All Chapters of SUGAR BABY SANG BILLIONAIRE: Chapter 1 - Chapter 10
120 Chapters
1. Dunia Sugar
Plak!Satu tamparan mendarat keras di pipi gadis cantik berambut panjang yang berpakaian minim di sebuah kamar hotel berbintang.Gadis itu mengusap pipinya yang hampir memerah karena tamparan keras dari wanita paruh baya yang tengah dilanda kemelut amarah."Siapa gadis ini, Pa?!" sentak wanita paruh baya itu pada pria tua yang bertelanjang dada di samping sang gadis.Pria tua itu hanya menundukkan kepala, tak berani menjawab teriakan dari wanita paruh baya yang tak lain adalah istrinya."Pergi dari sini! Jika aku sampai melihatmu lagi di tempat yang sama dengan suamiku, aku tidak akan segan-segan menggilasmu dengan ban mobilku!" ancam wanita paruh baya itu.Gadis malang bersama Berliana itu hanya menurut tanpa menanggapi omelan dari wanita tua itu. Gadis yang kerap disapa dengan nama Berlin itu segera mengemasi barangnya dan keluar dari kamar hotel dengan tangan kosong."Sial! Pelangganku hilang lagi!" gerutu Berlin kesal melihat satu
Read more
2. Panggung baru
Hari masih menunjukkan pukul lima pagi hari, namun Berlin sudah bersiap dengan buku-buku serta sepatu tuanya.Gadis itu mengenakan kemeja seadanya dan menggendong tas kecil berisi buku-buku yang akan dibawanya berkelana ke tempatnya menimba ilmu.Alasan utama Berlin berangkat begitu pagi ke kampus adalah demi sarapan gratis berupa satu bungkus roti serta satu kotak susu yang disediakan oleh kampusnya setiap pagi."Jangan sampai aku kehabisan roti lagi!" gumam Berlin dengan semangat membara berlari menuju kampusnya yang berjarak kurang lebih dua kilometer dari apartemen tempatnya tinggal.Berbeda dengan penampilannya yang menor dan memakai make up tebal di malam hari, busana yang dikenakan Berlin menuju kampus benar-benar berbanding terbalik dengan tampilannya saat berkencan dengan sugar daddy.Pakaian Berlin di kampus sangatlah sederhana dan jauh dari kata modis. Gadis itu hanya mengenakan kemeja, dipadukan dengan jeans k
Read more
3. Bermuka dua
"Berlin, kan?" tanya pria itu lagi.Berlin hanya mengangguk tanpa bersuara. Gadis itu menundukkan kepala dalam-dalam dan berusaha menyembunyikan wajahnya dari Devandra."Ayo, masuk!" ujar pria berusia dua puluh delapan tahun itu.Berlin nampak bingung bagaimana ia harus bersikap di depan Devan. Tentu gadis itu tak ingin identitasnya sebagai sugar baby diketahui oleh orang lain, terutama oleh orang yang ia temui di kampus.Devan bisa menjadi ancaman besar bagi Berlin jika pria itu sampai mengenalinya dan menyebarkan cerita yang tidak-tidak ke seluruh kampus mengenai dirinya yang menjadi sugar baby pria kaya."Ayo!" ajak Devan memberanikan diri menarik tangan halus Berlin untuk masuk ke dalam mobilnya.“Orang ini tidak akan mengenaliku, kan? Penampilanku saat ini sangat berbeda dengan tampilanku saat di kampus. Tidak mungkin dia bisa mengenaliku. Dia hanya sempat melihat wajahku sekilas sore tadi. Sehar
Read more
4. Udang yang terlihat
"Berlin!" panggil Sarah sembari berjalan menghampiri sang teman."..."Tak ada sahutan apapun dari gadis cantik yang tengah didatangi oleh Sarah itu. Berlin diam mematung dan sibuk menatap Devan yang sudah berjalan semakin jauh darinya."Berlin!" panggil Sarah lagi dengan teriakan agak kencang.Sudah hilang kesabaran karena tak kunjung mendapat jawaban, Sarah pun menjitak kepala Berlin dengan kesal hingga lamunan gadis itu pun buyar seketika."Aww!" pekik Berlin sembari memegangi kepalanya yang menjadi korban keganasan Sarah."Kau ini kenapa?" omel Berlin pada Sarah."Kau yang kenapa? Pelangganmu sudah menunggu!" omel Sarah balik sembari menarik tangan sang teman menuju tempat sugar daddy baru Berlin."Bagaimana? Lumayan, kan? Bukan pria tua dan kau bisa mendapatkan banyak uang," bisik Sarah.Mood Berlin sudah terlanjur berantakan setelah ia mendengar perkataan Devan. Rasa cemas dan gelisah yang mulai b
Read more
5. Kapal yang karam
Berlin duduk termenung di pelataran rumah sakit di malam yang dingin. Waktu baru menunjukkan pukul tiga dini hari. Namun gadis itu tak dapat mengistirahatkan tubuh penatnya setelah beraktivitas seharian penuh.Bola matanya terus tertuju pada lembar kertas yang ada di genggaman tangannya. Dilihatnya angka-angka yang tertera pada kertas itu dengan seksama."Satu miliar? Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Kenapa bunganya bisa mengembang sampai sebanyak ini?" oceh Berlin mengomel seorang diri bersama kertas-kertas bertuliskan nominal uang yang belum pernah dilihatnya."Haruskah aku pergi ke dukun? Ikut pesugihan? Jaga lilin?" gerutu Berlin.Gadis itu menendangi kerikil yang berserakan di kakinya dengan kesal. Berlin mulai dibuat pusing dengan hutang yang seharusnya bukan menjadi tanggungjawabnya. Namun jika ia tidak melakukan sesuatu, Bu Wanda dan adik-adik asuhnya terpaksa harus meninggalkan panti karena penyitaan dari pihak pemberi pinjaman.
Read more
6. Lintah bersayap malaikat
Berlin duduk termenung di toilet umum sembari menatap kartu nama Devan dengan gelisah. Gadis itu masih dilanda kegalauan untuk memutuskan akan menghubungi Devan atau tidak."Apa tidak aneh jika aku tiba-tiba menghubunginya?" gumam Berlin bimbang.Gadis itu melirik ke arah arloji kecil yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore hari. Berlin harus segera mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit serta mengurus panti asuhan yang akan segera digusur.Gadis itu tak lagi memiliki banyak pilihan selain merampok pria kaya dengan cara halus."Coba saja dulu! Ayolah, Berlin! Tidak ada waktu lagi! Kalau ini tidak berhasil, aku akan menjual ginjal saja!" gumam Berlin menggebu-gebu.Berlin mulai sibuk memainkan ponselnya dan bersiap untuk menghubungi Devan. Dengan jantung berdegup kencang, gadis itu memberanikan diri menghubungi pria asing yang memberikan kartu nama padanya secara cuma-cuma."Halo?"&ldq
Read more
7. Tugas pertama
Tepat pukul lima sore, Berlin sudah berdiri di depan hotel yang akan menjadi tempat untuk kencan pertamanya bersama Devan.Gadis itu terus celingukan kesana-kemari dengan gelisah dan berusaha mencari sosok Devan yang tak kunjung muncul untuk menjemput dirinya."Pria itu tidak akan menipuku, kan? Hanya dia satu-satunya harapanku sekarang," gumam Berlin makin bertambah gelisah menanti kedatangan Devan.Sudah satu jam lamanya Berlin menunggu, namun pria yang dinanti-nantinya tak juga muncul menyapa dirinya."Riasanku sudah hampir luntur!" gerutu Berlin jengkel.Sementara di tempat lain, Devan terlihat duduk dengan santai sembari menyeruput secangkir kopi yang ada di tangannya. Manik mata pria itu tampak fokus menatap monitor yang menyuguhkan wajah Berlin sebagai bintang di la
Read more
8. Gadis dua miliar
Devan masih termenung menatap tanda lahir Berlin dan mencoba mengingat-ingat kapan serta di mana ia sempat melihat tanda yang nampak familiar itu.Dengan posisi sudah menindih tubuh Berlin di atas ranjang, Devan justru tak kunjung melanjutkan malam panasnya bersama gadis cantik yang sudah siap ia terkam.“Kenapa dia diam saja? Apa aku memang tidak menarik baginya?” batin Berlin bingung."Tuan!" panggil Berlin dengan nada manja pada Devan."Sampai kapan Tuan akan terus menatapku?" tanya Berlin kemudian.Lamunan Devan langsung buyar begitu ia mendengar suara Berlin. Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar, sebelum ia memulai kembali aksinya untuk menerkam gadis manis yang sudah terjebak dalam kungkungannya.
Read more
9. Mimpi yang telah usai
"Nana, bagaimana keadaan Ibu?" tanya Berlin pada adik kecilnya melalui telepon."Ibu sudah membaik, Kak. Kata dokter, Ibu sudah boleh pulang besok pagi," terang Nana."Kapan Kakak akan kemari?" tanya Nana penuh harap.Berlin nampak bingung harus memberikan jawaban apa pada adik kecilnya. Tubuhnya saat ini masih pegal dan sakit karena ulah Devan semalam. Belum lagi malam nanti pria itu akan kembali padanya untuk meminta "jatah"."Kakak akan berkunjung besok. Nanti Kakak akan mengirimkan uang untuk biaya rumah sakit Ibu. Katakan pada Kak Mei untuk mengurusnya, ya? Besok Kakak akan menjenguk Ibu. Hari ini Kakak masih ada banyak kelas di kampus," ujar Berlin mengarang cerita."Baiklah, aku akan menyampaikannya pada Kak Mei.""Titip pesan juga pada Ibu, besok Ibu bisa pulang ke panti dengan tenang. Katakan pada Ibu untuk banyak-banyak istirahat. Kakak sudah mengurus semuanya," pesan Berlin."Tentu. Akan kusampaikan pada Ibu," pungkas Nana, kemudian memati
Read more
10. Tuan Muda Pemarah
"Bos, Nona Sheena sudah menunggu di luar ruangan sejak tadi. Apa tidak sebaiknya—""Biarkan saja dia menunggu! Sudah diusir dengan cara halus, kenapa dia masih saja tidak tahu diri?" sentak Devan tak peduli.Pria itu kembali fokus pada berkas-berkas kerja yang ada di mejanya tanpa menghiraukan keberadaan wanita cantik yang masih setia menunggu sapaan darinya."Bos, untuk beasiswa Nona Berlin—" Lagi-lagi perkataan Vernon terpotong begitu saja oleh Devan."Sudah kubilang untuk mencabutnya! Biarkan saja gadis itu mencari cara sendiri untuk mendapatkan beasiswanya lagi!"Vernon tak lagi berani bercicit dihadapan sang majikan. Asisten malang itu hanya diam sembari memainkan jemarinya yang kasar."Katakan pada Sheena kalau aku ada rapat sampai malam. Suruh dia pulang!" titah Devan pada Vernon.Begitu Vernon berlalu meninggalkan ruangannya, Devan melirik ponselnya sejenak dan mengotak-atik benda itu dengan antusias.Pria itu memasang kamera pengintai di
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status