All Chapters of Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa ): Chapter 41 - Chapter 50
100 Chapters
41
Tujuh tahun yang laluKamar berukuran lima kali enam meter, dengan jendala yang menghadap ke matahari terbit. Di sebuah tempat tidur itu, sosok tubuh tidur menghadap ke jendela. Sesakali air mata meleleh di pipinya.Dia bukannya wanita pemalas yang suka tidur dari pada bekerja. Namun, kabar kali ini membuat persendiannya lemah. Dia kecewa dan bersedih.Dia hanya wanita tua yang memiliki anak tunggal dan tak memiliki saudara. Anak tunggalnya pun adalah laki-laki. Bukan dia tak mau memiliki anak yang banyak, tapi mungkin dia kurang subur sebagai wanita, karena untuk mendapatkan Bujang saja dia harus berobat terlebih dahulu.Wanita yang berusia sekitar enam puluhan itu menoleh saat ada sentuhan lembut di bahunya. Dia bukannya tak tau bahwa seseorang telah masuk ke kamarnya, tapi dia merasa enggan menoleh."Bu," suara besar tapi terkesan penuh kasih itu adalah milik putranya. "Aku ingin bicara."Wanita yang tak lain adalah ibunya Bujang itu bangun dari pembaringannya. Menatap wajah lelah
Read more
42
Selama empat puluh hari, ibu Keke bolak balik ke rumah membantu semua pekerjaan rumah. Sebenarnya Bujang tipe laki-laki yang telaten, bahkan sudah dua Minggu si kembar dimandikan oleh Bujang, awalnya Keke merasa ngeri sendiri, Bujang terbiasa memegang kapak, alat pertukangan dan kayu, dia khawatir bayi yang masih merah itu akan remuk di tangan Bujang, tapi Bujang sangat gigih untuk belajar, karena tak mau terlalu merepotkan mertuanya.Di hari keempat puluh satu, ibu Keke tak datang lagi, menurut kebiasaan orang masyarakat, di hari keempat puluh satu itu wanita yang baru melahirkan bisa dikatan 'keras', atau sudah bisa bekerja sedikit karena darah nifas sudah selesai. Sedangkan selama empat puluh hari sebelumnya, wanita yang habis melahirkan tak boleh melakukan apa-apa, hanya menyusui anak.Saat ini mereka tengah menggendong bayi mereka, bayi perempuan yang diberi nama Adelia, dan laki-laki diberi nama Adelio. Sebenarnya awal pemberian nama itu, Bujang kurang setuju, dia menganggap nam
Read more
43
"Sebentaaaar," seru Keke. Dia tengah berkutat di dapur, sementara Delia dan Delio digendong di kiri dan kanan Bujang. Delio menangis keras, sedangkan Delia menatap saudara kembarnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca."Masih lama, Ke?" tanya Bujang yang mulai kebingungan mendiamkan Delio, Delio semakin menggeliat dan suara tangisnya bertambah keras.Delia ditaruh oleh Bujang di dalam box bayi. Delia malah menangis keras, bahkan lebih keras dari suara Delio, akhirnya Bujang mengambil Delia kembali. "Dua-duanya menangis," kata Bujang bicara sendiri. Ternyata mengasuh anak itu tidak mudah, bahkan sehari ini Bujang belum menyentuh kayu sama sekali."Sedikit lagi cabenya matang," sahut Keke dari dapur. Keke bahkan tak fokus. "Ya ampun, sayurnya kehabisan air.""Matikan saja dulu api kompornya, nanti lanjut masak lagi.""Kita belum makan siang," sahut Keke frustasi."Susukan Delio dulu, biar aku yang menggantikan di dapur.""Ayo! Sini, gantian, ya!" kata Keke mengambil Delio lebih dulu, k
Read more
44
Delia sudah tenang dan bermain sendiri di dalam box-nya. Sedangkan Delio masih menyusu, dia menghisap sumber kehidupan itu seperti takkan ada hari esok, bahkan setelah disusukan kanan kiri dia belum juga kenyang.Bujang mengamati wajah Keke yang masih termenung sendiri. Walaupun sudah cukup tenang, tapi kondisinya belum begitu normal. Wajah murung tanpa alasan yang jelas.Bujang menyadari, sejak Ibu Keke kembali ke rumah karena masa empat puluh hari telah selesai, Keke menampakkan gelagat tak biasa, dia sering bersedih tanpa sebab, bahkan kebingungan saat bayi mereka serentak menangis.Ini baru pertama kali Bujang meninggalkannya di rumah. Karena pekerjaan terbengkalai karena Bujanh juga fokus pada bayi mereka.Bujang pikir semua akan baik-baik saja, ternyata mendapati pemandangan yang membuat hatinya miris. Delia dan Delio tergeletak begitu saja di atas lantai."Ke," sapa Bujang lembut, dia menyentuh bahu Keke, sehingga istrinya itu menengadah padanya. Tatapan Keke kosong, tapi setid
Read more
45
Menjadi orangtua, tak sesederhana yang dipikirkan orang-orang. Apalagi orangtua baru yang sama sekali tak berpengalaman mengurus bayi, pasti akan menjadi pengalaman yang luar biasa. Ada bahagia, sedih, haru dan putus asa.Delapan bulan sudah umur Delia dan Delio. Mereka tumbuh menjadi bayi yang sehat. Namun, walaupun mereka kembar, perkembangan mereka berbeda. Delia berkembang lebih cepat, dia sudah bisa duduk sendiri, bahkan belajar merayap ke dinding. Sedangkan Delio agak lambat, dia masih merangkak, belum bisa duduk."Bang, sepertinya Delia buang air besar," kata Keke, dia sedang menyantap makan malamnya. Sejak punya bayi, mereka jarang makan serentak, pasti bergantian, dua bayi mereka lagi aktif-aktifnya. Lengah sedikit saja, pasti ada yang cidera, seperti Minggu lalu, kening Delia benjol karena jatuh dari ayunan saat Keke sibuk menyusui Delio. "Kita tunggu dulu agak lima menit, kemaren begitu, mungkin belum tuntas, eh, dia nambah."Keke tertawa, dia masih mengingat, betapa terpa
Read more
46
Menikah, hamil dan punya anak. Mungkin adalah sebuah status yang diidam-idamkan semua orang. Tak ada wanita yang benar-benar ingin melajang seumur hidup. Tak ada juga wanita yang ingin mati di kasurnya yang dingin tanpa ada anak-anak dan suami di sampingnya.Fitrah wanita itu, hamil, melahirkan dan merawat anak-anaknya. Wanita diciptakan sesempurna sempurna bentuk. Rahim yang kokoh, sepasang dada yang berfungsi untuk menyusui.Hamil, tidaklah mudah, tri semester ke dua, tepatnya setelah Keke tau dia hamil, kehamilannya dipenuhi ujian, mulai dari muntah berkepanjangan, tak bisa makan dan beberapa kali dirawat di rumah sakit. Kehamilan itu tidak mudah, semua wanita pasti sepakat. Setelah masa muntah reda, keluhan lain akan dirasa, perut yang semakin berat, kaki yang bengkak, susah tidur di malam hari, bahkan sakitnya kontraksi palsu.Wanita diciptakan jadi ibu, meregang nyawa demi melahirkan buah hatinya ke dunia. Tapi rasa sakit seakan sirna saat mendengar suara tangis bayi mereka unt
Read more
47
Bujang meninggalkan pekarangan rumah dengan tersenyum. Semua perdebatan dengan Keke tadi, sangat berkesan baginya, kadang-kadang mengerjai Keke menjadi kesenangan tersendiri, bisa melepas penat setelah bekerha. Sebenarnya, dia juga tak memaksa Keke untuk melahirkan kembali setelah hamil kedua ini, dia tau betul betapa Keke kewalahan, mulai dari masa hamil, melahirkan dan mengasuh anak-anak mereka. Akan tetapi, mengusili Keke menjadi candu tersendiri bagi Bujang."Ayo! Aku yang menyetir atau kau, Jang?" Luqman membuka pintu, duduk di samping kursi kemudi."Biar aku saja dulu, nanti pas pulang, baru Abang.""Baiklah. Tadi aku memeriksa tali pengikat, ada yang longgar. Memanglah, si Tengil tak bisa diharapkan bekerja, mengikat perabot saja tidak becus, lain kali kau seleksi dulu lah kalau mencari anak buah.""Aku kasihan.""Kasihan kasihan, tapi dia tak becus kerja."Bujang tak menyahuti kekesalan Luqman. Mobil pick up itu melaju kencang saat sampai di jalan lintas provinsi.Mereka samp
Read more
48
Siang semakin terik, jangan tanya betapa panasnya Riau di siang hari, kipas adalah alat elektronik yang wajib dimiliki di rumah masing-masing. Terkadang, musim hujan sangat ditunggu-tunggu, agar udara sedikit lebih sejuk. Jika ingin ke luar mencari udara, di kota-kota di Riau, malam hari adalah waktu yang tepat. Tempat-tempat nongkrong pun lebih ramai di malam hari.Setelah meninggalkan area kantor wali kota, Bujang dan Luqman mengarahkan mobil pengangkut barang itu ke sebuah toko langganan yang menjual cat khusus. Cat khusus yang hanya dijual di toko-toko khusus. Tak ada di toko di kota Siak. Hanya ada di Pekanbaru. Cat itu menjadi andalan agar kualitas perabot olahan Bujang berkualitas."Rasanya aku pernah melihat anak barusan?" kata Luqman yang belum lepas dari rasa penasarannya. Mobil yang dikemudikan oleh Bujang melaju dengan kecepatan sedang. Jalan cendrung ramai, karena banyak para karyawan yang keluar mencari makan siang. Beberapa memiliki seragam yang sama. Seragam perusahaan
Read more
49
Bujang memandang Keke dengan tatapan hangat, semburat merah muncul di pipi wanita yang telah menjadi istrinya itu. Keke, dia tetap saja cantik, bahkan setelah melahirkan anak mereka, tak sedikit pun kecantikannya berkurang. Perut buncitnya memberi aura tersendiri, hamil kedua ini membuat kulitnya lebih halus dan lebih bersinar, sehingga Bujang tak bosan memandangnya. Bujang lupa, Keke tak pernah untuk tidak cantik, bahkan setelah bangun tidur tanpa mencuci muka, dia tetap saja cantik.Bujang sendiri, tak tau, dari mana kecantikan itu disalin Keke, setahu Bujang, kakak Keke berwajah biasa saja, dia pernah berjumpa beberapa kali. Pak Iwan pun, tidak tampan di masa mudanya, mungkin dari ibunya, ah! Bujang juga tak tau persis. Luqman benar, dia laki-laki yang beruntung, bisa mendapatkan wanita secantik Keke, bahkan, bisa meluluhkan hati Keke tanpa dipaksa olehnya, wajar saja dia dituduh mengguna-gunai Keke, gadis itu takkan mungkin mau dengannya begitu saja. Tapi Tuhan punya cara yang i
Read more
50
Keke tersengal, Bujang adalah laki-laki yang sangat luar biasa. Dia mampu membuat Keke meleleh dengan sentuhan sederhananya, menerbangkan Keke ke puncak tertinggi, dan memberikan pengalaman yang sangat luar biasa. Bujang, adalah pria berkarisma yang pandai memuja, lihai mendamba, sehingga Keke tak bisa berjauhan darinya.Keke pernah jatuh cinta, tapi cinta kali ini sangat berbeda. Bujang bagaikan laut dalam yang tenang, tapi menenggelamkan dan menghanyutkan. Dia bahkan tak lihai menggombal atau mengeluarkan kata-kata rayuan, tapi tatapan dalam dan tenangnya, mampu membuat lutut Keke melemas.Dengan Kevin, dia tak mengenal arti hasrat. Dia nyaman, hanya sekedar nyaman, Kevin tak mampu menghadirkan debaran berbahaya padanya, atau rasa haus akan sentuhan. Dengan Bujang, dia bagaikan lilin yang meleleh terbakar, musnah dilahap api.Mereka bahkan belum selesai menata nafas kelelahan, saat rengekan Delio dan disusul Delia mengejutkan mereka. Mereka sama-sama tertegun, lalu terkikik kecil.B
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status