All Chapters of The Beauty & The Monster: Chapter 11 - Chapter 20
102 Chapters
Bab 11
Seungmo sudah siap dengan pedangnya namun ia tak menemukan apapun di antara keramaian. Suasana pasar tampak seperti biasanya, hanya saja sebagian barang-barang milik para pedagang tampak berantakan. Kedua mata Seungmo menelusuri ke setiap sudut pasar, namun ia tak menemukan hal yang mencurigakan. Bahkan setetes darah pun tak ia temukan di sana. "Ada apa ini?" Seungmo menyarungkan lagi pedangnya dan berjalan menghampiri penduduk yang terduduk di permukaan tanah. "Seorang pencuri baru saja ke sini dan membuat kekacauan. Dia mengambil beberapa buah dan pergi dengan cepat, entah apa saja yang dia ambil," jawab salah seorang pedagang. Kedua alis Seungmo saling bertaut. Ia menatap kekacauan di sekitarnya, lalu beberapa saat kemudian Tuan Hwang berlari ke arahnya dengan raut wajah yan sulit diartikan. "Ada apa ini?" Tuan Hwang menatap keadaan di sana. Namun, Seungmo justru terfokus pada ekspresi lain di wajah milik Tuan Hwang. "Kenapa ekspresi wajahmu seperti itu? Apa ada sesuatu yang l
Read more
Bab 12
Berbagai medan dilalui dengan susah payah oleh Yooshin. Salah satu kakinya cedera selepas terjatuh. Ia pun sempat tak sadarkan diri, beruntung tak ada binatang buas yang melahapnya di sana. Entah ada di mana Nara sekarang. Entah gadis itu masih hidup dan berada di suatu tempat, atau justru sekarang ia tengah melihatnya dari atas surga. Apapun yang terjadi, Yooshin berharap Nara akan baik-baik saja, meskipun pada kenyataannya ia ingin sekali bertemu dengan gadis itu. Langkah Yooshin terhenti saat kepalanya berdenyut. Entah sudah hari ke berapa ia mencari keberadaan Nara, namun tak kunjung menemukannya. Bahkan ia tak menemukan adanya jejak sedikitpun dari kejadian beberapa waktu lalu, termasuk serpihan-serpihan kayu dari peti yang lenyap entah ke mana, mungkin sudah ditelan lautan. "Aku tidak menyangka dia akan melakukan hal senekat itu." Yooshin bergumam. Nara benar-benar melewati batas dan mengorbankan diri. Bagaimana bisa dia tak menyadari kalau norigae yang dip
Read more
Bab 13
Orang-orang beramai-ramai pergi ke perbatasan hutan begitu mendengar kabar ada mayat di sana. Begitu mereka sampai, mereka terkejut karena mayat yang ada di sana ternyata putra Tuan Hwang. Salah satu dari mereka pun memberanikan diri mendekat untuk melihatnya dengan lebih jelas. "Astaga, ini benar-benar Tuan Yooshin!" Ia langsung mengecek denyut nadi pemuda itu."Bagaimana? Apa dia masih hidup?" tanya salah seseorang di belakangnya."Dia masih hidup. Kudengar Tuan Yooshin tidak kembali ke rumah selama beberapa hari terakhir untuk mencari Nona Nara." Dengan menyesal pria itu menatap wajah Yooshin yang pucat. "Kurasa ini juga perbuatan Moa." "Tapi kenapa Moa masih membiarkannya hidup?" tanya yang lain.Si pria menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu apa alasannya namun kita harus segera membawanya ke kediaman Tuan Hwang dan mengobati lukanya. Cepat bantu aku." Beberapa orang mendekat dan membantu mengangkat tubuh Yooshin dan pria
Read more
Bab 14
Nara diam-diam melirik Moa yang berada tidak jauh di dekatnya. Gadis itu memainkan sebuah ranting pohon di atas bebatuan di sekitarnya dan sesekali melempar batu-batu kecil ke arah sungai. "Kenapa kau menatapku begitu?" tanya Moa tanpa membuka kedua matanya. Nara tersentak pelan. "Tidak, hanya saja-" Ia menahan napas sejenak, sebeum kembali melanjutkan, "kau bisa mengubah wujudmu menjadi seperti ibu atau bahkan ayahku. Tidakkah kau ... mau melakukannya lagi kali ini?" Nada bicara Nara terdengar memelan. Kedua mata Moa terbuka dan langsung menatap gadis itu. "Apa kau bisa melakukannya? Sekali saja. Hanya sebentar." "Kenapa kau ingin aku melakukannya?" "Aku hanya merasa sedang merindukan ibuku." Nara tersenyum samar dan menghapus sesuatu yang jatuh dari sudut matanya dengan punggung tangan. Moa terdiam. Ia bisa melihat dengan jelas kalau Nara tengah menahan isakannya agar tidak terdengar. "Aku tahu kau yan
Read more
Bab 15
Nara berdiri begitu akar-akar itu bergerak menjauh hingga akses ke istana Moa terbuka. Gadis itu sempat memundurkan langkahnya. Siapa yang datang? Apakah orang lain? Apakah penduduk berhasil menemukannya dan mengalahkan Moa?Tapi--Kedua netra milik gadis itu membulat tatkala melihat Moa yang masuk dengan keadaan sempoyongan dan berlumuran darah. Gadis itu secara refleks menangkapnya begitu tubuh Moa kehilangan keseimbangan dan ambruk. Napas makhluk itu terengah. "Kau terluka." Nara berujar pelan begitu menyadari tangannya yang ikut berlumuran darah. "Menjauhlah," lirih Moa."Tapi kau terluka.Kau sebaiknya--" "Kubilang menjauh!!" Tubuh Nara terhempas ke belakang oleh dorongan Moa. Namun Nara memanglah keras kepala. Bahkan di saat Moa terluka, dia memilih untuk mengobati luka milik makhluk itu, mengabaikan kalau kesempatan itu cukup langka baginya. Gadis itu terkejut melihat tangan Moa yang berlumuran darah. Apakah ma
Read more
Bab 16
"Jika Nona Pendeta ternyata masih hidup, bukankah seharusnya dia kembali?" Seorang wanita berujar seraya menghentikan kegiatan menyapunya. Salah seorang wanita yang beberapa saat lalu menghampirinya itu pun mengangguk pelan. "Kau benar. Apa sekarang dia jadi berpihak pada Moa? Atau mungkin Nona sudah mati?""Kurasa Nona Pendeta masih hidup. Jika dia sudah mati, tidak mungkin Tuan Hwang mengirimkan orang untuk pergi ke hutan. Tuan Hwang tidaklah bodoh. Dia pasti bisa membaca rencana Moa. Itu artinya, kemungkinan Nona Pendeta masih hidup," ujar yang lain. "Tapi sekarang desa kita ini terancam. Jika Moa mengamuk lagi seperti kemarin, kita semua bisa mati. Tuan Hwang dan Tuan Seungmo terluka parah dan mustahil bagi mereka untuk mengalahkan Moa. Lagi pula perbatasan sudah dibakar habis oleh Tuan Seungmo. Dia bahkan berniat membunuh cucunya sendiri. Tapi apa menurut kalian, Tuan Seungmo memiliki rencana lain? Apa dia sengaja melakukannya? Untuk memancing Moa?"
Read more
Bab 17
Tubuh Nara pasti sudah jatuh ke bawah jika saja seseorang tidak menahan tangannya. Gadis itu sudah menangis, dan dalam peglihatannya yang buram ia melihat seseorang. Nara terisak saat menyadari Moa ada di sana. Perlahan tubuhnya ditarik kembali ke atas. "Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Moa. Di tengah isakannya, Nara mengangkat salah satu tangannya. Ia menunjukkan sebuah tanaman obat yang berhasil dia dapatkan pada Moa. Kedua alis Moa bertaut. "Apa itu? Tanaman obat?"Nara mengangguk. "Aku berniat memberikan ini padamu tapi aku malah terpeleset. Kau lagi-lagi menolongku." "Dan tanaman itu pada akhirnya akan kau gunakan sendiri." Moa menggendong tubuh Nara dan membawanya pergi dari sana. "Lukamu sudah sembuh?" tanya Nara. "Hm. Sudah kubilang lukaku akan membaik dalam kurun waktu 24 jam. Kenapa juga kau harus bersusah payah mencari tanaman obat?" Nara menunduk. Selain ia melupakan tujuannya untuk
Read more
Bab 18
Di bawah malam purnama itu, Kiara dan Moa melakukan perjanjian tanpa sepengetahuan orang-orang. Keduanya bertemu di perbatasan hutan dan melakukan perjanjian di sana. "Jika aku berhenti membantai penduduk, kau akan menyerahkan dirimu padaku?"Kiara mengangguk. "Aku akan datang padamu, jadi kau bisa membunuhku. Tapi ingat, kau juga harus menepati janjimu padaku.""Aku pegang janjimu. Namun jika kau mengingkarinya, akan aku pastikan seluruh keluargamu akan aku habisi, termasuk putri semata wayangmu itu." Kiara mengepalkan kedua tangannya. ***Kedua mata Moa terbuka lebar dan ia mendudukkan tubuhnya. Mimpi tentang perjanjian bersama Kiara selalu berulang dan membuat tidurnya tak tenang. Setelah sekian tahun, ia tidak bisa melupakan dendamnya begitu saja. Moa menatap pedang miliknya. Pedang berwarna silver itu menyimpan sisi gelap Kiara di dalamnya, dan siapa sangka kalau sisi gelap milik Kiara lah yang membuat kekuatan pedangnya
Read more
Bab 19
"Ada apa?" Nara bertanya begitu Moa berhenti secara tiba-tiba. Pria itu tiba-tiba berputar balik dan membawa Nara pergi ke arah lain. "Ada apa?" Nara kembali bertanya."Seseorang memasuki hutan." Moa menjawab. "Ma-manusia?" Moa mengangguk. Ia dan Nara berlari menuju sebuah pohon besar. Moa tiba-tiba melepas mantelnya dan memakaikannya pada Nara. "Kau diam di sini dan jangan berani kabur," titahnya, lebih terdengar seperti ancaman. Setelah itu, dengan cepat Moa pergi dari sana dan menghilang dari pandangan Nara. Gadis itu semakin menyudutkan tubuhnya ke pohon. Kalau pun dia nekat pergi, bau dari mantel itu akan tetap bisa tercium oleh Moa dan makhluk itu akan dengan cepat menemukannya. "Kali ini siapa lagi yang datang?" gumam Nara. "Apakah kakek kembali ke sini?" Sementara itu Moa pergi mencari sosok yang menginjakkan kaki ke dalam hutannya. "Ini tidak hanya seperti langkah manusia, namun juga--"
Read more
Bab 20
"Nara--" Yooshin yang semula berniat maju mendekati Nara langsung berhenti saat Moa mendekat ke arahnya. "Aku sudah memperingatkanmu sejak awal. Seharusnya kau menurut dan menyerah saja," ujar Moa. "Aku tidak akan pernah menyerah padamu." Yooshin mencabut pedang miliknya tanpa melepas tatapannya barang sedetik pun. Ia lalu menatap Nara di belakang sana. Gadis itu tak bisa berbuat banyak dan tampak begitu khawatir. "Setidaknya dia masih hidup karena aku tidak membunuhnya langsung. Seharusnya kau bersyukur." Moa tersenyum miring. Ia berjalan memutari Yooshin. "Kau tahu kenapa aku masih membiarkanmu hidup hingga detik ini? Karena ... gadis itu yang menyuruhku." Moa memegang kedua bahu Yooshin dan menunjuk ke arah Nara. "Nara ... ""Dia memintaku untuk tidak membunuhmu." Dari posisinya, Moa bisa melihat kedua mata Nara yang berkaca-kaca. Netra milik gadis itu tampak berkilau karena pantulan cahaya api berwarna biru di sekelilingnya. 
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status