Lahat ng Kabanata ng Dari Pacar Sewaan, Berakhir di Pelaminan: Kabanata 21 - Kabanata 30
128 Kabanata
Setengah Tanpa Busana
Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Pak Akhtara aku hanya sibuk mengompres bibir yang sedikit robek dan terasa bengkak dengan kaleng minuman dingin yang masih utuh itu. Sialan sekali wanita dari lelaki yang telah menjadi masa laluku itu! Apes nasibku malam ini gara-gara bertemu dengannya. Begitu tiba di rumah Pak Akhtara, aku segera masuk ke dalam kamar usai mengucapkan banyak terima kasih pada beliau. Entah bagaimana nasibku tanpa bantuan Pak Akhtara tadi. Beliau seperti spiderman saat menyelamatkan Marry Jane yang hampir terjatuh. "Terima kasih banyak, Pak, udah nolong saya," ucapku tulus. "Sama-sama." "Saya istirahat dulu, Pak." Kemudian berlalu ke kamar. Baru saja aku membuka tiga kancing kemeja kerja sembari fokus menatap pantulan bibir yang membengkak dari cermin meja rias, sebuah ketukan di pintu membuatku reflek berkata ... "Masuk!" ucapku dengan tetap memandangi bibir yang bengkak. Sedang tanganku tetap membuka kancing kemeja kerja satu demi satu. Hingga pint
Magbasa pa
Tamu Spesial Dari Masa Lalu
“Saya nggak mau bahas masa lalu, Pak,” ucapku dengan wajah tetap menunduk. “Oke. Maaf kalau saya tanya-tanya.” “Apa boleh saya ke kamar, Pak?” tanyaku dengan menatap Pak Akhtara. Lagi pula kami sudah selesai makan malam dan aku tidak mau berlama-lama bersama Pak Akhtara. Jangan sampai beliau beranggapan aku senang dengan moment seperti ini. Beliau bisa besar rasa dan menganggapku jatuh cinta padanya. Huek! “Silahkan.” Aku berdiri dari duduk kemudian mengambil cek pelunasan bonus pernikahan kontrak kami yang tergeletak di atas meja. “Terima kasih banyak, Pak, untuk cek-nya.” “Iya.” Kemudian aku berlalu ke kamar kemudian menyimpan cek berharga ini lalu merebahkan diri. Sungguh, aku lelah dengan apa yang terjadi hari ini dan ingin segera melelapkan mata. *** Bila cek berisi uang sebesar empat puluh lima juta ini sudah di tangan, buat apa menunggu lebih lama lagi untuk melunasi cicilan perumahan yang ditinggali Mama dan Papa? Bukankah jika cicilan itu sudah lunas setidaknya aku
Magbasa pa
Dua Kali Dipanggil PE-LA-KOR
"Siapa yang nyari aku, Bik?" "Ehm ... saya juga nggak tahu, Mbak. Orangnya nggak mau bilang namanya." "Laki-laki apa perempuan?" tanyaku dengan perasaan was-was. Khawatir jika yang bertamu adalah wanita dari lelaki masa laluku. Tapi tahu dari mana dia jika aku tinggal bersama Pak Akhtara? Mungkinkah dia membuntuti mobil Pak Akhtara saat kami pulang? Ah ... mana mungkin sedalam itu? Permasalahannya sekarang, jangan sampai Pak Akhtara mengetahui siapa wanita itu. Karena dia dan suaminya adalah masa lalu kelamku yang tidak perlu diangkat lagi ke permukaan. "Dia nunggu dimana, Bik?" "Di ruang tamu, Mbak." "Jangan bilang Pak Akhtara ya, Bik. Rahasiain ini." Ini masih tiga jam lagi dari jam kepulanganku dari kantor. Namun rasanya seperti se-abad!!! Tadi pagi baru saja bertengkar dengan Pak Akhtara masalah pemberian izin keluar kantor yang teramat alot hingga aku seperti berkejar-kejaran dengan waktu. Sekarang, ada lagi masalah yang menyambangi. Ada perempuan yang tetiba bertamu
Magbasa pa
Cinta Hilang Karena Kebohongan
“Duduk aja di situ! Bentar lagi Pak Akhtara juga datang. Aku capek! Mau istirahat!” ucapku setengah kesal. Lalu tanpa memperdulikan Sabrina, aku segera melangkah ke dalam rumah lalu menemui Bik Wati dan Rani yang sedang berbincang lirih di dapur. Melihat kehadiranku, kedua asisten rumah tangga Pak Akhtara itu langsung berdiri dari duduk lalu sedikit membungkukkn badan. “Ada yang bisa kami bantu, Mbak Jihan?” Aku menggeleng lalu menarik satu kursi yang berada di meja makan mini di dapur. Kemudian mendudukinya. “Kesel banget sama tamu yang itu, Bik! Masak baru datang langsung ngajak ribut?!” Bik Wati kemudian menatap Rani sekilas. “Mbak Jihan, saya minta maaf. Sebenarnya, Mbak Sabrina udah di sini dari tadi siang. Mendadak minta ketemu sama Mbak Jihan tapi saya nggak boleh ngasih tahu identitasnya.” “Bik Wati kenal Sabrina?” Kepala Bik Wati mengangguk pelan, “Kenal, Mbak.” Dengan menumpukan kedua tangan di meja, aku menatap Bik Wati dan Rani yang masih berdiri. “Berarti tahu do
Magbasa pa
Boleh Pegang?
"Saya juga nggak tahu, Han!" Kemudian Pak Akhtara mendesah lelah sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Masih dengan kemeja kerja yang melekat di tubuhnya. Lalu kakinya menendang angin untuk meluapkan kekesalan. "Nikah kontrak sama kamu itu takut suatu saat kalau ketahuan bisa berabe. Nggak nikah sama kamu nanti saya dijodohin. Mau nyari pengganti Sabrina itu nggak mungkin secepat membalikkan telapak tangan. Semuanya kacau, Han!" Pak Akhtara kembali mendesah lelah sambil berkacak pinggang. Ekspresi wajahnya juga menyiratkan kelelahan batin yang membuatnya merasa tersiksa. Baru kali ini aku melihat beliau selelah ini. Meski pekerjaan di kantor itu berat dan penuh tanggung jawab, namun belum pernah sekalipun aku mendengar keluh kesah beliau seperti ini. Berbeda ketika beliau dihadapkan pada masalah asmara yang melibatkan keluarga besarnya. "Dan sekarang, ditambah Sabrina ngamuk nggak ketulungan! Saya capek banget!" Sedetik kemudian aku melihat kedatangan Sabrina ditengah kerema
Magbasa pa
Garis Dua Di Bulan Depan
"Eh ... sudah pulang? Ayo masuk, Tara, Jihan."Itu suara ibu mertua alias Mamanya Pak Akhtara. Beliau sedang di ruang tamu dan di sebelahnya terdapat sebuah stroller bayi. Bagian dalamnya terdapat baju-baju bayi yang masih berada di dalam plastik.Kemudian aku menoleh ke arah Pak Akhtara dengan jemari kami masih saling bertaut. Lalu berkedip cepat untuk memberi kode tentang ...'Untuk apa stroler dan baju-baju bayi itu, Pak?' tanyaku dalam hati.Namun Pak Akhtara hanya menghela nafas panjang nan lelah tanpa memberi jawaban. Aku segera melepas genggaman jemari kami lalu mencium punggung tangan Mamanya Pak Akhtara. Hal sama juga dilakukan Pak Akhtara."Kamu kayaknya lelah banget, Tar?" tanya Mamanya."Iya, Ma. Kerjaan lagi numpuk.""Ya udah, sana cepat mandi. Kamu bau loh."Setelah Pak Akhtara berlalu ke kamar, aku memberanikan diri bertanya. "Papa kemana, Ma?" "Tuh lagi nyiapin makan malam kita. Oh ya, Han, ini Mama bawain stroller sama baju-baju bayi. Kata orang-orang jaman dulu, be
Magbasa pa
Membuat Anak
"Pak Akhtara jahat!" ucapku penuh emosi lalu bersedekap dan memunggunginya. Aku berani berkata selantang ini karena kami sudah berada di dalam kamar setelah makan malam dengan kedua orang tuanya. Makan malam yang mengesalkan!!!Bagaimana tidak mengesalkan jika bukan karena ..."Coba kamu ada di posisi saya, Jihan. Kamu pasti bingung!" ucapnya tak kalah jengkel."Tapi kenapa Bapak bilang menyanggupi kedua orang tua Bapak kalau kita akan segera memberi mereka cucu!? Ini udah kejauhan dari perjanjian nikah kontrak kita, Pak! Saya nggak mau hamil anak Bapak!" "Itu hanya kata-kata penenang, Jihan! Kalau mereka nggak dikasih pengharapan yang ada status kita bisa ketahuan! Lagian saya juga nggak mungkin bisa gituan sama kamu!"Aku dan Pak Akhtara sama-sama mengedepankan ego hingga akhirnya kami kesal sendiri. Lalu kami memijat pelipis kepala masing-masing yang terasa pening. Apalagi mengingat wanti-wanti kedua orang tua Pak Akhtara agar kami berusaha lebih giat 'membuat' anak. Huuuuft!!!
Magbasa pa
Poligami Menjadi Solusi
"Kalau kamu nggak nyaman untuk cerita, nggak usah dijawab nggak apa-apa kok, Han." Tapi rasanya, aku lelah menanggung masalah ini sendirian selama ini. Ingin sekali bercerita pada satu orang saja setidaknya untuk mendengar kebenaran itu versiku. Juga untuk mendengar kritik dan saran dari orang lain tentang masa laluku agar tidak kembali mengulanginya. "Wanita kemarin itu, dia adalah ... istri kekasih saya, Pak." Kedua alis Pak Akhtara terangkat dengan mata menatapku lekat. "Kekasihmu, Han?" Kepalaku mengangguk tegas, "Itu dulu, Pak. Sekarang kami udah putus." "Oh ... " Lalu kepala Pak Akhtara mengangguk pelan dengan memalingkan tatapan. "Maaf ya, Han, apa saya boleh tanya lagi?" "Boleh, Pak. Sekalian saya ingin berbagi masalah ini untuk pertama kali. Nyesek rasanya kalau dipendam sendiri." "Dia pelangganmu? Atau ... gimana?" Aku mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Sembari menggali memori lamaku tentang pertemuan kami. "Kami ketemu di aplikasi ken
Magbasa pa
Katakan Kalau Kamu Cinta Mati Padaku
“Bisa gawat kan, Pak, kalau Sabrina kemari lalu bilang-bilang sama orang kantor yang tidak-tidak. Misal nih dia iseng bertanya, apa sih jabatan istri Bapak. Kan sekantor bisa heboh kalau ada yang tahu Bapak udah nikah tapi nggak pernah ada undangan.” “Benar juga kamu, Han.” “Nah itu lah, Pak. Jangan sampai dia nemuin resepsionis kantor lalu tanya yang tidak-tidak tentang Bapak dan saya. Atau pernikahan kontrak kita terbongkar dan itu justru bikin kita malu sejadi-jadinya. Saya tidak siap dihujat, Pak. Juga tidak siap kehilangan pekerjaan dari kantor ini.” "Nanti sore Sabrina akan saya atasi." "Begitu lebih baik, Pak." "Tapi ... nanti sore kamu bisa kan nemenin saya nemuin Sabrina?" Aku mengerjapkan mata berulang dengan ponsel masih menempel di telinga. "Kenapa saya juga ikut, Pak?" *** Kunjungan kerja yang dimaksud Pak Akhtara ternyata bukan berasal dari perusahaan kacangan. Melainkan dari salah satu perusahaan manufaktur besar yang akan menjalin kerja sama dengan perusahaan t
Magbasa pa
Selakanganmu
Lidahku terasa kelu untuk melanjutkan ucapan hingga akhirnya Pak Akhtara memarkir mobilnya di parkiran sebuah rumah makan tempatnya memiliki janji bertemu dengan Sabrina. "Kamu kenapa memangnya, Han?" tanya beliau lagi setelah menarik tuas rem mobil. Aku menatap Pak Akhtara takut-takut dengan melipat bibir ke dalam. "Jihan, saya tanya kenapa? Itu artinya saya butuh jawaban. Bukan lihatin kamu bungkam kayak gini." Ini benar-benar membuatku dilema. Pasalnya permintaan Pak Akhtara agar aku berakting seolah sangat mencintainya berbeda tiga ratus enam puluh derajat dengan kenyataan yang pernah kukatakan pada Sabrina. Bagaimana ini? Usai mengatakan apa yang pernah kukatakan pada Sabrina beberapa waktu yang lalu pada Pak Akhtara, kepalaku hanya menunduk takut. Sedang beliau menghela nafas panjang dengan tangan menyugar rambut dan ekspresi tidak tahu harus bagaimana. "Maaf, Pak. Saya bilang gitu soalnya nggak betah dikatain pelakor. Nggak Sabrina, nggak istri mantan pacar saya dulu,
Magbasa pa
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status