Semua Bab Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan: Bab 41 - Bab 50
115 Bab
Arti Tatapan Matamu
"Mas Hadza?" Gumamku. Aku memejamkan mata sekilas lalu kembali membukanya lebar-lebar untuk memastikan pandangan jika yang sedang menaiki motor sekuter matic warna biru itu ada lelaki idamanku. Ia memakai helm standar warna hitam dengan menaikkan kacanya. Kedua mataku terus menatapnya tanpa melirik manapun, khawatir akan berpindah tempat lalu hilang dari pandangan. Maklum, Mas Hadza begitu memikat hati dan segala yang berhubungan dengan dirinya adalah magnet untukku. Hingga akhirnya dia menoleh ke kiri dan aku reflek melambaikan tangan padanya tanpa tahu malu.Dia menatapku sama terkejutnya lalu menunjukku. Tapi aku hanya mengangguk dan tersenyum karena jarak kami sedikit berjauhan. Kemudian aku melirik boncengannya yang kosong. 'Ya elah, andai Mas Hadza bilang mau bareng, nggak pakai lama langsung gue tinggalin nih ojek. Mayan kan bisa pedekate tipis-tipis ke dia.' Tapi sayang, setelah lampu hijau menyala tetap saja aku menaiki ojek hingga tiba di kantor. Lucunya dia menaiki mot
Baca selengkapnya
Manis dan Hangatnya Terasa Pas
Perlahan aku merapikan rambut dan memperhatikan penampilanku yang tidak masalah sama sekali. Tapi mengapa Pak Akhtara terus menatapku. "Ehem ... Pak, karena data bulan lalu tidak bisa diaudit karena barang telah terjual, apa nilainya tetap ditulis di sini?" "Lewati aja, Han," ucapnya pelan dengan tetap menatapku sambil merebahkan diri di sofa. "Tapi kolomnya kosong banyak, Pak." "Itu yang dimau Pak Direktur. Kita nurut aja." Aku mengangguk dan melanjutkan lembur. Mengabaikan tatapan Pak Akhtara yang terus mengarah padaku. Ada apa sih memandangku terus?Hingga ponselku berdering nyaring. Abang go food telah tiba di depan perusahaan."Saya ambil makanan dulu, Pak." "Pakai uang saya aja, Han." Lalu Pak Akhtara berusaha duduk di tengah sakit kepala yang menyerang setelah mengambil dompetnya dari saku belakang celana. Aku hampir tidak percaya ketika beliau meletakkan dompetnya di meja begitu saja. Kemarin aku begitu lancang membuka dompetnya saat beliau dirawat di UGD. Sekarang, aku
Baca selengkapnya
Tergantung Kamu Bisa Memuaskan Saya
"Eh ... saya tadi ... keluar bentar, Pak. Nyari angin habis buang air kecil." Kilahku. Jangan sampai! Jangan sampai Pak Akhtara mengetahui jika aku tadi berada di gudang bersama Mas Hadza. Persoalannya bisa panjang karena selain itu menyalahi kontrak perjanjian pra nikah kami, juga seperti menelantarkan beliau di situasi genting seperti ini. Salah satu pasal dalam perjanjian pra nikah kami menyebutkan jika tidak boleh memiliki pasangan baru selama menjalani pernikahan kontrak ini. Alasannya sederhana, agar kami bisa memerankan tugas masing-masing dengan optimal jika keluarga Pak Akhtara datang ke rumah. Tapi demi cintaku pada Mas Hadza, terpaksa aku hanya bisa mendekatinya tanpa berani terang-terangan mengatakan rasa terpendam ini. "Kamu sibuk nyari angin? Apa kamu nggak lihat gimana buntunya otak saya, Han?!" Aku segera mengambil duduk di depan Pak Akhtara lalu meraih dokumen yang ada di samping laptopnya. "Maaf, Pak. Mari kita kerjakan secepatnya dari pada memarahi saya. M
Baca selengkapnya
Tetap Kurus Setelah Saya Nikahi
Aku bertanya apa, malah Pak Akhtara menjawab apa. Gimana sih orang ini?! "Eh … makan siang gimana maksudnya, Pak?" "Saya tanya apa kamu mau makan siang?" Aku masih bingung dengan pertanyaannya. "Eh .... iya, Pak. Saya mau makan siang. Kan emang jam makan siang." Ini maksudnya aku akan makan siang dengan siapa begitu kah? "Mau saya traktir nggak?" Aku melebarkan kedua mata dengan ponsel masih menempel di telinga. Tumben sekali mentraktirku? Apa presentasinya lancar?"Pak, apa Bapak aman? Maksud saya, Pak Akhtara nggak jadi dipecat kan?! Presentasinya lulus ya?" Pikirku jika beliau mentraktir makan siang, pastilah suasana hatinya sedang baik. Dan ini mungkin ada hubungannya dengan presentasi hari ini. "Apa kalau mau nraktir makan siang itu nunggu nggak dipecat dulu, Han?!" Ya Tuhan, aku bingung menghadapi ucapan Pak Akhtara. Karena korelasi hubungan sebab akibatnya tidak sinkron. "Jadi, Bapak tetap dipecat?" Tanyaku sungguh-sungguh. "Saya nraktir kamu sebagai bentuk terima ka
Baca selengkapnya
Mau Pulang Bareng Nggak?
“Diem deh, Pak!” ucapku lirih namun tegas sambil tetap membungkuk di kursi penumpang sebelahnya.Telunjuk kananku juga memberi kode di depan bibir agar Pak Akhtara tidak berkata-kata lagi. “Oh … takut ketahuan?" “Jangan pura-pura nggak tahu deh, Pak!” ucapku ketus. Aku kembali mengintip sekeliling parkiran. Ternyata Mas Hadza baru saja melepas helm lalu pergi dari parkiran. Oh ... lelaki idamanku. Ingin rasanya berjalan di samping Mas Hadza yang sekarang berjalan seorang diri. Sedang karyawan lain juga baru berdatangan dari makan siang. Mereka memarkir motornya satu demi satu di lahan parkiran basement kantor hingga membuatku terjebak lebih lama di mobil Pak Akhtara. Kampret banget! "Ini semua gara-gara Bapak!" Gerutuku sambil menegakkan badan. Pak Akhtara yang sedang fokus pada ponselnya pun menoleh. "Saya? Emangnya saya ngapain, Han?" "Tau lah! Ngeselin!" "Kamu itu udah ditraktir makan siang masih aja marah-marah." Tetiba saja kata hatiku berkata agar segera membuka ponse
Baca selengkapnya
Kenapa Kamu Ingin Tahu?
"Heh?" Bukannya menjawab apakah bersedia pulang bersama Mas Hadza, aku justru menatapnya penuh keterkejutan. Otakku masih memproses apa yang Mas Hadza tawarkan ditengah rasa tidak percaya ini. Benarkah dia menawarkan jok belakang motornya untuk mengantarku pulang? Ya Tuhan, jika benar, tolong jangan buat aku pingsan dulu! Benar kata sang pujangga, kadang jatuh cinta itu bisa membuat seseorang tampak terlihat begitu bodoh sekali. Seperti saat ini contohnya. Aku justru menatap Mas Hadza yang sedang duduk di atas jok motor skuter warna biru miliknya. Bukannya menjawab apakah aku bersedia diantar pulang olehnya atau tidak. "Han?" Tanya Mas Hadza lagi dengan menggoyangkan tangan di depan mataku. Lalu tangan Fita menoel lenganku sedikit kasar hingga aku terbangun dari keterkejutan. Oh Tuhan, kebahagiaan apa yang akan Engkau berikan padaku? Tiba-tiba saja Mas Hadza menawarkan ajakan pulang. Seperti keajaiban yang luar biasa indahnya datang dalam waktu sesingkat-singkatnya. "Han
Baca selengkapnya
Kado Spesial
“Intinya, Pak Direktur nggak mau kesalahan ini terulang lagi. Meski kesalahan terbanyak ada di tangan Pak Hadza, tapi tetap aja kamu juga kena imbasnya, Han. Karena kamu juga dituntut untuk rajin kroscek ke gudang. Bukan asal langsung setor ke saya.” Mendadak nafsu makanku langsung hilang seketika mengetahui karirku sebenarnya terancam. “Tapi, kalau saya tiap hari ke gudang, mana mungkin bisa ngerjain laporan, Pak?” “Itulah kekurangannya, Han. Satu sisi perusahaan nggak bisa nambah jumlah karyawan baru, tapi jumlah barang meningkat. Jadi, pintar-pintarnya kamu dan Pak Hadza aja gimana caranya bisa bekerja sebaik mungkin biar minim kesalahan.” Pak Akhtara nampak tenang menjelaskan duduk perkara yang terjadi. Sedang aku justru tertegun tidak percaya jika sebenarnya juga tercatut dalam sanksi yang seharusnya diberikan perusahaan. Sanksi yang berpotensi membuatku kehilangan pekerjaan. Tapi ditanggung oleh Pak Akhtara. “Pak, kenapa Bapak melindungi saya dari sanksi yang akan diberikan
Baca selengkapnya
Teman Spesial
"Ra, lo ada ide nggak?" Siang itu saat makan siang, aku menghubungi Rara, pemilik agensi pacar sewaan. Aku dulu bekerja untuknya dengan menjadi pacar sehari para lelaki dengan kompensasi sejumlah uang. Meski aku dan Rara tidak terlalu akrab, namun kami berteman baik. Dan hanya dia lah satu-satunya orang lain yang mengerti duduk hubunganku dengan Pak Akhtara. Bahwa kami sedang menjalani pernikahan kontrak. Rasa-rasanya, sangat tepat jika aku menanyakan pada Rara tentang kado terbaik apa yang bisa kuberikan pada Pak Akhtara. Toh, dia juga sangat ulung menilai selera para lelaki."Ide apaan, Han?" Tanyanya melalui sambungan telfon. "Cowok kayak Pak Akhtara itu mending dikasih kado apa ya, Ra?" "Cieeee .... udah mulai ngasih-ngasih kado? Udah mulai sayang nih ceritanya?" Aku mendesis tidak suka dengan godaan yang Rara utarakan dan sayangnya itu salah kaprah. Siapa juga yang mulai menyayangi Pak Akhtara?!"Kalau bukan karena orang tuanya mau ngerayain ultah tuh orang, mana mungkin gue
Baca selengkapnya
Karena Sudah Menjadi Istri Saya
"Eh ... maksudnya gimana, Pak?" "Habis ketemu teman spesial atau pelanggan barumu?" Tanyanya dengan menatapku lekat. Kesepuluh jemarinya menyatu dengan siku tangannya bertumpu di meja. Jelas tergambar di matanya jika beliau seperti tidak menyukai jawabanku. Dan menuntut penjelasan lebih. "Siapa yang lagi sama pelanggan baru, Pak?! Saya keluar sama teman kok." Belaku. Karena memang aku keluar bersama Rara. Bukan dengan klien pacar sewaan seperti yang beliau tuduhkan. "Siapa?" Haruskah aku menjawab dengan siapa baru saja keluar? Bukankah jika aku berkata selepas keluar dengan Rara maka nantinya beliau bisa berpikiran jika aku kembali melakukan transaksi dengannya? Aduh ... bagaimana ini? "Kenapa nggak langsung jawab aja, Han? Benar ya dugaan saya?" Kepalaku lantas menggeleng dengan tegas. "Saya keluar sama Fita kok, Pak. Kebetulan dia traktiran karena ulang tahun hari ini." Kilahku. "Fita teman satu kubikelmu itu?" Kepalaku mengangguk. Wajar jika Pak Akhtara mengenal Fi
Baca selengkapnya
Temani Saya
"Lho? Mau kemana, Han?" Tanya Mas Hadza begitu aku berdiri secara mendadak. Sedang lirikan mataku beberapa kali tertuju pada Pak Akhtara yang hanya menatapku dengan sorot dingin sambil melipat kedua tangan di depan dada. Ya Tuhan, jantungku rasanya hampir terlepas karena seperti seorang istri yang tertangkap basah tengah berselingkuh. Bodohnya aku mengapa mau-maunya bibirku diusap oleh Mas Hadza! Aaargghhh!!! "Eh ... aku ke toilet bentar ya, Mas. Perut nggak enak banget." Gado-gado yang masih tinggal setengah itu akhirnya kutinggalkan begitu saja lalu berjalan setengah berlari keluar dari kantin. Tujuanku bukan ke toilet melainkan kembali ke kubikel dengan kaki setengah gemetaran. Lebih tepatnya aku merasa sangat takut. "Ya Tuhan, gimana ini? Gimana kalau Pak Akhtara minta duitnya yang dikasihkan ke gue? Astaga! Bodohnya gue!" Aku menampar pipi kiriku sendiri hingga terasa panas karena kebodohan yang kulakukan. Sekarang aku benar-benar cemas! Tidak lucu jika Pak Akhtara mem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status