Semua Bab Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa ): Bab 71 - Bab 80
100 Bab
71
Mata cantik itu mengamati sosok yang tengah menimang anak mereka. Nabil, bayi berusia beberapa hari itu mengganti siang menjadi malam, dan malam menjadi siang. Saat siang hari, dia menghabiskan malam untuk tidur, sedangkan di malam hari, dia bangun dan menangis bahkan sampai subuh.Keke tersenyum, melihat mata Bujang terpejam karena menahan kantuk, dengan bayi merah yang mulai lelap di tangan kokohnya."Bang, Bang!" bisik Keke, takut membangunkan bayi mereka yang mulai tidur di jam empat subuh."Hmm?" sahut Bujang membuka matanya yang sudah sangat berat."Tidurlah! Biar Keke yang jaga Nabil. Abang sudah sangat mengantuk.""Tidak apa, kamu tidur saja, Ke. Abang masih kuat."Begitulah Bujang, pria yang sangat penyayang dengan istri. Dia takkan membuat Keke bergadang karena mengasuh anak."Keke sudah cukup tidur, giliran abang yang istirahat," jawab Keke sambil merubah posisi berbaring menjadi duduk. Bujang menatap Keke ragu."Yakin sudah cukup tidur, Ke?" tanya Bujang sekali lagi."Yaki
Baca selengkapnya
72
"Jadi orang kampung itu tetap tak tergiur dengan uang yang kita tawarkan?" Suara seorang wanita cantik dengan stelan kantor yang amat elegan bersuara. Suara itu menggema memenuhi ruangan rapat yang hanya tinggal satu orang saja di sana."Tidak, saya sudah berusaha memberikan harga tertinggi, tapi pria itu tetap saja tak mau.""Sialan!" umpat wanita itu. "Rumah tua, gudang perabotan, hutan jati yang menjorok ke jalan, hanya akan membuat hotel yang akan kita bangun menjadi jelek. Aku ingin tau, berapa harga yang dia inginkan!"Pria berjas abu-abu dan berkulit putih itu menghela napas. "Bahkan, walau dibeli dengan segunung harga emas, dia takkan menjualnya.""Sialan!" umpatnya lagi. "Aku sendiri yang akan menemuinya." "Bu Anne!" seru pria muda itu."Biarkan saja! Kepalanya terlalu keras untuk mendengarkan saran dari asisten seperti kamu!" Sebuah suara asing menyahut. Pria yang dikatakan sebagai asisten menunduk, lalu berjalan mundur, meninggalkan ruangan rapat itu.Tinggallah wanita ca
Baca selengkapnya
73
Anne mematut pria yang memandang enggan padanya. Selama ini tak ada yang berani mengabaikan kecantikannya, semua pria seakan merasakan dunia berhenti tatkala melihat wajahnya."Jadi, benar Anda pemilik tanah dan hutan jati ini?" ulang Anne. Dia seakan tak yakin, dengan penampilan Bujang, tak mungkin dia memiliki hutan yang amat besar dan tanah yang begitu luas."Apa anak buah Anda tak memberi informasi yang lengkap?" tanya Bujang, dia agak jengkel dengan wanita kota yang minim sopan santun seperti Anne. Bujang memakai kaos singletnya cepat, karena risih dengan mata Anne yang menilainya."Seharusnya Anda tak seperti ini menyambut tamu." Anne berjalan masih dengan memangku tangan, melengokkan kepala pada isi gudang Bujang yang dipenuhi perabotan."Anda tak seharusnya begitu saat datang ke rumah orang," sahut Bujang tak peduli, dia malah menyalakan mesin amplas kembali tanpa menghiraukan Anne. Anne kesal luar biasa. Dengan sigap, dia menemukan colokan listrik sehingga mesin itu berhenti.
Baca selengkapnya
74
Anne melempar sepatunya begitu saja, saat memasuki kamar, dia sudah menemukan sosok pria yang bersandar ke sisi tempat tidur yang mewah itu. Dengan santai, Anne mengganti semua pakaiannya tanpa mengacuhkan suaminya. Pria tampan yang wajahnya terlihat tak berdaya itu hanya menonton tanpa bisa melakukan apa-apa. Anne adalah wanita yang amat cantik, dia cerdas dan sangat handal dalam mengelola bisnis. Tak hanya lahir dari keluarga kaya dan pengusaha, Anne dianugrahkan otak yang cerdas sehingga bisa menyelesaikan kuliahnya di luar negri dengan tepat waktu."Apa kita akan terus seperti ini?" tanya Anne, mendekat pada pria itu dan mengusap rahangnya sekilas. Sebagai wanita yang kesepian dan tak pernah diberikan kebutuhan bathin, Anne merasakan hidupnya gersang. Cinta saja tak mampu membuat jiwanya menghangat. Semakin hari, pernikahan mereka semakin kacau dan dingin.Pembicaraan hanya seputar itu saja. Anak."Kau tampan, tapi aku butuh penerus, sementara kau tak bisa melakukan tugasmu sebaga
Baca selengkapnya
75
"Kenapa Abang menatap Keke seperti itu?" tanya Keke yang merasa malu ditatap penuh makna dari Bujang."Seperti apa?" tantang Bujang meraih pinggang Keke, dalam sekejap Keke sudah pindah ke pelukannya. Keke terkikik kecil, sedangkan Nabil menatap mereka dengan mata lugunya."Malu dilihat anak, Bang." Keke mendorong pelan bahu Bujang saat pria itu mengendus lengannya."Memangnya kita sedang apa?" Bujang pura-pura bodoh."Nggak tau, ah." Keke menarik diri, meninggalkan Bujang yang tersenyum simpul. "Bang, besok Keke seharian di rumah ibu, boleh?"Keke ketar-ketir, sejujurnya dia ke rumah Ibunya untuk menyiapkan kejutan untuk Bujang, karena besok hari ulang tahun pria itu."Kau semakin sering meninggalkanku di rumah.""Jadi, nggak boleh?" sahut Keke menggigit bibirnya. Jika Bujang tak mengizinkan, maka persiapan akan batal begitu saja."Jangan terlalu lama di rumah Ibu, kalau aku rindu, bagaimana?" tanya Bujang sambil memakai kemejanya kembali, ada pekerjaan yang harus diselesaikan malam
Baca selengkapnya
76
"Permisi!"Bujang mendengkus malas. Lihat siapa yang datang pagi ini, setelah selesai mengangkut barang pesanan pada pemesan, dia kedatangan tamu yang tak diundang pagi ini."Permisi!" kata wanita yang tak lain adalah Anne. Wanita yang bertekad akan melakukan apa saja demi bisa merebut tanah Bujang. Tak bisa dengan jalan kasar, dia akan gunakan cara yang halus. Sebenarnya dia tak suka dengan Bujang, apalagi dengan ekspresi pria yang dingin itu. Tapi ini semua demi ambisinya yang akan mendatangkan keuntungan yang amat besar."Ada apa ke sini? Jika Anda ingin membahas tanah itu lagi, lebih baik Anda kembali pulang, saya tak akan berubah pendirian." Bujang berbicara tanpa melihat Anne. Wanita itu merusak moodnya pagi ini."Oh, bukan, saya tidak akan membahas masalah itu sekarang. Tapi, saya ingin bersilaturrahmi ke sini, sebagai pendatang yang akan berinvestasi di sini, saya tentu harus mengenal masyarakat sekitar. Oh, ya, boleh saya bertemu dengan istri Anda?"Bujang diam saja, kebetula
Baca selengkapnya
77
Keke mendapati Bujang sangat pendiam hari ini. Bahkan dari pagi sampai malam ini, pria itu berbicara seperlunya saja. Setelah anak-anak mereka tidur, Keke menggunakan kesempatan itu untuk berbicara dengan Bujang."Abang kenapa hari ini?"Bujang yang sedang mengganti bajunya melihat sekilas pada Keke."Tidak ada apa-apa.""Tapi hari ini Abang lebih banyak diam.""Iya, karena lagi lelah. Lelah bicara.""Abang marah sama Keke?" tanya Keke tanpa menyerah. Diamnya Bujang membuat dia merasa tak enak hati."Tidak.""Terus?""Aku hanya tak suka dengan wanita yang datang tadi pagi.""Mbak Anne?""Entah siapa namanya.""Oh, dia datang dengan maksud baik, kok, Bang.""Kau tau dari mana dia punya maksud baik?" Bujang duduk di sebelah Keke. Menatap istrinya itu lurus. Keke gelagapan, jika sudah dengan nada begini, Keke harus menyiapkan mental untuk menjawab Bujang."Tak ada yang tau hati seseorang, Ke. Apalagi orang asing. Orang seperti dia tak perlu dekat denganmu, dalam hidupnya yang ada cuma bi
Baca selengkapnya
78
"Tak ada pilihan, Anne. Kamu harus memiliki anak, perusahaan dalam bahaya jika kau tak memiliki keturunan, karena kau anak tunggal!" tegas pria berambut mulai keabuan tapi masih tampak gagah di usianya yang tak lagi muda.Anne mendesah bosan dengan pembicaraan yang begitu-begitu saja. "Papa tau pasti, aku takkan mendapatkannya. Hendrik bukan pria yang sempurna. Aku lelah jika harus mengatakan ini terus menerus."Pria baya itu, menatap Anne dengan tatapan tegas."Yang mandul itu suamimu, bukan kamu. Bagiku, ini bukan perkara sulit. Kau tinggal bercerai dengannya dan menikah lagi, apa susahnya!""Papa!" seru Anne kaget. Selama ini memang papanya tak pernah menyukai Hendrik, mereka menikah dengan restu yang diberikan secara terpaksa oleh papanya, demi rasa cinta sang ayah pada Anne. Papanya menatap ke luar gedung, tatapan tajam seorang pengusaha yang tak pernah mau mundur dalam perkara keuntungan."Apa yang kau harapkan dari Hendrik? Pria tak punya apa-apa bahkan tak bisa memberi seora
Baca selengkapnya
79
"Abang masih marah?" tanya Keke. Anne telah pulang satu jam yang lalu saat mendapatkan telepon dari seseorang. Dia sengaja menarik Bujang ke dalam rumah agar percakapan ini tak disimak oleh Luqman. Berapa kali pun Keke berpikir, dia tetap merasa ada yang mengganjal di pikirannya. Selain perubahan sikap Bujang yang dingin, juga bayangan tatapan Anne tadi pagi yang terbayang terus di matanya."Aku rasa kau tak perlu tau aku marah atau tidak, karena tak ada pengaruh apa pun pada sikapmu, Ke. "Keke menunduk, merasa bersalah. "Maafkan Keke, tapi sungguh! Keke tak menyuruh dia kembali bertamu ke sini, dia yang datang sendiri."Bujang menoleh, menatap istrinya itu dengan tatapan yang serius. Untung saja anak mereka tengah tidur sehingga punya waktu yang aman untuk bicara."Dan kau tak berniat melarangnya, kan? Aku butuh ketegasanmu, Ke. Anne bukanlah orang yang baik, dia melakukan sesuatu bukan karena tulus ingin berteman denganmu, ada sesuatu yang direncanakannya untuk keuntungannya send
Baca selengkapnya
80
"Apa tak sebaiknya rambutku dipotong saja, Ke?" tanya Bujang sambil memperhatikan penampilannya di depan cermin."Jangan, Keke lagi senang dengan penampilan Abang yang begini." Keke mendekat, mematut Bujang dengan mata berbinar. Dia kagum, pria itu entah kenapa malah makin gagah setiap hari."Aneh, sejak melahirkan Nabil, seleramu menjadi berbeda. Biasanya kau paling anti rambut panjang."Keke tersenyum, memeluk Bujang dari belakang. Begitu hangat punggung itu, menjanjikan perlindungan dan masa depan. Bujang benar, mereka sudah sempurna selama ini, kehadiran orang baru seperti Anne hanya membuat mereka bertengkar."Oh,ya, Bang. Jika ada tawaran mengajar yang tidak harus masuk setiap hari, apakah Abang izin?" Keke menatap Bujang penuh harap. Sejujurnya Bu Leha, guru PNS yang berada di sekolah menengah pertama yang dekat dengan rumah ibu Keke, menawarkan untuk jadi tenaga honorer, yang hanya masuk di jam pelajaran saja. "Apa kau ingin bekerja, Ke?" tanya Bujang serius.Keke mengangguk,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status