Semua Bab SUGAR BABY SANG BILLIONAIRE: Bab 51 - Bab 60
120 Bab
51. Suka
Berlin dan Devan duduk di dalam mobil Devan dengan canggung. Pasangan kekasih itu terus saling mencuri pandang dan nampak malu-malu untuk berbincang.Devan mencoba memberanikan diri memegang tangan Berlin, dengan jantung yang berdegup kencang."Em ... boleh ... aku langsung saja?" tanya Devan terbata-bata."La-langsung apanya?" tanya Berlin dengan pipi semerah kepiting rebus.Devan meraih tengkuk Berlin, kemudian mendaratkan kecupan ke bibir merah wanita itu. Tangan Devan mulai menyusup ke dalam pakaian Berlin, dan menjamah tubuh sintal gadis yang sudah menjadi kekasihnya itu."Devan, aku sudah bilang padamu kalau aku tidak mau menjadi sugar baby-mu lagi!" tukas Berlin, menghentikan ciumannya dan menepis tangan Devan yang bertengger di tubuhnya."Siapa yang bilang kalau kau sugar baby?""Lalu, apa yang kau lakukan padaku sekarang? Ini hal yang aku lakukan saat aku menjadi mainan ranjangmu, kan?" protes Berlin."
Baca selengkapnya
52. Gadis kesayangan
Devan akhirnya berhasil membawa gadisnya pulang ke rumah dan melanjutkan pergumulan panas mereka di kamar Devan.Berlin benar-benar dibuat kewalahan oleh nafsu besar Devan yang terus saja melesakkan miliknya ke lembah nikmat milik gadis yang disukainya."Devan, aku sudah lelah!" lirih Berlin yang sudah bermandikan keringat."Sekali lagi," pinta Devan, kemudian kembali menggagahi Berlin dengan melancarkan aksi bertubi-tubi.Cup!Olahraga panas mereka pun diakhiri dengan kecupan hangat Devan ke kening sang kekasih hati yang kini sudah resmi menjadi miliknya."Sepertinya aku sangat tidak tahu diri," gumam Berlin membuka obrolan di sela-sela istirahat mereka setelah pergulatan panas yang panjang."Kenapa?""Aku ... sudah mendapatkan tubuhmu dan uangmu. Tapi aku masih saja menginginkan hatimu. Aku benar-benar serakah dan tidak tahu diri," ungkap Berlin."Kau ingin apa lagi? Aku akan berikan semuanya untukmu, Berlin."Devan mengecupi pucuk kepala Berlin bertubi-tubi dengan penuh kasih."Men
Baca selengkapnya
53. Kedatangan Nyonya Sella
Devan membuka mata dan mendapati dirinya terjebak di sebuah ruangan gelap tanpa cahaya lampu. Pria itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang tak terlihat, dan melangkahkan kaki ke lantai yang dingin.Tanpa sengaja, kakinya menginjak cairan kental berwarna merah yang sudah berceceran di lantai.Devan menundukkan kepala dan manik matanya tertuju pada darah yang mengalir deras dari tubu anak-anak yang tergeletak di bawah sana.Beruntung pria itu segera terbangun sebelum mimpi buruknya berlanjut. Dengan keringat dingin yang mengucur deras, Devan mambuka mata diiringi nafas yang terengah-engah."Sial! Mimpi lagi?" gerutu Devan lirih.Berlin yang terbaring di samping Devan, ikut terbangun karena gerakan Devan yang begitu tiba-tiba."Devan?"Dengan suara parau, gadis itu bangkit dari bantal dan menatap sang kekasih yang sudah banjir keringat karena mimpi buruk."Kau baik-baik saja?" tanya Berlin cukup cemas melihat wajah kekasihnya yang terlihat pucat."Kau terbangun? Ingin kubuat
Baca selengkapnya
54. Gadis 'murah'
Devan dan Nyonya Sella mulai saling melempar tatapan sengit satu sama lain. Ibu dan anak itu duduk berhadapan di sofa, bersama dengan Berlin yang berada di samping Devan seraya menundukkan kepala dalam-dalam.Keheningan makin membuat suasana perang tatapan antara Devan dan Nyonya Sella makin memanas."A-aku ... akan buatkan minuman," cetus Berlin mencoba mencairkan suasana."Duduk!" titah Devan dan Nyonya Sella yang membentak Berlin bersamaan.Berlin pun segera mendaratkan pantat di samping Devan dan tak berani lagi bercicit di depan dua orang yang tengah bersitegang itu."Dari mana Ibu tahu aku berada di sini? Pasti Vernon, kan?" terka Devan sembari melirik tajam ke arah Vernon yang berdiri di pojokan ruangan.Asisten Devan itu sengaja mengalihkan pandangan, tanpa berani menatap mata Devan."Dasar mulut ember!" sentak Devan nampak kesal bukan main dengan sang asisten."Jangan salahkan Vernon! Ayah dan Ibu juga membayar Vernon! Jadi, Ayah dan Ibu juga berhak memerintah Vernon!" ketus
Baca selengkapnya
55. Mewujudkan kebohongan menjadi nyata
"Devan, jangan di sini!" omel Berlin saat Devan mulai merayapkan tangan, masuk ke dalam rok Berlin dan menjamah area sensitif milik gadis itu."Kalau begitu, kita ke kamar saja!" bisik Devan, kemudian mengangkat tubuh sintal Berlin menuju arena pertempuran mereka."Devan, apa kau tidak bosan? Kita sudah melakukannya semalaman!" protes Berlin."Bosan? Mana mungkin aku bosan meneguk madu," sergah Devan, lalu melempar Berlin ke ranjang empuknya. Pria itu menyingkap rok Berlin dan dengan sigap melepas kain tipis yang menutupi lubang nikmat yang membuatnya kecanduan.Devan membenamkan kepalanya ke sela-sela paha Berlin, menikmati lembah ketat gadis itu dengan permainan bibirnya."Ahh ... Devan!" Berlin mencengkeram erat sprei dan mulai mendesah dengan tubuh menggelinjang karena permainan lidah Devan yang menikmati area kewanitaan miliknya di bawah sana.Gadis itu menjambak rambut Devan dan merasakan sensasi luar biasa dari p
Baca selengkapnya
56. Pria pertama
Devan segera mengurus berkas pernikahan tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Berlin maupun kedua orang tuanya.Pria keras kepala itu selalu saja bersikap seenaknya, tanpa mendengarkan pendapat orang lain."Devan, kau tidak serius dengan perkataanmu tadi, kan?" tanya Berlin takut-takut."Kenapa? Kau tidak ingin menikah denganku?" ketus Devan."Bukan begitu ... aku— em, bukankah seharusnya kau mengenalkanku dulu pada keluargamu?" tanya Berlin."Kau sudah lihat ibuku tadi, kan? Nanti akan kuperlihatkan foto ayahku!" cetus Devan."Bukan itu maksudku ....""Lalu?""Pernikahan bukan hal yang mudah, Devan. Aku masih muda dan ... masih banyak hal yang ingin kulakukan. Aku tidak ingin menikah muda dan memiliki anak dalam waktu dekat," ungkap Berlin lirih."Intinya ... kau tidak mau menikah denganku? Begitu?" sungut Devan."Bukan begitu—""Aku mengerti. Aku tidak akan memaksa," potong Devan cepat.Pria itu beranjak menuju pintu dan meninggalkan Berlin di dalam kamar. "Kenapa sulit seka
Baca selengkapnya
57. Kehilangan kesucian
Berlin meringkuk di sebuah kamar hotel gelap dengan tubuh yang sudah bertelanjang bulat.Gadis itu menangis sesenggukan di sudut kamar dengan tubuh gemetar ketakutan.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Pintu kamar hotel pun terbuka dan seorang pria muncul dari balik pintu.Karena pencahayaan yang minim, gadis itu tak dapat melihat dengan jelas siapa sosok pria yang masuk ke dalam kamar yang ditempatinya.Saat itu usia Berlin masih delapan belas tahun. Di usia yang masih begitu belia, gadis itu sudah memberanikan diri terjun ke dunia malam dan akan menyerahkan tubuhnya pada seorang pria yang masuk ke dalam kamarnya malam itu.Gadis itu makin ketakutan saat seorang pria muncul dan mulai membuka pakaian."Apa yang kau lakukan di sana?" tanya pria itu dengan galaknya.Berlin masih meringkuk di pojokan kamar sembari meremas selimut yang menutupi tubuhnya."Kemari atau aku akan menyeretmu!" sentak sang pria.Wajar jika gadis itu ketakutan, karena ini pertama kalinya Berlin bertela
Baca selengkapnya
58. Mencari identitas
"Nona, bisa aku berbicara sebentar?" tanya Vernon pada Berlin yang tengah membuat minuman di dapur. Pagi-pagi sekali, pria itu berkunjung ke rumah sang bos dan sengaja mencari Berlin."Kenapa?" tanya Berlin sembari menoleh ke arah Vernon yang sudah berdiri tepat di belakangnya."Kak Vernon ingin susu? Aku sedang membuat susu—""Tidak perlu menawari pria pemalas itu!" sentak Devan menyela perkataan Berlin.Devan segera merampas susu hangat di tangan Berlin dan tak rela sang kekasih membuatkan minuman untuk pria lain, sekalipun itu hanyalah Vernon."Pelit sekali," gerutu Vernon lirih."Kau ingin membicarakan apa? Memangnya kau ada kepentingan apa dengan Berlin?" sinis Devan."Maaf, Bos. Aku hanya ingin berbicara empat mata dengan Nona Berlin. Boleh, kan?" tanya Vernon."Tidak boleh! Bicara saja denganku!" sentak Devan."Ini berkaitan dengan Nona Berlin. Jadi, aku harus menyampaikannya pada Nona Berlin," tegas Vernon."Oh, kau sudah berani menjawabku?!" sungut Devan."Aku tidak memiliki
Baca selengkapnya
59. Anak angkat
"Aku mempunyai informasi untukmu," ujar Vernon pada Sheena melalui telepon."Informasi apa? Awas saja kalau kau hanya membawa informasi tidak berguna!" sungut Sheena."Kau harus membantuku terlebih dahulu,""Membantu apa? Kau saja tidak mengatakan apapun mengenai foto yang ditemukan oleh ibuku!" "Kau pasti penasaran siapa pemilik foto itu," cetus Vernon."Bukan orang yang kukenal, kan?" tanya Sheena mulai gusar."Mungkin kau belum pernah bertemu dengannya. Tapi ... mungkin juga kau pernah bertemu dengannya,""Apa maksudmu?" tanya Sheena bingung."Bantu aku dulu, setelah itu baru aku akan memberitahumu!" titah Vernon."Apa yang kau mau?""Carikan sisir dan sikat gigi yang digunakan oleh ibumu. Pastikan itu sikat gigi ibumu dan di sisir itu ada beberapa helai rambut ibumu!" pinta Vernon."Apa yang akan kau gunakan dengan sikat gigi ibuku?" tanya Sheena makin bingung."Lakukan saja perintahku! Kirimkan barangnya pada staffku. Aku akan mengirimkan alamatnya padamu," ujar Vernon."Jangan
Baca selengkapnya
60. Perdebatan pertama
"Vernon aneh sekali," gumam Berlin mengingat kembali sikap Vernon yang menanyakan banyak hal mencurigakan padanya."Berlin, aku akan ke dokter. Kau mau ikut?" tawar Devan sembari membuka lemari pakaiannya."Kau mau kemana, Vernon?" tanya Berlin tak sengaja salah sebut nama karena dirinya terlalu memikirkan Vernon."Apa?" Devan sontak menoleh ke arah Berlin dan menatap tajam ke arah sang kekasih."Kau menyebut nama siapa tadi?" tanya Devan dengan amarah tertahan."Apa? Menyebut nama siapa? Tentu saja aku menyebut namamu, Devan!" tukas Berlin."Telingaku masih berfungsi dengan baik! Kau menyebut nama Vernon. Iya, kan?" sentak Devan."Kenapa jadi Vernon? Aku tidak menyebut nama Vernon," kilah Berlin."Kau masih memikirkan pria itu? Kenapa Vernon begitu penasaran tentangmu? Ada hubungan apa kau dengan Vernon?" tuduh Devan mulai berpikir macam-macam pada Berlin hanya karena gadis itu tak sadar salah menyebut nama."Hubungan apa? Aku juga tidak tahu kenapa dia begitu penasaran padaku. Aku s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status