Aku harus memberitahu Hendra. Aku tidak mungkin bisa menemukan Alan jika begini,” kata Juwita, lantas mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Tapi baru saja akan menekan tombol pemanggil pada suaminya, Juwi menghentikannya.Jika Hendra tahu hal ini, habis lah Juwita. Baru pertama kali membawa Alan pergi dengannya, anak itu sudah menghilang. Entah kata kasar apa yang akan Hendra katakan pada Juwita nanti, saat tahu anaknya menghilang di arena permainan.Alan adalah separuh dari hidup Hendra, memberitahunya hanya akan menambah m
Read more
255. Dia... Anakku?
"Ini bayaran lo. Ingat, jangan pernah kasih tau gue yang nyuruh lo nyulik dia. Paham?" Steve menyerahkan segepok uang pada laki-laki suruhannya, yang langsung diserobot cepat. Dengan mata berbinar dia tertawa menerima uang yang berjumlah tidak sedikit itu."Beres, Bos. Kalo bayarannya besar begini mah, gue bakal tutup mulut," jawab si lelaki sembari membuat gerakan mengunci mulut dengan tangan. "Bagus. Udah, lo pergi sana. Gue masih banyak urusan." Steve segera mengusir laki-laki itu yang berlalu meninggalkan dirinya. Sekarang mata Steve tertuju pada anak kecil yang menangis di ujung lorong, dia tertawa melihat uang yang lebih besar akan datang padanya. "Keluar sedikit uang tak mengapa demi uang yang lebih banyak," kata Steve tertawa lebar. Tak sia-sia Steve memata-matai rumah Juwita dan melihat perempuan itu keluar bersama Alan. Tadinya dia berniat akan menculik Alan langsung dari rumah Juwita, ternyata kesempatan itu justru lebih mudah. Juwita yang lalai menjaga Alan sangat ga
Read more
256. Ide Licik Dua Orang Gila.
Ketika Lilis akan menemui Alan, tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala Steve. Dia merasa ide ini akan sangat menguntungkan dirinya, lantas segera mencegat tangan Lilis."Tunggu sebentar, aku punya ide bagus buat kita," katanya. Lilis yang sudah bersemangat akan menemui Alan pun harus kembali berhenti mendengarkan ide yang dikatakan Steve."Ada apa lagi, sih? Tadi buru-buru suruh aku ketemu Alan, sekarang malah tunggu-tunggu.""Makanya dengarin, goblok! Jawab aja mulut lu." Steve sangat geram melihat Lilis yang selalu cerewet. "Ya udah, bilang. Aku dengar nih," kata Lilis dengan wajah cemberut."Begini. Lu jangan langsung kasih tau Alan kalau lu itu emaknya. Tapi, lu telepon aja Hendra dan minta sesuatu darinya." Tampaknya Steve selalu memiliki ide yang akan mencegah kelancaran rencananya. Tapi Lilis tak punya pilihan selain mendengarkan apa maksud laki-laki itu. "Terus, aku minta apa? Kalo kita langsung minta duit ke dia, yang ada Hendra bakal curiga, Steve. Gimana kalau ternyata s
Read more
257. Aku Ingin Bertemu
Saat mendengar dering teleponnya tadi, Hendra berharap itu adalah Juwita, ternyata perempuan lain yang sangat mengganggu. Suasana hati yang tidak baik-baik saja pun semakin buruk, sebab rasa kecewa. Hendra meletakkan ponselnya secara kasar ke dalam laci, dan lagi, dia memikirkan Juwita.Ya, Hendra merindukan kedekatannya dengan Juwita. Baru saja dia terkenang kemesraan yang mereka lalui selama ini, sebelum datangnya badai yang menerjang biduk rumah tangga ini. Dia merasa tersiksa karena harus terus berperang dingin dengan wanita yang dicintainya itu, tapi Hendra juga tidak tahu bagaimana akan menyampaikan rasa rindunya pada wanita itu. Masalah yang mereka hadapi terlalu besar dan pelik, tidak mungkin Hendra bisa mengabaikannya. Sebab itu, dia memilih pergi ke luar kota agar rasa rindunya sedikit berkurang.Sudah Hendra coba menyibukkan diri dengan pekerjaan, pergi ke luar kota sebenarnya hanya alasan agar rasa rindunya tidak semakin menggebu dia rasakan. Jika tidak pergi, mungkin Hend
Read more
258. Rasa yang Kecewa
Seperti yang Hendra pikirkan selama perjalanan pulang, masalah ini harus dituntaskan. Tidak keberatan dia mengalah dan menurunkan egonya, demi kebaikan rumah tangga mereka ke depan nanti. Meski pun hasil akhirnya akan mengecewakan, Hendra akan berusaha mencari solusi untuk mereka.Dia menarik napasnya panjang lalu kemudian berkata, “Ayo kita bertemu.”Beberapa detik berlalu, Juwita masih diam di dalam telepon. Mungkin perempuan itu sangat terkejut dan tidak menyangka, Hendra cukup memahaminya.“Aku rasa kita harus bicara.” Hendra menarik ponsel dari telinganya, memastikan panggilan itu belum terputus. Lalu kembali dia tempelkan benda itu di indra pendengarnya. “Halo, Wi, kamu masih di sana, kan?” tanya Hendra.“Ah, i-iya. Aku....” Juwita tidak tahu akan mengatakan apa, pikirannya sangat kusut sampai tak tahu bagaimana caranya menjelaskan. “Hen, aku sebenarnya masih ada urusan sedikit. Jika sudah selesai, aku akan segera menghubungimu.”Panggilan pun terputus begitu saja, tanpa jawaban
Read more
259. Tunggu Aku Menjemputmu.
Dengan hati yang hancur Juwita menatap layar ponselnya, dia tak bisa menghindar sekarang. Alan belum juga ditemukan sedangkan dia tidak mungkin terus mencari-cari alasan, kesabaran Hendra sudah habis terlihat dari pesan yang dia kirimkan.Karena itu, Juwita tak bisa berkelit lagi. Dia menekan layar ponselnya untuk melakukan panggilan pada Hendra. Tak sampai pada panggilan ke dua, Hendra mengangkat panggilan video call dari Juwita.Wajahnya terlihat bersinar, Hendra seakan baru saja memenangkan hati Juwita, dia segara tersenyum pada istrinya.“Wi, kalian di mana? Apa itu masih lama?” tanya Hendra hati-hati. “Maaf, aku tidak tega Alan akan mengantuk menunggumu, aku akan menjemputnya jika kamu masih sibuk.”Namun melihat sorot mata Juwi yang sangat putus asa, senyum Hendra pun memudar perlahan. Alisnya mengerut, dia membaca suasana hati yang istri yang tampak tidak baik.“Juwita, ada apa? Kamu sedang tidak baik? Katakan apa yang terjadi,” bujuk Hendra, suaranya dibuat serendah mungkin. M
Read more
260. Tak Ingin Melihat Wajahmu!
Terburu Hendra memasuki kantor kepolisian, dan melihat istrinya duduk di salah satu bangku tunggu di lorong itu. Juwita menangkupkan ke dua tangan ke wajahnya, dengan wajah tertunduk seperti sangat putus asa. Merasa iba, Hendra mendatangi Juwita dan mengelus pundak istrinya.“Wi, ada apa? Kenapa kamu di sini? Apa yang terjadi?” tanya Hendra random. Dia belum menyadari Alan tidak berada di sekitar istrinya, hanya mengkhawatirkan sang istri.Juwita tidak berani menatap wajah Hendra. Dia tetap dengan posisinya, hanya isakan pelan yang keluar dari mulut wanita itu. Hendra melihatnya pun menjadi semakin yakin bahwa Juwi sedang dalam masalah.“Apa yang terjadi? Ada masalah yang sangat besar?” tanya Hendra lembut.Ada rasa bersalah di dalam hati Hendra. Dia bahkan tak tahu istrinya tengah menghadapi sebuah masalah. Tangis Juwita yang semakin terdengar memilukan hati lelaki itu. Dia sangat egois, tidak memikirkan mental sang istri yang seharusnya mendapat dukungan.“Maafkan aku, seharusnya ak
Read more
PREV
1
...
2425262728
...
31
DMCA.com Protection Status